L'amour est un oiseau rebelle ('Carmen')

[Jadi, ada apa dengan cowok misterius itu? Bukan orang mesum atau pencuri, kan?]

"Nah, itu yang masih kami perdebatkan." Hyunseo merujuk pada dirinya dan kawan-kawannya yang lain yang membahas si misterius; Kyunghee tentu saja malas melibatkan diri bergosip. "Dia sebenarnya petugas kebersihan yang cukup rajin dan ramah, tetapi mengapa tiba-tiba ada tukang bersih-bersih yang masih muda dan tinggi-besar begitu di antara para kakek? Menurut Eonni bagai—oh, ya, kau kan sedang tidak bisa bicara."

Jemari Haneul, untungnya, cukup cepat mengetik.

[Tidak ada masalah dengan cowok itu, aku yakin. Kau berlebihan melihat situasinya, Hyunseo-ya.]

"Tapi, Eonni, kalau kau lihat langsung orangnya, kau pasti akan merasa curiga juga." Hyunseo membela diri. "Dia bukan tipe 'cowok bunga', sih, tetapi kulitnya lumayan bersih. Beda betul dengan para petugas kebersihan yang biasanya tidak perawatan. Cowok semuda dan sebersih itu bukannya mestinya tersangkut di kait pencari bakat?"

"Kaupikir dia sampah dan pencari bakat itu pemulung?" tanya Kyunghee—yang langsung diangguki Haneul berkali-kali. "Ya, bisa saja memang dia kurang beruntung dan mau mengerjakan apa pun asalkan legal. Mungkin dia anak tunggal—atau malah orang tua tunggal dengan anak kecil? Wah, kalau dipikirkan begitu, dia memesona juga, ya?"

[Kau juga, Kyunghee-ya?] Haneul menunjukkan ketikannya di ponsel sambil melotot, lalu menggeleng-geleng lagi. Kyunghee tertawa santai sebelum menggigit roti dan membalas dengan mulut penuh—yang bahkan tidak repot-repot ditabiri telapak tangan.

"Cowok yang berjuang untuk apa pun—atau siapa pun—itu keren, tahu, Eonni. Bukan cuma cowok, kaum kita juga. Kau setuju denganku, kan?"

Kyunghee punya poin di situ, maka Haneul tidak mengetik untuk melawan lagi. Alih-alih, ia bertanya yang mana petugas kebersihan yang dimaksud.

"Hm .... Dia pernah terlihat di beberapa titik di akademi, tetapi satu temanku bilang sering melihatnya ke jurusan musik." Hyunseo tertegun. "Bodohnya aku. Haneul-eonni kan siswa musik? Kau tidak pernah melihat petugas kebersihan seperti yang kuceritakan?"

Haneul menggeleng jujur. Sosok yang menyita perhatian begitu—walaupun kata Hyunseo bukan 'cowok bunga'—sudah pasti akan menyita perhatiannya juga.

[Mungkin karena belakangan aku lebih sering rekaman daripada di akademi, aku jadi tidak melihatnya?]

"Masuk akal juga," angguk Kyunghee sebelum mengernyit. "Tunggu, kaubilang dia sering ada di jurusan musik? Masa, sih ... stalker seorang siswa di sana?"

Meskipun tahu ide Kyunghee konyol, Haneul masih merinding. Di mana pun, yang namanya penguntit tidak pernah jadi 'masalah kecil'. Membayangkan kriminal seperti itu mengikuti seseorang di jurusannya—bahkan mungkin menyasar dirinya—tentu saja membuat bulu kuduk berdiri.

Haneul cepat-cepat mengetikkan penyanggahan.

[Anak perempuan jurusan musik jarang yang cantik dan modis. Masa mereka dijadikan target stalking?]

Kyunghee membaca ketikan itu, lalu memandang Haneul beberapa saat dan membuatnya jengah. Senyum jahil yang terkembang di bibir Kyunghee kemudian memperparah paranoia Haneul.

"Eonni, kau itu cantik, lo," ucap Kyunghee, yang bagi Haneul terdengar seperti 'kau bisa jadi target stalking, lo'.

"Mustahil aku jadi target stalking!" Tidak tahan, Haneul pun bersuara alih-alih mengetik seperti sebelumnya. "Aku sungguh tidak pernah melihat petugas kebersihan yang seperti itu di jurusan musik. Untuk membuktikannya, kalian tunggu aku sampai selesai kelas petang nanti di gedung musik. Cari sendiri petugas kebersihan misterius itu, pasti tak ketemu!"

Aslinya, Haneul hanya ingin ditemani pulang untuk memastikan dirinya aman sampai asrama nanti.

"E—h?" Kyunghee merengek, padahal dialah dalang yang menakut-nakuti Haneul. "Tapi, aku—"

"Aku mau!" sahut Hyunseo antusias, membuatnya dipelototi Kyunghee yang rencana istirahatnya gagal total. "Kalau memang benar kata temanku bahwa si petugas kebersihan sering berada di gedung musik, aku akan menghadangnya, lalu bertanya siapa namanya dan mengorek latar belakangnya!"

"Bisa bahaya kalau itu sampai ketahuan pacarmu, Hyunseo-ya." Lagi pula, aku tidak siap malu di depan orang asing gara-gara punya teman liar sepertinya, tambah Haneul dalam hati. "Aku cuma mau kalian menungguku—maksudku, mengamati apakah orang itu benar-benar ada di jurusanku. Kalau ada, pastikan dia cuma mengerjakan tugasnya tanpa benar-benar berlaku 'mencurigakan'."

"Kalau begitu, sudah diputuskan!" Hyunseo bangkit, berlawanan dengan Kyunghee yang merosot malas seperti segumpal lilin cair. "Tidak usah menunggu lagi, sekarang juga kita akan ke gedung musik!"

***

Kelas akting lanjutan dimulai pukul setengah enam petang. Setelah dipotong 'kunjungan' ke Gedung Seni Rupa dan perjalanan ke Gedung Musik, Haneul punya sejam lagi waktu luang untuk main detektif bersama Hyunseo dan Kyunghee—yang meskipun malas tetap diseret-seret sahabatnya. Hyunseo dan Kyunghee sendiri bisa berkeliling lebih lama karena mereka tidak mengikuti kelas Haneul.

Selama 45 menit pertama, Haneul, Hyunseo, dan Kyunghee tidak mendapatkan apa-apa. Sisa 15 menit. Haneul pun berdiri dari tempat duduknya selama lima menit terakhir di taman Gedung Musik.

"Baiklah, sekarang waktunya aku bersiap untuk kelas," katanya sambil tersenyum lega. "Lihat? Tidak ada cowok misterius siapalah itu selama kita di sini. Aku yakin sampai kelasku selesai nanti juga tidak akan ada."

"Aku sependapat, Eonni." Kyunghee ikut berdiri, tetapi Hyunseo dengan kuat menariknya sampai terduduk lagi di bangku taman.

"Kami akan menemukannya! Setelah kau kelas, kami akan berkeliling lagi!"

Kyunghee kembali merengek. "Hyunseo-ya, ini sudah petang. Mana ada petugas kebersihan yang—"

"Kim Haneul-ssi!"

Yang dipanggil terpaku. Haneul kenal betul suara ini walaupun belum lama mendengarnya, walaupun si empunya suara memanggilnya dengan –ssi alih-alih –nangja seperti sebelumnya. Ia merasakan kehadiran itu bergerak mendekat, maka tanpa menoleh, ia berpamitan pada Kyunghee dan Hyunseo.

"Aku ke kelas dulu, keburu telat, gurunya galak! Dah!"

"Eonni, tunggu dulu!" Tumben sekali Kyunghee dan Hyunseo sejalan, sama-sama berusaha meraih tangan Haneul yang—untungnya bagi Haneul—tak teraih. Si gadis penyanyi berlari lebih cepat dari seharusnya, padahal dosen kelas akting lanjutan tidak se-killer itu untuk membuatnya tergesa-gesa. Dia hanya tahu harus menghindari pemanggilnya—atau Kyunghee dan Hyunseo akan mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan.

Namun, setelah duduk tenang di kursinya dalam kelas akting, Haneul pun merenung.

Memangnya mengapa kalau Kyunghee dan Hyunseo bertanya tentang Yushin-ssi? Dia toh bukan orang jahat yang harus diwaspadai ....

***

"Yah, dia kabur! Padahal mau kuinterogasi!" Kyunghee berdecak kesal, lalu berbalik pada seorang pemuda jangkung berseragam petugas kebersihan yang membuat Hyunseo terpana. Pemuda itu pula yang tadi memanggil Haneul hingga si gadis panik.

"Jadi," tanpa tedeng aling-aling, Kyunghee bertanya, "Anda ini kenalannya Haneul-eonni atau bagaimana, ya? Mengapa Eonni sampai kabur mendengar Anda memanggilnya? Tolong jangan jahat pada Eonni; dia terlalu penakut untuk membela dirinya sendiri."

"Saya sungguh tidak bermaksud demikian. Maafkan saya." Si petugas kebersihan membungkuk santun penuh sesal. "Saya Im Yushin. Saya adalah orang yang Kim Haneul-ssi tolong di atap akademi."

Kontan Kyunghee dan Hyunseo membulatkan mata mereka, lalu berujar bersamaan, "Itu Anda? Orang yang jatuh dari langit itu?"

Yushin meringis. "Saya bahkan tidak ingat kejadiannya, tetapi demikianlah orang-orang menceritakan pada saya. Luka yang saya dapat waktu itu sangat parah; barangkali Kim Haneul-ssi ketakutan karena melihat saya mengingatkannya akan kejadian mengerikan itu. Namun, saya hanya ingin menyampaikan terima kasih kepadanya."

Kyunghee manggut-manggut. "Ingin mengucapkan terima kasih sampai melamar jadi petugas kebersihan segala?" tanyanya sambil berjalan mengitari Yushin dengan tatapan menyelidik. "Menarik."

"Sayangnya, hanya ini pekerjaan yang bisa saya dapatkan dengan ingatan pas-pasan." Tatapan Yushin mengikuti Kyunghee dengan tidak nyaman. "Kecelakaan itu membuat saya hilang ingatan; keluarga asli saya pun masih belum ditemukan. Untungnya seorang dokter dari rumah sakit memberi saya jaminan hidup sementara, tetapi saya tentu tidak bisa bergantung dari itu terus-terusan."

"Tapi, kalau memang Anda sampai melamar kerja di sini untuk berterima kasih pada Haneul-eonni, menurut saya itu hebat sekali! Kami bisa membantu, kok!" Hyunseo, seperti biasa jika melihat potensi kisah asmara, jadi berbunga-bunga. "Kami tahu di mana dia biasa mengambil kelas."

Wajah Yushin berbinar. "Benarkah?"

Hyunseo mengangguk. "Tapi, Anda bisa membantu saya menemukan seseorang dulu? Dia petugas kebersihan juga, badannya tinggi, tapi tidak lebih tinggi dari Anda, dan berwajah kecil. Anda mengenalnya?"

Kyunghee terkejut dan berpaling pada Hyunseo. "Kukira dia yang kaumaksud?" bisiknya sambil melirik Yushin.

"Bukan. Aku malah baru tahu kalau ada dua petugas kebersihan yang masih muda," balas Hyunseo sebelum melanjutkan negosiasinya. "Jadi, bagaimana? Anda tahu orangnya?"

"Tentu." Yushin menunjuk sekelompok petugas kebersihan tua yang tengah mengangkuti sampah dari tempat sampah besar; beberapa di antaranya duduk-duduk saja sambil mengobrol. "Jika yang Anda maksud Pak Shim Seunwoong, dia yang duduk di tengah, yang hampir ompong."

"Bukan!" Tak repot-repot melihat ke arah para kakek berseragam, Kyunghee dan Hyunseo langsung menyangkal. Kyunghee meneruskan dengan menggebu-gebu, tumben mendahului Hyunseo. "Orangnya masih muda, Yushin-ssi, kira-kira—sebaya Anda?"

Kyunghee melirik Hyunseo dan gadis yang lebih jangkung segera mengangguk, mengonfirmasi. Yushin mengerjap cepat, tampak bingung.

"Ada seorang sebaya saya bekerja sebagai petugas di sini?"

Kyunghee dan Hyunseo bertukar tatap, sepemikiran, terlebih ketika seorang dari petugas berseragam itu memanggil Yushin dengan akrab dari jauh, bertanya apa tugasnya sudah selesai.

"Sebentar lagi, P Yoon!" seru Yushin sambil tersenyum, menguatkan dugaan kedua siswi di depannya.

Petugas yang satu lagi itu tidak dikenal petugas kebersihan yang ini, padahal bukankah sesama petugas kebersihan mestinya saling mengenal? Petugas yang asing itu pasti orang berbahaya!

"Maaf, tetapi saya harus lanjut menyapu. Saya tidak mengenal orang yang Anda berdua maksud, coba ditanyakan saja pada para petugas kebersihan di sana. Jika Anda keberatan, saya bisa coba menanyakannya nanti." Yushin mengarahkan dengan santun ketika mengambil sapu lidi gagang panjangnya kembali, tetapi Hyunseo tergagap-gagap menolak.

"Kami akan segera pergi ke gedung kuliah Haneul-eonni. Terima kasih atas bantuannya!"

"Oh, hampir saja lupa." Yushin lantas menagih janjinya karena sudah membantu gadis-gadis itu. "Ruang kuliah Kim Haneul-ssi di mana, ya? Saya akan menemui beliau sehabis kerja."

Kyunghee dan Hyunseo saling melirik, lalu berbisik-bisik sangat lirih antara mereka sendiri, membuat Yushin menunggu. Saat itulah, tanpa sepengetahuan dua gadis, tatapan Yushin menajam, berpaling ke salah satu gedung—yang membuat dua siswi semakin panik.

"Padahal belum diberitahu, tapi kok orang ini tahu gedung kuliah Haneul-eonni di sebelah sana?"

"Jadi, mana yang lebih berbahaya di antara mereka berdua?"

***

Carmen merupakan opera yang diadaptasi komposer Perancis abad 19, Bizet, dari sebuah novela yang juga berbahasa Prancis, tetapi berlatar di Spanyol. Tokoh titularnya adalah seorang wanita perayu yang mudah berpindah hati, meninggalkan jejak menyakitkan untuk pria-pria yang ditinggalkannya. Aria yang paling terkenal dari opera ini adalah Habanera—'tarian dari Havana'—yang judul aslinya dalam bahasa Perancis cukup panjang: L'amour est un oiseau rebelle'cinta adalah seekor burung pemberontak'. Lagu ini merupakan lagu entri Carmen, dinyanyikannya untuk menggoda para prajurit dari Seville yang sedang berjaga dekat pabrik rokok tempatnya bekerja. Liriknya pas sekali dengan kepribadiannya yang bagai seekor burung, bebas hinggap di ranting mana pun.

Haneul sudah pernah membawakan berbagai macam karakter di kelas akting, mulai yang serapuh dan selugu Putri Pamina hingga penguasa manipulatif semacam Queen of the Night, keduanya dari opera Mozart, The Magic Flute. Namun, tokoh penggoda yang narsisistik seperti Carmen selalu menjadi tantangan tersendiri baginya.

"L'amour est un oiseau rebelle

Que nul ne peut apprivoiser

Et c'est bien en vain qu'on l'appelle

S'il lui convient de refuser."

Berbeda dengan ilusi yang diciptakan opera tentang seni eksklusif kaum borjuis, Carmen adalah perempuan gipsi yang liar, yang tidak ragu duduk mengangkang dengan satu siku ditumpukan ke lutut, dikelilingi wanita-wanita perokok. Jika bukan untuk Carmen, Haneul mungkin tak akan duduk dengan kedua kaki terbuka, lalu tersenyum dan melayangkan pandangan tak senonoh pada para laki-laki yang lebih muda darinya—siswa-siswa semester empat!—di depan banyak penonton. Wajahnya memanas ketika bangkit dan menyentuh dada seorang siswa yang berperan sebagai pegawai pabrik rokok.

"L'amour est enfant de bohême

Il n'a jamais, jamais connu de loi

Si tu ne m'aimes pas, je t'aime

Si je t'aime prends garde à toi."

Begitu sulit menyanyikan lagu yang bahasa aslinya bukan bahasa ibu Haneul, apalagi menyanyinya sambil menggoda adik kelas. Namun, karena ini bukan kali pertama Haneul mengambil kelas ekstra akting lanjutan, ia jadi terbiasa, bahkan terpicu untuk menyempurnakan aktingnya, apa pun peran yang disodorkan. Ia tidak membiarkan satu selip nada atau pengucapan mengganggu; Carmen adalah pecinta yang tidak mau dikekang aturan semacam itu. Haneul menerima bunga mawar yang disodorkan dengan gemetaran oleh si adik kelas—hanya untuk membelaikan mahkota bunga mawar itu ke pakaian adik kelas lainnya, yang berperan sebagai prajurit Seville.

"L'amour! L'amour! L'amour! L'amour!"

Baru hendak beranjak dari kata 'cinta' yang diserukannya berkali-kali, Haneul merasakan denyutan di punggungnya, membuatnya kehilangan tempo sejenak karena kesakitan. Para siswa dan guru di kelas itu menjadi khawatir oleh memanjangnya jeda ini, tetapi Haneul menghela napasnya dalam-dalam dan kembali bernyanyi. Carmen seorang wanita gipsi; bernyanyi seperti apa pun tak masalah untuknya, bahkan ketika helaan napasnya terdengar jelas oleh kerumunan. Inilah detail yang perlu diketahui siswa kelas akting lanjutan dalam pendalaman karakter—sekaligus teknik yang melindungi Haneul dari rasa sakitnya.

Sepertinya laguku benar-benar berefek menyembuhkan, bahkan untuk diriku sendiri, tetapi punggungku tetap terasa berat. Haneul lantas menyadari sesuatu. Masa, sih, potongan sayap Baek Harin? Kalau begitu, aku harus bernyanyi semaksimal mungkin! []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top