9
Sesuai dugaan Haneul, sebuah benda bercahaya dengan bentuk tak beraturan yang hanya bisa dilihat orang-orang tertentu melesat ke kelasnya, hendak menghampiri potongan sayap terbesar dalam tubuh Haneul. Sayangnya, sebelum mencapai potongan sayap tersebut, ia sudah dihadang sebilah pedang dengan gagang bulat berhiaskan sayap emas. Sayap itu akan terbelah andai tidak berhenti tepat waktu.
"Ingin kembali menyatu pada serpihanmu, huh? Tidak secepat itu!"
Seorang pria muda berseragam petugas kebersihan menghadang potongan sayap dengan pedang emas yang berkilau bersama sayapnya. Dia tahu kelas Haneul adalah satu-satunya kelas yang terjadwal malam ini, hasil pengamatannya selama beberapa hari terakhir. Informasi itu dimanfaatkannya sebaik mungkin–untuk merebut potongan sayap Haneul dan mencederai pemiliknya.
Seakan memiliki akal, potongan sayap Haneul mencoba menghindari hadangan pedang, tetapi ia dihadang lagi. Petugas kebersihan di hadapannya mengulurkan tangan, hendak mencengkeramnya dengan seringai bengis di wajah.
"Bukan pada gadis bodoh itu kau akan pulang ...."
Namun, sebelum sempat meraih serpihan sayap, petugas kebersihan itu berpaling ke belakang. Tepat waktu, ia menegakkan pedangnya di depan tubuh, melindungi diri dari Yushin dan pedangnya, Cheonryeonggeom.
"Bukan padamu juga sayap itu harus kembali, Lim Yunhyeong!"
Petugas kebersihan misterius yang Yushin panggil 'Lim Yunhyeong' segera melompat ke belakang, mundur beberapa langkah. Pria itu menatap Yushin meremehkan, tetapi fokusnya jelas bukan pada sang lawan. Yushin menyadari arah pandang Yunhyeong, yaitu serpihan sayap Haneul yang masih berusaha mencapai pemiliknya. Jadi, ketika Yunhyeong mengepakkan sayapnya–yang lengkap sepasang, tetapi salah satunya tampak tembus pandang–ke arah serpihan sayap itu, Yushin pun mengepakkan sayapnya yang hanya sebelah untuk menghentikan Yunhyeong.
"L'amour! L'amour! L'amour! L'amour!"
Bersama dengan meningginya suara Haneul di dalam auditorium, kekuatan Cheonryeonggeom meningkat. Yushin mengerahkannya untuk mengempaskan Yunhyeong yang hampir mencapai sayap di langit-langit. Sabetan Cheonryeonggeom berhasil melukai Yunhyeong, menjatuhkannya kembali ke koridor, tepat ketika sayap Yushin yang belum sempurna kehabisan tenaga untuk terbang. Meskipun demikian, Yushin menyerang dengan cepat dan kuat, mendorong Yunhyeong yang kembali bersikap defensif.
"Untuk apa berjuang terlalu keras? Gelar Putra Mahkota toh telah lucut darimu." Suara Yunhyeong kini semeremehkan caranya memandang Yushin. "Oh, atau ambisimu terhadap sayap itu semata karena kenangan Baek Harin? Kekasih yang kaubunuh itu?"
Yushin mencengkeram gagang pedangnya lebih erat. "Diam kau!"
Gelegak emosi yang mendera Yushin begitu nama mendiang calon istrinya disebut melengahkannya, membuka celah bagi Yunhyeong. Anak mata kanannya berkilau keemasan–dan Yushin terlambat menyadari bahaya.
"Ugh!"
Yushin terjajar mundur, satu tangan memegangi sisi tubuh yang berdarah. Bekas luka operasinya terbuka lagi akibat pedang Yunhyeong yang dengan tepat menghunjam titik terlemahnya.
"Seperti masa lalu, eh?" tanya Yunhyeong. Kilau keemasan matanya meredup, kembali menjadi cokelat gelap. "Kau selalu percaya diri dapat mengalahkan ketepatan mataku, tetapi masih terlalu cepat untukmu menang. Saat itu, saat ini pula."
"Heh," Yushin tersenyum miring kendati rasa sakit berdenyut-denyut dari sisi dadanya yang ditusuk, "maaf saja, aku sudah lama meninggalkan masa itu, Prajurit Lim."
Cara Yushin menekankan 'prajurit' di depan nama Yunhyeong membuat Yunhyeong mengernyit tak senang. Pedang pria itu berkilapan, tetapi lama-kelamaan, kilapannya menggelap. Sejenak Yushin tertegun.
Pedangnya berubah?!
"Pangeran Cilik," kekeh Yunhyeong ketika mengayunkan pedangnya, "kau memang harus diberi pelajaran!"
Yushin menangkis serangan Yunhyeong, mencari peluang untuk melancarkan serangan balasan selagi melindungi diri. Namun, deraan nyeri dan kekuatan tak dikenal yang seakan-akan meledak dari pedang Yunhyeong seperti menyumbat kepalanya. Bersikap defensif membuatnya tetap tersudut–hingga akhirnya punggungnya pun membentur pintu auditorium dengan keras. Beruntung, pintu itu terkunci, sehingga ia tidak terjungkal ke dalam ruangan.
"Suara apa itu?" seru seseorang dari dalam auditorium. Musik berhenti. Nyanyian Haneul tidak terdengar lagi, berganti riuh-rendah beberapa penghuni ruangan yang cemas. Hal ini kelihatannya menjadi masalah bagi Yunhyeong–yang mengernyitkan dahi dan berdecih. Tak lama kemudian, dinding tak kasatmata seperti yang dibuat Dokter Hwang terbentuk, melingkupi area koridor yang cukup luas. Yushin melihat aksi Yunhyeong ini sebagai sebuah celah dan segera membalas serangannya.
Setakut itu mereka ketahuan manusia Bumi dan dianggap melanggar peraturan kerajaan, padahal manusia tidak bisa melihat sayap kami, batin Yushin, merasa di atas angin. Dari sudut mata, ia melihat serpihan sayap Haneul sedang menembus dinding, tertarik oleh serpihan satunya. Serpihan itu jelas tidak bisa diraih tanpa memasuki auditorium–dan fakta itu membuatnya sedikit lega.
"Sayapnya!" erang Yunhyeong frustrasi; fokusnya teralih. Ia segera melesat ke sisi dinding yang ditembus serpihan sayap. Yushin tahu bahwa Yunhyeong tak akan bisa menjangkau sayap itu, tetapi tidak ingin membuka sedikit pun kesempatan. Kembali digunakannya sebelah sayapnya untuk melesat cepat, lalu menusuk dada Yunhyeong dari belakang.
Darah bermuncrat ke lantai koridor, juga merebak membasahi seragam Yunhyeong. Di saat bersamaan, seorang wanita paruh baya–guru dari kelas Haneul–membuka pintu auditorium. Ia menengok ke kanan dan kiri, lalu ke atas, dengan bingung.
"Tidak ada orang, semuanya baik-baik .... Suara berisik apa, ya, barusan?"
Ketika si guru berbalik masuk, perisai tak kasatmata yang Yunhyeong bangun perlahan runtuh. Terlambat sedikit saja, si guru akan melihat peristiwa berdarah yang mungkin akan membuatnya pingsan.
"Bajingan ...."
Yunhyeong tersengal-sengal, mengumpat di bawah napasnya. Yushin tanpa ampun melesakkan pedangnya lebih jauh, tetapi dengan sengaja menghindari titik yang vital. Ia memang hanya butuh melemahkan, bukan membunuh lawannya, sebab ada hal yang harus ia cari tahu.
"Kau dan Hwang Changjun adalah orang-orang terdekat Hyeongnim. Apa yang kalian rencanakan terhadapnya menggunakan sayap Baek Harin?" telisik Yushin dengan dingin.
Yunhyeong terkekeh. Ajaib, ia masih cukup pongah bahkan dengan luka sebesar itu di dadanya. "Bagaimana kalau kejadiannya berkebalikan dengan dugaanmu?"
"Apa?" Kening Yushin berkerut, tetapi sebelum mengorek lebih jauh, Yunhyeong terbatuk keras. Segumpal besar darah terpercik ke lantai, lalu sebelum Yushin sempat mencerna apa yang terjadi, Yunhyeong telah menghilang ke dalam kabut hitam.
Cheonryeonggeom dan sayap Yushin tertarik kembali ke dalam tubuh pemiliknya. Sembari memandangi genangan darah lawannya yang perlahan memudar dalam ketiadaan, Yushin merangkai kebenaran dari sepotong petunjuk Yunhyeong.
Hwang Changjun adalah paman Hyeongnim dari pihak ibu, sementara Lim Yunhyeong adalah salah satu pengawal kepercayaan Hyeongnim. Dengan tidak adanya aku di istana, Hyeongnim akan menjadi pangeran terkuat. Orang-orang itu bisa saja memanfaatkan kekuatan sayap Baek Harin untuk merebut kekuatan darinya, tetapi Lim Yunhyeong bilang kejadiannya berlawanan dengan dugaanku. Mungkinkah ....
Sayup-sayup, musik pengiring terdengar kembali, disusul gema suara Haneul. Perhatian Yushin kontan teralih ke dalam auditorium.
"Si tu ne m'aimes pas, je t'aime
Prends garde à toi
Mais si je t'aime, si je t'aime
Prends garde à toi!"
Debar dalam dada Yushin meningkat–dengan cara yang menyenangkan–seiring menguatnya suara Haneul. Tertatih, ia mendekati pintu auditorium, lalu bersandar ke sana sembari memegangi sisi dadanya yang terluka. Senyumnya perlahan terkembang; ia merasakan gairah Haneul dalam lagu asing itu, tersalur dengan bebas ke seluruh penjuru ruang, padahal penyanyinya bertubuh mungil. Energi yang melimpah membanjiri Yushin, menggantikan yang terkuras dalam pertarungan barusan. Memastikan tidak ada siapa-siapa, di penghujung lagu, ia mengangkat sesisi seragamnya yang memerah: di balik sana, lukanya telah menutup tanpa meninggalkan nyeri.
Serpihan sayap kedua telah kembali.
Yushin menemukan kekuatan untuk berdiri tegap lagi, tetapi tak lama kemudian, seorang petugas kebersihan tua mendatanginya sambil mendorong troli alat kebersihan.
"Yushin! Bukannya shift-mu sudah selesai?" sapa si petugas tua, sebentar kemudian tampak cemas. "Ada apa dengan bajumu?"
Yushin baru saja menyadari bahwa lagu Haneul hanya menyembuhkan lukanya, tidak menghilangkan noda darah di bajunya.
"Oh, ini." Yushin menarik bagian bajunya yang bernoda merah. "Mungkin Anda pernah mendengar soal penguntit siswi jurusan musik yang menyamar sebagai petugas kebersihan?"
Si petugas tua terbelalak. "Jangan bilang kau bertemu dengan orang berbahaya itu?"
Yushin tertawa kecil. "Saya bertemu dan memukulnya, lalu dia lari. Ini darahnya, tenang saja. Pak Ma sudah selesai dengan koridor ini? Perlu saya bantu mendorong trolinya?"
***
Haneul buru-buru keluar auditorium begitu kelas usai. Ia tahu sesuatu terjadi pada sayapnya waktu bernyanyi tadi, tetapi ia harus bertemu Yushin untuk memastikannya. Ia juga harus memeriksa apakah Yushin baik-baik saja karena meskipun perasaannya sebagai 'Carmen' mendominasi selama penampilan tadi, ia tidak bisa mengenyahkan sebutir kegelisahan. Perasaan itu–ia yakin–menandakan adanya bahaya dari sisi Yushin.
Langit telah gelap ketika Haneul keluar ke halaman akademi. Lampu-lampu taman telah dinyalakan. Beberapa siswa tampak berkumpul di meja-meja, entah mengerjakan tugas, belajar, atau sekadar mengisi waktu luang dengan memetik gitar serta bernyanyi. Di antara mereka, tidak ada Kyunghee dan Hyunseo; mereka pasti langsung pulang begitu Haneul suruh tadi.
Apakah Yushin sudah pulang juga? Haneul membatin. Ia mendadak teringat dengan sikap kurang sopannya yang begitu saja pergi waktu Yushin memanggil, semata karena panik. Bagaimana kalau pria itu pulang dengan perasaan tersinggung?
Selain mencari tahu soal sayap ini, aku harus minta maaf juga padanya ... segera.
Pandangan Haneul menyisir halaman akademi, berjalan beberapa langkah ke sana-kemari, tetapi nihil hasilnya.
"Haneul-nangja."
Hampir seketika Haneul berbalik. Hanya satu orang di Seoul zaman modern ini yang mungkin memanggilnya demikian. Wajah Haneul berubah cerah mendapati sosok tinggi Yushin beberapa meter darinya, mengenakan jaket hitam untuk melapisi seragam petugas kebersihannya, juga menyandang sling bag kecil.
"Yushin-ssi, syukurlah Anda belum pulang! Sif malam?" Ini pertanyaan basa-basi; penampilan Yushin bukan seperti orang yang akan memulai sifnya.
"Tidak, saya bertugas sif pagi, tetapi karena satu dan lain hal ... harus pulang terlambat." Anak mata Yushin bergerak naik dan turun, memeriksa tubuh Haneul. "Anda baik-baik saja, bukan?"
Haneul mengangguk, senyumnya memudar. "Serpihan sayapnya muncul lagi, kan? Saya merasakannya."
Alis Yushin terangkat. "'Merasakan', berarti Nangja tidak melihatnya?" Menerima gelengan Haneul, pemuda itu lantas melanjutkan, "Ya, serpihan sayap kedua Baek Harin telah muncul, begitu pula orang yang mengincarnya. Petugas kebersihan yang teman Anda bicarakan itulah yang hendak merebutnya dari Anda."
Haneul terkesiap. "Apakah Anda bertarung dengan orang ini?"
"Benar, tetapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi–"
"Apakah Anda terluka?" sahut Haneul, mendekat selangkah pada Yushin yang agak kaget.
"Seperti saya katakan, Anda tidak usah khawatir. Saya terluka, tetapi nyanyian Anda menyembuhkan saya seketika. Selain itu, Anda harusnya lebih mengkhawatirkan diri sendiri dengan banyaknya pengincar sayap Baek Harin."
Haneul menggigit bibir bawahnya samar. Ia selalu merasa Yushin menegakkan benteng kokoh di antara mereka. Mungkin Yushin belum bisa mempercayainya, tetapi rasa curiga itu bukankah dapat memenjara Yushin dalam kesepian, apalagi di dunia yang asing baginya? Belum lagi kalau Yushin juga menyembunyikan luka fisiknya akibat pertarungan melawan pengincar sayap Harin.
'Benteng' Yushin tak akan roboh dalam waktu dekat, jadi Haneul menggunakan cara lain untuk memastikan pria itu baik-baik saja.
"Seperti Anda katakan, saya khawatir dengan keselamatan saya sekarang. Jadi, bisakah Yushin-ssi mengantar saya pulang ke asrama?" pinta Haneul. Pipinya merona di bawah lampu taman akademi. Baginya, meminta seorang lelaki yang baru ditemuinya tiga kali untuk mengantar pulang merupakan suatu hal yang di luar karakter dan membutuhkan keberanian besar.
Yushin mengangguk. "Itu memang rencana saya. Tolong tunjukkan jalannya, Nangja."
***
Jarak jurusan musik dan asrama Haneul jauh, bahkan jika mengambil jalur terpendek, tetapi Haneul sengaja mengambil jalur memutar. Ia melakukan itu karena ingin membicarakan banyak hal dengan Yushin. Pria itu tak tahu jalan terdekat menuju asrama; Haneul yakin ia tak akan protes.
"Sebelumnya, saya minta maaf karena mendadak berlari dari Anda petang tadi, tanpa memberi Anda kesempatan bicara," mulai Haneul. "Saya tidak ingin teman-teman saya menanyai Anda yang aneh-aneh, terutama Hyunseo–itu, yang pipinya tembam. Dia suka sekali mencari bahan gosip. Saya juga tidak mengira bakal bertemu Anda di sini, jadi tidak ada persiapan untuk menjelaskan tentang kita berdua. Sulit bagi saya berbohong pada mereka untuk menyembunyikan jati diri Anda."
"Tak perlu berbohong. Anda bisa menjawab sekadarnya, seperti saya hanya mengungkapkan bahwa saya orang yang Anda tolong di atap akademi dan ingin berterima kasih," ujar Yushin. "Haneul-nangja memang berhati lembut. Jangan menambah dosa Anda cuma karena menutup-nutupi apa yang terjadi di antara kita."
Dibilang 'berhati lembut', Haneul yang salah tingkah lekas mengalihkan topik. "Dari semua pekerjaan, mengapa petugas kebersihan?"
"Itu juga yang tadi ditanyakan teman Anda." Yushin tersenyum rikuh dan Haneul melotot malu: mereka tanya apa lagi pada Anda?! "Menurut saya, pekerjaan ini tidak banyak menarik perhatian, tetapi memberi saya banyak informasi mengenai lingkungan sekitar Anda sekaligus mengawasi bahaya yang mengancam Anda. Selain itu, saya bisa mempelajari cara kerja dunia ini dan bertahan hidup dari penghasilan saya sendiri, tanpa bergantung terus-terusan pada Dokter Im yang menolong saya."
Haneul ingat nama Dokter Im disebut juga di rumah sakit. "Apa beliau dokter yang mengoperasi Anda?"
"Benar. Saat ini, saya tinggal di rumahnya, tetapi cepat atau lambat, saya harus hidup mandiri. Inilah cara saya mandiri secepat mungkin."
Haneul manggut-manggut, masih mengagumi kemampuan adaptasi Yushin yang luar biasa. Jika berada di situasi Yushin, ia pasti tak akan bertahan. Ia selalu butuh seseorang untuk bertahan di tempat yang baru. Saat pertama pindah dari Suncheon karena diterima di Munkwang, ia cepat-cepat mencari teman baru sejurusan karena butuh orang untuk mendampinginya mengenal lingkungan akademi. Ketika teman-temannya lulus pun, ia membantu–dan pada akhirnya mengakrabi–Kyunghee dan Hyunseo, tetangga asramanya yang masih semester awal, semata karena tak ingin melewati penghujung masa studinya sendirian. Haneul begitu mudah percaya pada orang lain, tetapi Yushin seakan menganggap semua orang Bumi adalah musuhnya. Kalau bukan karena sayap Harin, Haneul mungkin akan menjadi target kecurigaannya pula.
"Yushin-ssi benar-benar tangguh, menghadapi semua ini seorang diri," puji Haneul lirih, "tapi bahkan orang paling kuat sekalipun membutuhkan seorang teman. Orang yang bisa dipercaya.
"Mungkin kita belum terlalu dekat sehingga Yushin-ssi belum bisa berbagi banyak dengan saya. Jika Anda terjebak dalam sebuah pertarungan yang sulit, saya pun tidak bisa banyak membantu. Namun, jika Anda ingin belajar tentang Bumi, atau semata ingin mendengar nyanyian saya untuk memulihkan diri, saya akan selalu ada." []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top