Chapter 2

Devian masih berjongkok dan menaruh kedua telapak tangannya pada kepala Rachel, membuat Rachel menggigit bibir bawahnya karena khawatir. Devian menatap lembut Rachel membuat gadis itu terpana, karena makhluk berwujud seorang pria dihadapannya ini wajahnya begitu sempurna. Rachel rasa pria dihadapannya ini lebih dari seorang pangeran? Benar-benar nampak seperti malaikat tanpa sayap.

"Kau siap." Ucap Devian dengan lembut dan senyum itu masih terus mengembang memberikan getaran aneh pada seluruh tubuh Rachel. Devian cukup terkejut ketika ia dapat merasakan detak jantung Rachel yang semakin cepat.

"Ada apa dengan jantungmu?" Tanya Devian polos, Rachel mengumpat dalam hati. SHIT! Kenapa ia menanyakan hal bodoh seperti itu? Batin Rachel. Devian adalah makluk yang mulia, selama ini ia tak pernah sedikit pun berurusan dengan manusia. Bisa dikatakan ia tak begitu banyak tahu tentang manusia di luar tanggung jawabnya sebagai penjaga alam semesta. Jika itu sesuatu yang mendesak? Maka Albert, penjaganyalah yang akan ia perintahkan untuk pergi ke dunia manusia.

"Jangan bertanya lagi, cepat lakukan!" Pinta Rachel dengan suara sedikit keras, ia melakukan semua itu hanya untuk menutupi kegugupannya.

"Hm...Pejamkan matamu." Dan tanpa menunggu Rachel memejamkan matanya. Dalam hitungan detik Devian memerintahkan Rachel membuka matanya.

"Sekarang bukalah." Ucapnya, dengan berlahan Rachel membuka matanya dan tercengang ketika melihat sebuah chip melayang di depan matanya. Di dunianya memang segala sesuatu diciptakan begitu canggih, setiap orang akan memiliki kendaraan yang bisa terbang sejenis hoverbroad namun cukup tipis dan lentur-mereka menyebutnya 'cosmos'. Alat itu bisa dilipat dan dimasukkan kedalam tas, yang paling luar biasa dari alat itu adalah jika kita menekan beberapa tombol yang ada didalamnya maka akan membentuk perisai yang akan melindungi kita dari hujan, cahaya ultra violet, petir dan angin. Hanya alat-alat seperti itu. Apa mungkin chip ini juga di desain sama seperti alat-alat yang terdapat di Irisdania? Bukankah itu juga mungkin? Namun, ini bukan Irisdania karena semua alat yang Rachel bawa tidak berguna di tempat ini.

"Ambil chip itu dan bukalah!" Pinta Devian membuat Rachel seketika mengalihkan perhatiannya pada pria yang kini sudah berdiri dihadapannya.

"Aku tidak bisa membuka chip ini, semua alatku tidak berfungsi ditempat ini." Rachel berusaha memasukkan chip kedalam sebuah alat yang serupa dengan jam tangan dan memencetnya beberapa kali namun, tidak ada reaksi. Devian menghela nafas dan menatap Rachel tak percaya.

"Bagaimana kau bisa masuk ketempat ini?" Tanya Devian membuat Rachel menatapnya bingung.

"Aku masuk lewat gerbang timur." Ucap Rachel polos. Devian terdiam sesaat seolah memikirkan sesuatu.

"Melihat dirimu dan anak buahmu baik-baik saja, ku rasa seseorang membantumu?" Rachel mengirutkan keningnya tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh pria dihadapannya ini.

" Aku tidak mengerti, apa maksud dari perkataanmu?" kata Rachel. Devian masih saja larut dalam pemikirannya sampai ketika seseorang muncul disampingnya.

"Tuan, hamba kembali." Rachel tercengang dengan kehadiran pria ini secara tiba-tiba. Secanggih apapun alat yang berada di Irisdania itu tidak akan bisa membuat seseorang menghilang dan muncul begitu saja. Pertanyaan itu muncul lagi di benak Rachel. 'Makhluk macam apa mereka sebenarnya?'

"Apa mereka sudah dekat?" Pria yang bernama Albert itu mengangguk membuat Devian menghela nafas. Rachel terdiam, karena ia tidak tahu apa yang kedua pria ini katakan.

"Bahkan Lord Devera juga ikut serta tuan." Seketika mata Devian memicing, memandang Albert tak percaya. Hari ini Devian benar-benar ekspresif. Biasanya pria itu hanya terus mempertahankan ekspresi datarnya.

"Sepertinya ada sesuatu yang terjadi Tuan." Timpal Albert yang menyadari kebingungan tuannya.

"Devian..." Panggilan itu membuat Rachel, Devian beserta Albert menoleh ke belakang. Seorang wanita memakai kemeja putih berenda dan dibalut dengan blazer warna hitam, celana denim warna hitam lengkap dengan sepatu bot. Dia seorang wanita dengan perawakan tinggi dan terlihat sedikit maskulin, namun itu tidak mengurangi kadar kecantikannya. Yang cukup membuat penasaran adalah wajahnya hampir mirip dengan Devian, apakah mereka bersaudara? Tempat ini dan segala isinya memang bertolak belakang dengan Irisdania yang begitu modern dan canggih. Semua yang ada disini terlihat begitu classic.

"Devera, apa yang membawamu kemari?" Ucap Devian sambil berjalan mendekatinya, Albert membungkukkan badannya memberikan hormat dan beberapa orang yang ada dibelakang wanita itu pun memberikan hormat kepada Devian. Semua yang terjadi sudah cukup membuat Rachel pusing dan pertemuan ini benar-benar membuat keningnya berdenyut.

"Kurasa kau butuh bantuanku untuk mengatasi penyusup?" Devian mengangkat satu alisnya, namun ekspresinya tetap sama membuat wanita dihadapannya kini tertawa.

"Hahaha, sudah lebih dari 200 tahun? Tapi kau masih belum bisa melucu." Kekeh Devera dan Devian masih tetap menunjukkan ekspresi datarnya. Albert seolah berusaha menahan senyumnya.

"Apa sesuatu terjadi?" Tanya Devian tentunya dengan ekspresi datarnya. Deverra terdiam kemudian wanita itu menghela nafas.

"Tidak ada yang serius, aku hanya ingin melihat keadaanmu. Sudah lama kau tidak mengunjungi saudarimu ini." Keluh Deverra. Rachel cukup terkejut mendengar itu? Jadi kemiripan pada wajah mereka itu, karena mereka bersaudara? Entah mengapa Rachel merasa lega.

"Kau seorang Lord, tidak seharusnya kau meninggalkan istana hanya untuk alasan ingin menemuiku." Ucap Devian dengan dahi mengkirutnya.

"Lihatlah dirimu, bahkan di depan pengawalmu dan kepala keluarga kau menceramahiku. Tunggu-siapa gadis manusia ini? Apa dia penyusupnya?" Devera memperhatikan Rachel dari ujung kaki hingga keatas. Kemudian ia tersenyum kepada Rachel, membuat gadis itu salah tingkah.

"Aku tidak pernah menjumpai seorang manusia secantik dia. Menurut kalian apa dia lebih cantik dariku?" Ucapnya sambil memandang orang yang berada dibelakangnya.

"Apa yang terjadi? Siapa penghianat itu?" Ucap Devian membuat semua orang terasa tegang. "Kau tidak bisa menyembunyikan apapun dariku, jadi katakan sekarang! Sebelum aku mencaritahu sendiri." Suara Devian yang terkesan bening dan datar tak menampakkan kalau pria itu sedang naik emosinya.

Devera menghela nafas sebelum akhirnya wanita itu mengatakan sesuatu. "Paman Thomas, aku masih tidak percaya ia melakukan ini kepada kita." Ucap Devera, wajahnya berangsur sedih. Rahang Devian mengeras namun wajahnya tetap sama datarnya seperti sebelumnya.

"Biarkan aku yang mengatasinya. Kau kembalilah ke Istana." Pinta Devian. Devera menghela nafas sebelum akhirnya membalikkan badan dan pergi di iringi dengan beberapa kepala keluarga. Sekalipun dia seorang Lord? Dia tidak bisa menentang apapun yang di ucapkan oleh Devian.

Sebelum Devera seakan menghilang di balik pintu? Ia menoleh dan menatap Rachel penuh arti. "Apakah...Aku tidak boleh membawa serta dirinya?" Tanya Devera sembari menatap Devian penuh harap.

"Untuk apa?" Ekspresi Devian yang pias berubah menjadi bingung. Itu cukup membuat Deverra tersenyum, sepertinya ia merasakan sesuatu.

"Kenapa kau bertanya untuk apa? Dia adalah manusia, apa kau akan melibatkannya dalam pertarungan? Bukannya kau sangat tidak suka siapapun melukai manusia?" Skak mat. Devian membisu, kemudian menghela nafas menatap Deverra dengan ekspresi datarnya. Seketika Devera terlihat geli dan berusaha menahan tawanya.

"Aku akan bersamanya." Ucap Rachel dengan ragu sembari menatap penuh permohonan kepada Devian. Agar pria itu mau membawanya pergi, ada senyum kecil terukir dari bibir Devian namun tak seorang pun dapat menangkapnya.

"Baiklah, jika itu keputusanmu." Ucap Devera sembari tersenyum penuh arti. Kemudian wanita itu menghilang dibalik pintu tanpa meninggalkan bekas.

"Albert..." Panggil Devian kepada pengawal setianya.

"Iya tuan ku..." Jawab Albert

"Kau sudah siap?" Albert mengangguk. " Berusahalah untuk tidak terluka." Ucap Devian menatap albert lembut yang seketika membuat mata Rachel berbinar. Pria ini memiliki kepedulian yang begitu tinggi, batin Rachel yang tanpa sadar membuatnya menyunggingkan senyum penuh kekaguman.

Albert membalas tatapan lembut tuannya, kemudian pria itu berjalan mendekati Rachel membuat gadis itu seketika waspada.

"Apa maumu?" Rachel berjalan mundur berusaha menghindari Albert yang semakin mendekat. Rachel harus berhenti saat bahunya membentur tembok castle. SHIT! Rachel mengumpat dalam hati karena ia tidak bisa melarikan diri lagi. tanpa Rachel duga Albert membungkukkan badan dan mengulurkan tangannya dengan sopan. Dan...dapat kalian tebak seperti apa reaksi gadis itu? Tercengang dengan mulut mengaga. Devian masih mengawasinya dengan mengangkat sedikit sudut bibirnya.

"Mari nona, ikut bersamaku." Ucap Albert dengan nada penghormatan yang membuat kesadaran Rachel kembali setelah berkelana di dimensi fikiran semunya, mengarahkan pandangannya pada sosok Devian yang entah sejak kapan sudah berdiri diambang pintu. Pria itu seolah mengerti dengan keraguan Rachel. Devian menganggukkan kepalanya beberapa kali. Memberikan isyarat pada gadis itu untuk mempercayai Albert.

Berlahan namun pasti, Rachel mengulurkan tangannya pada Albert dan dengan sentuhan lembut Albert meraih tangan Rachel. Rachel berjalan mengikuti langkah Albert dengan hati-hati untuk berjalan mendekati Devian. Pada akhirnya mereka berjalan bersama dengan Rachel berada diantara mereka.

"Jangan lepaskan genggaman tangannya. Sebentar lagi kita akan sampai." WHAT? Sampai? Bukankah semenjak tadi kita hanya berjalan lamban seperti keong? Kalau ingin sampai setidaknya jika itu di Irisdania kau harus menggunakan 'Cosmos' kendaraan yang sangat diandalkan disana. Batin Rachel dengan sejuta tanda tanya dalam benaknya.

CLING

Sebuah lubang bercahaya putih mengkilau dengan diameter 50 cm muncul cukup mengejutkan Rachel. What happen? Rachel melirik kedua makluk disampingnya secara bergantian seolah mempertanyakan benda aneh yang muncul dihadapannya. Kedua orang itu hanya tersenyum, sembari mendorong berlahan tubuh Rachel bersamaan.

BLUSH

Mereka memasuki lubang bercahaya itu dan berakhir disini, sebuah padang safana yang membentang luas. Rachel terkesima, ditempatnya ia tinggal tidak pernah ada tempat seindah ini. Disana hanya ada berjuta benda terbuat dari baja, meskipun terlihat begitu indah dengan berbagai model dan pernak-pernik namun tak ada yang mampu mengalahkan ciptaan sang maha kuasa. Kalau seandainya bumi masih seindah dulu? Mungkin saja manusia akan tetap memilih untuk tinggal disana.

Sekelabet bayangan seolah hadir dan lenyap dalam hitungan detik, membuat Rachel kembali pada alam sadarnya. Albert berubah menjadi sedikit waspada dengan pandangan menajam. Devian masih terlihat tenang dan teduh.

BLASH

"Tuan..." Teriakan Albert sembari dengan cepat menangkis pedang yang hendak menebas tubuh Devian. Membuat Rachel sadar akan satu hal, bahwa mereka telah diserang!

"Beraninya kau!" Suara Albert menunjukkan bagaimana emosinya saat ini. Rachel masih mematung dengan rasa kekagumannya. Rachel sudah mempelajari ilmu pedang selama sisa hidupnya, namun ia tidak bisa menyerang secepat itu? Meskipun jika harus menggunakan cosmos. Seketika Rachel tergidik, makhluk macam apa mereka sebenarnya? Pertanyaan itu muncul lagi di benak Rachel.

Dia adalah seorang pria seusia dengan Rachel, rambut hitam lurus, mata biru dan tubuh ramping. Cukup menawan namun tak mampu mengalahkan pesona seorang Devian Archer menurut Rachel.

TAK

Albert mematahkan pedang itu dengan mudah. Ekspresinya bertambah murung ketika ia melihat dengan seksama pria yang menyerang tuannya. Sekali lagi, itu cukup mengejutkan untuk Rachel. Di dunianya, ia bisa mematahkan sebuah pedang dengan senjata seperti sebuah laser panas yang sering mereka sebut 'Fox'

"Kau? Beraninya kaum rendahan sepertimu menyerang tuanku?" Satu tangan Albert meraih leher pria penyerang itu dan mengangkatnya cukup tinggi.

"Katakan siapa kau? Dari keluarga mana?" Suara Albert begitu lantang dan menggema.

"La-r-ry..." Ucapnya terbatah-batah.

"Tidak seharusnya kau menyerang seorang anak kecil." Pandangan Albert dan Rachel teralih pada sosok jangkung dengan juba warna hitamnya. Devian masih tak menunjukkan banyak pergerakan.

"George Larry...Apa kau sudah melupakanku?" Ada senyum tipis yang tersirat pada bibir Albert dan pria jangkung itu seolah berfikir? Berusaha mengingat mungkin?

BUK

Albert menjatuhkan pria remaja itu begitu saja. Rachel mengkirutkan keningnya berusaha untuk mengerti tentang apa yang terjadi sekarang.

"Albert? Kau kah itu?" Mata George membulat sempurna, menunjukkan kesan keterkejutan namun tatapannya terlihat berbinar.

"Jika kau ada disini maka Lord..." Ucapan George terputus ketika ia menangkap sosok bayangan Devian yang memunggunginya. Ekspresi tercengang itulah yang mampu Rachel tangkap dari sosok pria jangkung yang terlihat begitu menakutkan beberapa menit yang lalu. Seketika Rachel menatap Devian, sebenarnya siapa pria yang nampak teduh dan tenang ini? Kenapa semua orang seolah takut dan merasa senang dengan kehadirannya? Termasuk diri Rachel saat ini. Gadis itu merasa nyaman berada disekeliling pria ini.

"Lord Devian...Apakah itu anda?" George menatap Devian dengan penasaran, ekspresi keterkejutannya nampak diiring dengan membungkuk penuh penghormatan. Devian membalikkan badannya dengan tenang. Devian tersenyum kembali dan seketika membuat hati Rachel berbunga-bunga.

"Kau terlihat kelelahan George." Devian dengan tenang seperti biasanya. George menampakkan ekspresi bersalahnya.

"Maafkan kami Lord...Keluarga Larry yang sudah sangat di percaya untuk menjaga keutuhan Phatasia tidak mampu mengatasi penyusup untuk masuk ke negeri kita." Phatasia? Jadi nama negeri yang subur dan indah ini adalah Phatasia? Rachel mulai mengerti dengan dunia yang ada disekelilingnya sekarang. Devian berangsur pias kembali, tatapannya menerawang seolah-olah ia sedang berada di dimensi lain.

"Lebih baik kembalilah ke istana." Ucapan Devian cukup mengejutkan Rachel, Albert dan George. Mereka tak mengerti, disaat perbatasan dengan mudahnya dapat ditembus dan seharusnya mereka segera mencari penyusup itu, namun Devian malah menyuruh George untuk ke istana? Secara tidak langsung Devian menyuruh George untuk mundur.

"Tuan..." Albert seolah ingin mengatakan sesuatu, namun Devian memberikan kode dengan tatapannya yang membuat Albert terdiam.

"Lindungi Lord Devera dan pastikan mereka tidak sampai masuk istana." Perkataan terakhir Devian seolah menjelaskan semuanya. Rachel melihat tidak ada ekspresi penasaran lagi dari kedua pria itu. Mereka seolah menyetujui perintah Devian, berbanding terbalik dengan yang terjadi beberapa menit lalu saat mereka mempertanyakan keputusan Devian. Kembali Rachel memandang Devian penuh tanya? Apa dia juga bisa melihat masa depan? Sungguh, itu sangat mustahil. Irisdania adalah puncak dari segala peradapan dimana kemajuan teknologi merupakan sesuatu yang melekat dikehidupan masyarakatnya, namun tak ada satu pun alat yang dapat melihat masa depan? Bahkan sebuah lorong waktu seperti yang tadi Rachel lewati. Tidak ada hal semacam itu di Irisdania.

"Baik Lord." George pun membungkuk memberikan hormat kepada Devian. Lord? Kenapa mereka selalu mengatakan itu? Apa Devian salah satu pemimpin diantara mereka? Rachel berfikir keras dan tanpa ia sadari Devian memperhatikanya sembari sedikit menyunggingkan senyumnya.

"Kami pergi." George membungkuk bersama pria tadi yang terlihat seperti putranya, mungkin. Devian mengangguk dan tatapannya melembut kembali dan itu juga tidak lepas dari pengamatan Rachel. Setiap sikap Devian yang lembut membuat Rachel merasa perasaan aneh yang tak mampu ia pahami dengan logikanya.

Rachel tercengang untuk kesekian kalinya ketika George pergi dengan menerbangkan dirinya diudara. Rachel berusaha melihatnya dengan cermat, apakah pria itu menggunakan alat semacam 'Cosmos' miliknya? Tapi Rachel tidak menemukan satu pun yang membuat ia mengambil kesimpulan bahwa pria itu memakai sebuah alat. Rachel hanya mampu melihat kilauan pedang yang tertancap pada sebuah tombak yang selalu pria itu bawah yang semakin lama semakin mengecil dan berkilap seperti bintang di siang hari yang terik.

"Tuan, apa yang harus hamba lakukan?" Ucapan Albert mengalihkan perhatian Rachel. Ia menunggu reaksi Devian.

"Kita harus menunggunya disini." Wajah Devian berubah pias kembali. Rachel terasa seperti seorang psikolog yang berusaha untuk mengetahui watak seorang Devian Archer. Kalau di Irisdania para psikolog tidak harus repot-repot untuk menganalisa pasiennya karena dengan sebuah alat yang disebut 'Psilogpad' yang serupa dengan kapsul seukuran lebih besar dari manusia dengan memasukkan orang itu kedalamnya, tidak lebih dari 5 menit kalian akan mendapatkan laporan dari layar 3D yang akan berbentuk wujud orang itu beserta hasil analisanya.

"Ayo ikuti aku." Devian mengenggam tangan Rachel yang seketika membuatnya kikuk. Rachel terus memperhatikan genggaman tangannya bersama Devian dan perasaannya yang seolah-olah ingin terbang.

Ternyata Devian membawa Rachel untuk berteduh dibawah sebuah pohon oak yang rimbun. Devian menaruh sebuah syal warna putih senada dengan kemejanya yang melilit dibagian lehernya diatas rerumputan. Albert menghampiri tuannya dengan bingung.

"Tuan, apa yang anda lakukan?" Devian menoleh dan menampakkan senyum di bibirnya.

"Ini untuk dia. Agar kau tak kelelahan." Kata Devian sembari melihat Rachel dan Albert bergantian.

"Tapi Tuan, kenapa harus anda yang melakukannya?" Nampak raut wajah bersalah dari Albert karena itu adalah tugasnya, seharusnya ia lebih peka. Devian menepuk bahu Albert, seolah mengerti apa yang sedang difikirkan oleh Albert.

Rachel masih tercengang dan bingung. Semua orang didunia ini yang disebut Phatasia begitu menghormatinya dan menyeganinya, dalam beberapa jam saja Rachel dapat melihat banyak hal yang pria ini lakukan dan Rachel tidak melihat gelagat yang meragukan.

Setiap kali hal positif yang Devian lakukan selalu membuat hati Rachel berdebar tak menentu. Apa lagi saat ini? Pria itu bahkan rela menggunakan syal putih nan bersih itu untuk Rachel duduki? Sungguh tidak pernah Rachel duga.

Seketika timbul gejolak lagi didalam pemikiran Rachel. Haruskan ia masih berfikiran bahwa pria dihadapannya ini adalah pembunuh orang tuanya? Sungguh Rachel masih penasaran apa semua perkataan Devian itu benar adanya? Atau hanya sebuah jebakan untuknya? Tidak mudah bagi Rachel untuk mempercayai seseorang untuk saat ini. Semua hal yang terjadi kepadanya dan setiap misteri yang selalu menyelimutinya, membuatnya benar-benar harus mewaspadai siapapun! Tapi, entah mengapa untuk satu orang ini selalu menjadi pengecualian di hati dan fikiran Rachel. Mungkinkah ia harus mempercayai Devian sepenuhnya?

"Duduklah..." Cepat dan lembut. Devian menarik Rachel untuk duduk diatas syalnya. Rachel masih terdiam dan belum kembali kealam sadarnya. Ia terkejut ketika ia menyadari beberapa daun pohon oak berguguran dan ia tidak menemukan keberadaan Devian setelah ia mengedarkan pandangannya. Hanya tatapan tajam dari seorang Albert yang seketika membuat Rachel memutus kontak matanya dan lebih memilih menundukkan kepalanya tanpa mau bertanya tentang keberadaan Devian.

Albert seolah mengerti apa yang Rachel fikirkan. "Tuan akan segera kembali dan aku berharap kau lebih baik kepadanya." Rachel mendongakkan kepalanya dan menatap Albert penuh tanya.

"Tuan tidak pernah berinteraksi dengan manusia dan kau yang pertama. Ku rasa Tuan ingin kau terus berada disisinya. Percayalah bahwa dia adalah seseorang yang mulia, adil dan bijaksana. Tuan berusaha untuk menjaga alam semesta dan memberikan hukuman bagi siapapun yang membuat alam semesta goyah." Ini pertama kalinya Albert berbicara cukup panjang, seolah pria itu mengetahui kegundahan Rachel. Rachel menghela nafas sambil berfikir keras.

"Aku hanya ingin tau siapa yang membunuh orang tuaku?" Lirihnya dengan wajah penuh kesedihan. Ia harus segera menemukan semua yang menjadi misteri dalam hidupnya, terutama kematian kedua orang tua kandungnya.

"Aku datang kesini untuk itu. Dengan dugaan bahwa Tuanmu lah yang telah membunuh kedua orang tua ku. Aku tidak tau apa yang dikatakan Tuanmu itu benar atau tidak? Semua itu terasa begitu ambigu dan setiap kejadian aneh dalam hidupku begitu membingungkan. Jika pada akhirnya Tuanmu bukan pembunuh kedua orang tuaku? Lalu untuk apa aku disini? Aku sudah berjalan terlalu jauh meninggalkan negeriku Irisdania dan aku tidak bisa mundur lagi. Aku ingin menemukannya segera, siapapun dia yang membunuh kedua orang tua ku dan untuk alasan apa?" Entah kenapa gadis ini menjadi terlalu banyak bicara dihadapan seorang Albert.

"Apa kau ingin kembali?" Devian kembali hadir diantara mereka berdua yang seketika membuat Rachel cukup terkejut. Pria ini benar-benar seperti hantu menurutnya dan suka sekali mengagetkannya. Sementara Albert diam dengan tenang sambil mengamati keduanya, seolah sudah terbiasa dengan kebiasaan Devian.

"Iya, sepertinya aku harus segera kembali ke Irisdania." Ucap Rachel sembari menunduk, entah mengapa tiba-tiba saja ia tidak sanggup menatap mata biru nan indah milik Devian. Ada perasaan bersalah yang tiba-tiba menjalar didalam hatinya setelah ia mendengarkan penjelasan Albert. Rachel sungguh masih bingung dengan siapa sebenarnya Devian dan Albert? Mereka bukan manusia? Bukan pula mutan? Belum lagi semua keanehan tempat ini yang disebut-sebut sebagai Phatasia karena yang selama ini ia tahu Irisdania adalah dunia baru setelah bumi dan sekarang ada dunia lain selain Irisdania? Ah, Rachel merasa kepalanya seolah akan meledak.

"Albert kembalikan dia ketempat asalnya." Perintah Devian dengan nada tenang dan datarnya seperti biasa.

"Tapi Tuan..."

"Lakukan perintahku." Devian memotong perkataan Albert membuatnya menghela nafas. Albert sangat tahu apa yang menjadi keinginan Tuannya. Devian sangat ingin Rachel tetap berada disisinya, namun ia tidak ingin memaksa gadis itu.

"Baiklah Tuan." Rachel dapat mendengar helaan nafas Albert. Sebenarnya kenapa dengan mereka berdua? Kenapa Albert seolah ingin menolak perintah Devian? Itu cukup membuat Rachel terus berfikir dan menduga-duga.

"Mari nona..." Panggilan Albert membuat Rachel mendongakkan kepalanya. Ia segera bangkit dari posisi duduknya dan menggapai tangan Albert yang sudah ia ulurkan.

"Aku akan mengantarmu ketempat temanmu berada." Imbuh Albert yang segera mendapatkan anggukan oleh Rachel. Sepintas Rachel memandang Devian yang memunggunginya, ingin Rachel mengatakan sesuatu kepada pria itu, namun entah mengapa rasanya cukup susah untuk mengatakannya.

"A-aku pergi." Pada akhirnya hanya kata itu yang mampu Rachel ucapkan dan tak ada reaksi apapun dari Devian. Segera Albert merangkul Rachel, sepertinya gadis itu akan ia bawa sama seperti saat Albert membawa Jeremy pergi meninggalkan castil.

Rachel masih saja tak melepaskan pandangannya dari Devian yang tidak menunjukkan banyak pergerakan. Entah mengapa? Ia merasakan perasaan aneh, perasaan sedih yang cukup kentara. Ia menginginkan terus dapat melihatnya kembali, melihat pria itu. Dapatkan suatu saat mereka bertemu kembali? Hanya pertanyaan itu yang memenuhi fikiran Rachel untuk saat ini. Ia juga tidak habis fikir kenapa harus memiliki pemikiran semacam itu?

-Tbc-

Setelah sebelumnya bingung ini cerita mau Author lanjutkan atau kagak?
Dan jawabannya sudah terilis disinikan? Gua lanjutin haha :V
Tolong ya jika kalian suka Vote dan komen
Selalu Author tunggu Krisannya ^^
Sekian terima vote u.u



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top