17
Haneul menarik napas dramatis. Kedua tangannya menutup mulut.
"Jadi, Anda seorang tentara kerajaan? Seorang jenderal, seperti itukah? Tapi Anda masih sangat muda! Coba, berapa usia Anda?"
"Dua puluh empat."
"Kita sebaya!" Haneul hampir berseru. "Tidak, tidak. Jika itu kejadian yang telah lampau, berarti Anda berperang di usia yang lebih muda lagi. Benar-benar hebat, memimpin sebuah pasukan kerajaan di usia semuda itu! Untuk misi yang sangat besar pula!"
Yushin tersenyum getir. "Barangkali saya masih terlalu muda dan gegabah untuk posisi tersebut," katanya sebelum mengambil sesuap nasi lagi, baru meneruskan setelah menelan. "Pemberontakan di Seorabeol–maksud saya, ibukota Silla–berskala besar dan cukup membuat kewalahan. Raja memusatkan kekuatan militernya di sana, padahal Gaya juga membutuhkan bantuan untuk bertahan melawan Tang Cina. Ini karena raja Silla mengutamakan bertahannya takhta di atas kaum pemberontak dibanding mempertahankan wilayah kecil seperti Gaya."
"Jika raja sampai dilengserkan oleh kekuatan di luar istana, maka kerajaan itu akan tampak sangat lemah di mata musuh-musuhnya." Haneul berkomentar dan Yushin membenarkan.
"Namun, sekecil-kecilnya Gaya, ia tetap kerajaan vasal dari Silla. Jadi, raja Silla tetap bertanggung jawab memberikan bantuan militer yang cukup, bukannya melepaskan daerah itu pada musuh. Lagi pula, membiarkan Gaya dicaplok kerajaan lain juga melemahkan Silla–walaupun dampaknya tak sebesar kekalahan melawan para pemberontak." Yushin menghela napas panjang, terlihat kehilangan selera untuk menyuap lagi, tetapi tak lama kemudian kembali makan, mungkin karena sayang. "Saya dan beberapa orang telah menyusun strategi untuk membagi kekuatan pasukan kami, tetapi rencana itu ditolak. Baru setelah sebagian besar wilayah vital Gaya dikuasai Tang Cina, pasukan Pangeran Jinhyung berangkat untuk mempertahankan wilayah Gaya yang tersisa."
Haneul tertegun sejenak. "Anda sudah berencana membagi kekuatan untuk menolong Gaya juga. Kalau begitu, Anda tidak mengabaikan Gaya seperti yang Kang Youngseok tuduhkan."
"Saya tidak berusaha lebih keras agar strategi itu diterima raja; itu sama saja 'mengabaikan'. Di sisi lain, meskipun terlambat dan memimpin pasukan yang lebih kecil, Pangeran Jinhyung bergerak untuk Gaya; itulah yang Pangeran Youngseok harapkan dari saya."
Haneul menyisihkan latte pisangnya sebelum menyanggah Yushin. "Pangeran Jinhyung ini seorang pangeran, keturunan raja. Setahu saya, meskipun para panglima memegang komando atas sebuah pasukan kerajaan, tujuan bergeraknya tetap mengikuti titah raja atau keturunannya yang berkuasa. Bukan begitu?"
"Dalam pemerintahan dan peperangan, segalanya tidak sehitam-putih itu. Memang hanya raja dan pangeran-pangeran berkedudukan tertentu yang keputusannya mutlak dijalankan seluruh Silla, termasuk para tentaranya. Namun, tidak sedikit pula penguasa-penguasa ini yang justru dipengaruhi para menteri, para jenderal, bahkan ahli nujum kerajaan. Demikianlah yang diharapkan Pangeran Youngseok dari seseorang yang memiliki kekuatan seperti saya."
Hening mengambang setelah Yushin selesai bicara. Ia dan Haneul melanjutkan bersantap sembari sama-sama merenung. Ketika nasi kepal Haneul tinggal sesuap lagi, ia lantas bicara.
"Apakah saya boleh mengirimkan lagu yang saya bawakan hari ini ke ponsel Anda?"
Meskipun awalnya bingung karena permintaan yang tiba-tiba ini, Yushin mengiakan. Diletakkannya ponsel di meja, antara dirinya dan Haneul, lalu memencet ikon Bluetooth dengan hati-hati. "Pakai ini, bukan?"
"Benar." Sebentar kemudian, jendela transfer dokumen muncul di ponsel Haneul dan Yushin, maka Haneul memencet 'konfirmasi' agar pengiriman berjalan. "Lagu ini judulnya 'Caro nome', dalam bahasa Italia artinya 'nama yang indah'. Ceritanya tentang kepercayaan buta dari seorang gadis terhadap pria yang dicintainya. Sayang sekali, gadis itu jatuh cinta pada orang yang tak pantas. Sekalipun demikian, sampai akhir, ia tetap menjaga cinta itu, bahkan berakhir kehilangan nyawa karenanya."
Yushin yang hampir memasangkan earphone ke ponsel sejenak berhenti.
"Gadis itu hampir sama seperti Anda .... Maksud saya, dalam hal kepercayaan."
"Saya juga mengira begitu awalnya, tetapi saya lebih beruntung." Haneul tertawa kecil. "Ketika membahas masa lalu dengan Kang Youngseok, Anda terus menyalahkan diri sendiri, tetapi saya justru makin memercayai Anda. Seperti yang saya katakan sebelumnya, Anda adalah orang baik yang tersudut. Anda memenuhi titah raja sebagai seorang tentara, tetapi dalam hati, Anda masih ingin menyelamatkan Gaya hingga menyusun strategi untuk membagi kekuatan pasukan Anda.
"Saya percaya pada Anda, Yushin-ssi, tetapi saya tidak bisa membantu apa-apa jika Anda tidak percaya pada diri sendiri." Haneul menyedot latte pisangnya yang entah mengapa terasa lebih lezat. "Saya harap, lagu yang saya kirimkan ini dapat membantu Anda memaafkan diri sendiri di masa lampau–karena Anda jauh lebih baik dibandingkan Adipati Mantua. Itu tokoh dalam sandiwara kepada siapa lagu Caro nome dinyanyikan, tokoh yang sampai akhir cuma bisa menyesali perbuatan jahatnya tanpa mengubah dirinya."
Yushin memasang earphone, hanya sebelah seperti yang lalu-lalu. Haneul tak mendengar apa-apa, tetapi dari raut Yushin yang berangsur melembut, ia tahu Caro nome-nya telah mencapai telinga sang pemuda. Apakah suara itu dapat mencapai lebih jauh lagi ke dalam hati Yushin?
"Beberapa kesalahan saya di masa lalu begitu sulit dimaafkan, bahkan oleh diri saya sendiri." Perlahan, senyum menghiasi wajah Yushin. "Namun, Haneul-nangja memberikan saya harapan ... bahwa setelah satu demi satu hukuman saya jalani nanti, akan ada hidup baru yang menanti saya."
Yushin menoleh pada Haneul, masih belum kehilangan senyumnya.
"Saya akan berusaha memaafkan diri sendiri dan menjadi lebih baik–karena Haneul-nangja telah percaya pada saya."
Darah Haneul berdesir. Kehangatan menyelimutinya, lambat laun berubah menjadi panas yang memerahkan pipi. Ketika Yushin menatapnya begitu, Haneul justru memalingkan wajah dan menunduk.
"Saya senang dapat membantu Anda barang sedikit," ucap Haneul terbata, dengan gugup meraih sedotannya untuk minum. Yushin mengikuti: teh krisannya sudah mengepulkan lebih sedikit uap, tetapi masih cukup hangat. Aroma teh menenangkannya lebih jauh, seperti lagu Haneul dan bola-bola cahaya yang berangsur mengelilingi keduanya.
Haneul tahu Caro nome-nya memicu kemunculan bola-bola cahaya yang menyembuhkan, tetapi ada cahaya lain yang lebih terang dari balik punggungnya serta Yushin. Cahaya itu terpantul di dinding kaca yang memisahkan area makan dalam swalayan dengan jalanan. Kaca itu transparan, tetapi Haneul masih menemukan bayangan mereka berdua–dengan sayap terkembang ke dua arah berbeda. Tentu saja, hanya Haneul dan Yushin yang bisa melihat sayap-sayap itu.
Aku dan Yushin-ssi terlihat seperti seekor burung besar dengan sayap yang lengkap.
Malu-malu, Haneul melirik bayangan Yushin. Pemuda itu takzim menikmati teh krisan, tidak peduli bahwa itu cuma teh kemasan murah alih-alih teh artisan. Yushin duduk tegak, sikap yang amat baik untuk ukuran orang yang cuma makan di swalayan. Ia juga memegang gelas dengan dua tangan: badan gelas dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya menyangga dasar gelas. Sumpitnya berjejer rapi dalam kotak makan yang kosong, bersih tanpa sebutir nasi pun tersisa, dan bahkan posisi kotak makan itu lurus sejajar dengan meja.
Cara makan Yushin-ssi begitu santun dan anggun. Biarpun bukan keturunan kerajaan, pemimpin pasukan yang berada langsung di bawah raja jelas bukan sembarang orang. Yushin-ssi di Silla sana pastilah seorang bangsawan yang terkemuka.
Benar-benar keren .... Aku tidak mengerti mengapa ia sebegitu membenci dirinya ....
Tahu-tahu, Yushin menengadah dan–melalui cermin–bersitatap dengan Haneul, mengagetkan gadis itu. Yushin pun menoleh seraya tersenyum tipis pada Haneul. "Anda ingin mengatakan sesuatu?"
"T-Tidak! Maafkan saya!" Haneul menunduk lagi, menyeruput latte pisangnya agak terlalu cepat sehingga tersedak kemudian. Refleks Yushin mendekat dan mengusap-usap punggung Haneul yang tertekuk saking parahnya tersedaknya.
"Nangja, Anda baik-baik–"
***
"BERANINYA PEGANG-PEGANG KAKAKKU, DASAR LELAKI MESUM?!"
***
Haneul mendelik meskipun batuk-batuknya sudah mereda. Suara cempreng dari belakang punggungnyalah penyebabnya, suara familier yang sudah lama tidak didengarnya, yang harusnya tidak akan terdengar di Seoul. Segera gadis itu menoleh ke belakang.
Seorang gadis lain, lebih mungil dari Haneul, tengah mengangkat tangan Yushin yang tadinya mengusap punggung Haneul. Gadis yang mengenakan tracksuit berlogo salah satu SMA itu menggunakan dua telapak yang gemetar untuk mengangkat tangan besar Yushin. Meskipun kelihatannya lemah, tatapan gadis itu tajam, penuh amarah.
Yushin mengerjap, manik matanya membola. Gadis berkuncir tinggi yang sedang memegangi tangannya menyerupai Haneul versi lebih muda ....
"Anda ini–"
"TOLONG! TOLONG, ADA ORANG MESUM!"
Yushin urung mengutarakan tebakannya karena gadis tracksuit yang sudah menghebohkan swalayan sejak pertama muncul itu semakin heboh. Para pembeli di swalayan yang awalnya hanya menoleh sejenak mengira gadis ini cuma iseng berteriak-teriak, tetapi karena ia berteriak lagi, mereka mulai mengawasi lebih lama, mencoba memahami situasi. Haneul tidak bisa membiarkan ini; mata orang-orang sudah mulai 'mengadili' Yushin.
Latte pisang yang tinggal sedikit ditinggalkan. Haneul bangkit begitu tiba-tiba hingga kursinya bergeser, lalu membekap 'kembarannya' yang lebih mungil itu. Dalam prosesnya, ia secara tidak langsung juga membuat si gadis tracksuit melepaskan tangan Yushin.
"Kim Hayeon, apa yang kaulakukan di sini?! Cepat minta maaf pada Yushin-ssi!" desis Haneul.
Hayeon–si gadis tracksuit–memberontak sekuat tenaga, berhasil melepaskan diri, dan kembali berteriak 'orang mesum' sebelum dibekap lagi oleh Haneul.
"Diam, tidak?" Susah payah, Haneul menyambar tasnya dengan satu tangan, lalu–sambil meringis-ringis minta maaf pada para pembeli di swalayan–meyakinkan mereka bahwa Yushin bukan orang mesum. Haneul pun menyeret Hayeon keluar, diikuti Yushin yang bingung. Hayeon baru dilepaskan begitu mereka keluar dari swalayan.
"Eonni, apa-apaan kau? Aku sedang melindungimu dari cowok yang meraba-rabamu sembarangan, tahu!" omel Hayeon. Haneul mengemplangnya sampai ia memekik.
"Minta maaf, kubilang!" Haneul membungkukkan paksa tubuh Hayeon di depan Yushin sambil turut membungkuk. "Yushin-ssi, maaf atas ketidaknyamanan yang adik saya sebabkan ...."
"Tidak masalah. Sepertinya ini cuma salah paham; tolong angkat wajah Anda berdua," pinta Yushin. "Haneul-ssi, Anda ternyata memiliki adik? Kim Hayeon, benar?"
Alih-alih menjawab Yushin, Hayeon berpaling pada kakaknya dengan ekspresi terkhianati yang sebenarnya menggelikan. "Eonni, apa dia pacarmu? Kau disekolahkan Appa dan Eomma jauh-jauh dari Suncheon cuma buat pacaran sama cowok tidak jelas begini?"
"Kau yang tidak jelas!" bentak Haneul, kesal karena adiknya tidak bersikap baik di depan Yushin. "Mengapa kau datang ke Seoul? Bawa tas sebesar itu, masih pakai seragam sekolah, lagi? Jangan bilang, kau kabur dari rumah?"
"Aku tidak kabur!"
"Oh, tidak kabur rupanya." Haneul mengeluarkan ponsel, mengancam. "Coba kutelpon rumah untuk memastikan."
Hayeon mendelik. "Jangan telepon Eomma!" serunya seraya berusaha merebut ponsel sang kakak. Sayangnya, Haneul lebih lincah; ia menghindar ke samping dan membuka pintasan ke aplikasi panggilan. Hayeon semakin panik begitu Haneul berhasil mengakses keypad.
"Eonni, jangan!"
"Cuma kalau kau minta maaf dengan sungguh-sungguh pada Yushin-ssi atas kekacauan yang kaubuat."
Hayeon mengerang, tetapi posisi tawarnya yang rendah memaksanya menurut. Dengan sedikit cemberut, ia memutar badan menghadap Yushin kembali, lalu membungkuk seadanya.
"Maafkan saya," gumam Hayeon ogah-ogahan, dengan cepat menegakkan punggung kembali. Haneul belum bisa menerimanya.
"Aku tidak bisa mendengarmu. Membungkuk lebih dalam."
"Maafkan saya!" Hayeon menaikkan volume suaranya dan membungkuk sembilan puluh derajat, kali ini mempertahankan posisinya lebih lama. Barulah Haneul manggut-manggut puas meskipun bukan kepadanya Hayeon meminta maaf. Sebaliknya, Yushin malah balas membungkuk.
"Saya juga minta maaf karena membuat Anda khawatir. Saya tidak bermaksud buruk pada kakak Anda, tetapi tindakan saya sebelumnya memang kurang sopan." Yushin lantas memperkenalkan diri. "Saya Im Yushin, teman Kim Haneul-ssi, bukan ... kekasihnya."
Kata 'kekasihnya' bergulir canggung dari bibir Yushin. Pipi dan telinga pemuda itu juga memerah sedikit. Haneul hampir salah tingkah dibuatnya.
Tenang, Kim Haneul. Kalau kau gelisah, Hayeon akan semakin berulah, perintah Haneul pada dirinya sendiri. Ia berdeham dan melanjutkan.
"Kau dengar Yushin-ssi. Kami cuma pulang bareng karena dia menonton penampilanku di Seoul Arts Center. Ingat konser amal yang kuceritakan kemarin di chat?" Haneul lantas bersedekap. "Sekarang, giliranmu menjelaskan mengapa kau bisa ada di Seoul. Ini hari Kamis, sudah jam empat lebih pula. Memangnya kau tidak ke tempat les?"
"Sudah kuduga kau akan bertanya begitu." Hayeon menarik lengan Haneul ke arah halte. "Ceritanya agak panjang, di bus saja dibahasnya."
Namun, nyatanya Hayeon sudah mencerocos bahkan sebelum tiba di halte. Ketika sang adik tidak melihat, Haneul memutar bola matanya bosan. Ini bukan kali pertama Hayeon kabur ke tempatnya, jadi dia sudah hapal masalah gadis itu. Kalau bukan karena mengambek pada Appa dan Eomma setelah dilarang mengambil kelas akting, ia pasti cuma suntuk di tempat les, tebaknya, terkonfirmasi begitu Hayeon membuka mulut.
Haneul membuat gestur meminta maaf sunyi pada Yushin yang masih setia mengikutinya. Pemuda itu mengangguk pengertian.
Saat berbalik memandang jalanan, Haneul merasakan desir lain dalam dadanya. Ini menyerupai rasa tak nyaman yang terkait dengan perasaan Yushin terhadap Sungjae, tetapi tidak persis. Haneul menoleh lagi ke belakang–dan mendapati Yushin tengah memandangi ia serta adiknya dengan sendu. Kesenduan itu, sayangnya, segera disamarkan ke dalam senyuman tipis.
Apa lagi sekarang? Yushin-ssi, terlalu banyak hal tentangmu yang belum bisa kuungkap .... []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top