12

"Kang Youngseok-nim di sini ingin bicara denganmu. Beliau salah satu sponsor konser amal ini dan hendak mempertemukanmu dengan komunitas seni yang diwakilinya."

Haneul terkejut, lalu mengangguk bingung sambil tersenyum seadanya ketika Kang Youngseok yang gurunya sebut tadi memberi salam.

Memangnya penampilanku sebaik itu sampai menarik perhatian sponsor? Ah, tapi bisa saja semua penampil muda perwakilan akademi seni juga dihampirinya. Akademi seni lain mengirim perwakilan-perwakilan yang teknik vokalnya lebih baik dariku.

Nyatanya, bersama Haneul, hanya ada satu soprano lagi dan seorang tenor, perwakilan akademi seni lain yang mengikuti Youngseok. Haneul berkenalan dengan keduanya, para mahasiswa yang tentunya merupakan juniornya.

"Mengapa kita sampai dipertemukan dengan komunitas seni ini? Apakah kita melakukan kesalahan?" Si soprano satunya tampak sangat muda, mungkin tahun pertama, tetapi Haneul melihatnya sebagai salah satu yang cukup menonjol. Sayangnya, gadis berambut bob ini lumayan pencemas.

"Saya yakin tidak seperti itu," sangkal Haneul. "Ini bisa saja merupakan peluang baru buat kita."

"Saya setuju." Sang tenor mengangguk, terlihat lebih percaya diri; sepertinya dia berada di tahun kedua atau ketiga. "Komunitas seni ini kabarnya merupakan kumpulan chaebol yang menyelenggarakan konser privat secara berkala. Siapa tahu kita akan diundang untuk tampil dan dibayar mahal?"

"Itu pemikiran yang optimis," dan menggambarkan betapa butuh uangnya kami para mahasiswa, sambung Haneul dalam hati, geli. "Namun, sebaiknya Anda tidak berharap terlalu banyak."

"Tapi, apa yang Lee Jonghoon-goon duga tidak salah." Youngseok tahu-tahu menanggapi, mengejutkan ketiganya yang lantas meringis salah tingkah, termasuk Lee Jonghoon si tenor yang ingin dibayar tinggi. "Nanti kami jelaskan lebih lanjut. Silakan masuk."

Begitu pintu terbuka, Haneul langsung paham bahwa orang-orang dalam ruangan itu kelas sosialnya jauh berbeda dibanding dirinya dan dua mahasiswa lainnya. Lounge mewah itu diisi terlalu sedikit orang untuk ukurannya. Selain Youngseok, semua patron di dalam sana kira-kira berusia di atas empat puluh dan bergaya elegan. Mereka menguarkan aura petinggi perusahaan-perusahaan besar yang tinggal duduk saja, uang sudah mengalir ke rekening.

Seperti yang dituturkan sang tenor, komunitas seni eksklusif ini mengadakan konser privat berkala. Konser berikutnya akan diadakan sekitar dua bulan dari konser amal ini. Setiap konser, mereka selalu mengundang talenta-talenta baru yang belum dikenal luas, selain tentu saja penyanyi-penyanyi opera profesional. Tiga mahasiswa yang masuk lounge VIP tadi mereka anggap punya cukup talenta untuk event istimewa itu.

"Lee Jonghoon-goon, Kim Haneul-yang, dan Yoo Saeron-yang," panggil Youngseok kepada tiga mahasiswa; pria itu kini sudah duduk kembali di antara anggota komunitasnya, "tolong nyanyikan untuk kami lagu-lagu yang kalian bawakan tadi, sesuai urutan penampilan kalian dalam konser amal."

Samar Haneul menggigit bibir bawahnya, tegang.

Gawat, kalau begitu, aku urutan terakhir, kan? Dua orang ini sangat bagus. Setelah mereka, penampilanku bisa jadi yang terjelek!

Saat menyaksikan performa dua mahasiswa juniornya, tangan Haneul mengepal di pangkuan sampai memutih buku jarinya. Bagian dalam telapak tangannya lembap lagi dingin. Selain penyanyi-penyanyi sebelumnya yang luar biasa, Haneul menyadari–dari komentar-komentar para calon penontonnya–bahwa komunitas ini bukan cuma sekelompok orang kaya yang ingin bersenang-senang; mereka paham cerita di balik masing-masing aria dan jelas telah menilai berbagai rendisi. Bagaimana jika Haneul tidak membawakan Gilda dengan baik?

"Kim Haneul-yang," panggil Youngseok agak keras, membuyarkan lamunan gadis yang dipanggilnya.

"Y-Ya?"

"Saya sudah memanggil dua kali." Untungnya, Youngseok tak terlihat tersinggung, malah tersenyum dengan teduh seakan paham kekhawatiran Haneul. "Santai saja, jangan terlalu tegang. Menyanyilah seperti Anda tadi latihan."

"Ah, baik." Haneul berdiri tiba-tiba dari kursinya, hampir tersandung kaki sendiri saking tiba-tibanya. Ia pun berjalan ke depan sofa yang membentuk huruf C, tepat di tengah-tengah. Ia membungkuk untuk memberi salam dan memperkenalkan diri. "Saya Kim Haneul dari Akademi Munkwang, dan saya akan membawakan Caro nome."

"Silakan dimulai." Seorang pria paruh baya berpostur tegap di bagian tengah sofa menyilangkan lengan dan kembali bersandar. Sebelumnya, pria itu bertepuk tangan untuk Yoo Saeron sampai maju sedikit dari sandaran sofanya. Apakah Haneul bisa memancing reaksi serupa dari pria kharismatik ini?

Namun, sekonyong-konyong Haneul teringat Yushin.

"Memang itulah mengapa saya minta 'diundang', Haneul-nangja: karena suara Anda membuat saya hidup."

"Tolong jangan menutup kedua telinga saya. Suara Anda tetap lebih baik jika didengar langsung."

Haneul menghela napas dan mengembuskannya perlahan untuk menenangkan diri.

Jika suaraku terlalu murahan untuk orang-orang kaya ini, setidaknya masih ada Yushin-ssi yang akan menikmati laguku.

Punggung Haneul berdenyut, tetapi tidak menyakitkan. Ia tersenyum.

Mari kita menyanyi bersama, Baek Harin-ssi.

Demikianlah Caro nome mengalun riang meski tanpa iringan, bergema dalam lounge VIP seolah-olah dinyanyikan langsung oleh Gilda si gadis kasmaran. Selama mendengarkan Haneul, para patron menunjukkan beragam ekspresi. Mereka semua tersenyum mengapresiasi di awal, kepala mereka berayun kecil menikmati lagu, mendorong Haneul untuk lebih banyak berimprovisasi. Anehnya, begitu Haneul mencapai puncak kepercayaan dirinya, senyum mereka justru memudar.

"Col pensiero il mio desir

a te ognora volerà,

e pur l' ultimo sospir,

caro nome, tuo sarà!"

Meskipun sempat terganggu dengan reaksi para patron, Haneul akhirnya mampu mengabaikan itu dan melanjutkan lagunya. Gilda toh tidak menyanyi untuk penonton, melainkan untuk Gualtier Malde, pria yang ia cintai. Saat ini, memang Haneul tidak memiliki kekasih, tetapi sosok seorang biikjo terus-menerus membayanginya, maka ia biarkan. Mungkin demikianlah sayap Harin menghendaki benak pemiliknya membayangkan seseorang setiap sang pemilik menyenandungkan lagu cinta.

Menjelang berakhirnya lagu, Haneul mendapati bola-bola cahaya bermunculan dari sekelilingnya, lalu memencar perlahan ke segala penjuru ruang. Rupanya, kekuatan sayap Harin menjadi aktif walaupun tak ada orang yang mengalami luka fisik di sekitar Haneul, tidak pula ada Yushin yang kehadirannya selalu memicu kekuatan sayap itu. Beberapa dari bola cahaya mengelilingi para patron, tetapi sepertinya mereka tidak menyadari adanya cahaya itu.

Selesai menyanyi, Haneul terengah-engah, tetapi wajahnya berbinar bangga tanda puas atas penampilan sendiri.

Syukurlah jika laguku dapat menyembuhkan hati mereka.

Tidak disangka, para patron berdiri begitu gema suara Haneul menghilang. Mereka memberikannya standing applause yang panjang dan beberapa seruan 'bravo!'. Dua penyanyi sebelumnya tidak mendapatkan ini. Malu, Haneul membungkuk hormat kepada para patron walaupun kakinya kaku di tempat.

"Penampilan yang benar-benar menyihir, Kim Haneul-yang. Aku tidak menonton Caro nome-mu sampai selesai tadi, tetapi begitu menyaksikannya dari dekat begini, aku menyesal sudah melewatkan yang tadi! Ah, sampai tak bisa berkata-kata aku!"

Pria paruh baya yang kharismatik di tengah ruangan ternyata bisa semenggebu-gebu itu dalam mengapresiasi sebuah penampilan.

"Benar. Penghayatan karakter yang menakjubkan!" Seorang patron wanita memuji. "Aku tahu Kim Haneul-yang tampil sebagai profesional dan teknik vokalnya juga hebat, tetapi di satu sisi, aku seperti mendengarkan anak gadisku mencurhatkan pacarnya!" Patron lain tertawa mendengar itu. "Sungguh! Aku sampai merinding; penampilan begini tidak bisa didengar sambil lalu!"

"Anda sampai duduk di ujung sofa saking konsentrasinya menyaksikan penampilan ini," komentar seorang lagi patron wanita. Haneul tertegun, teringat bagaimana dengan pudarnya senyum para audiens, beberapa patron duduk lebih maju.

Senyum mereka hilang karena 'berkonsentrasi' pada penampilanku?

"Mungkin karena Kim Haneul-yang juga masih muda, Gilda-nya sangat memesona dan meyakinkan," tambah Youngseok. "Selain itu, Kim Haneul-yang ini ... entah percaya diri, entah lugu. Anda seperti yakin sekali akan memperoleh penilaian positif dari kami dan–karenanya–dapat menyanyi sebebas itu. Kalau bukan karena percaya diri, itu artinya Kim Haneul-yang menaruh kepercayaan besar pada kami, padahal bukankah kita baru bertemu pertama kali?"

"Ah ..." Haneul kehabisan kata-kata; penilaian Youngseok terhadapnya betul-betul akurat! "Sebenarnya, saya sempat merasa khawatir karena tak tahu apa tujuan saya dipanggil ke lounge ini. Setelah tahu pun, saya khawatir tidak memenuhi ekspektasi Anda semua. Namun, saya mencoba membebaskan diri saya dan menempatkan diri dalam posisi Gilda."

"Bahkan dengan penghayatan yang baik, seorang penyanyi yang pernah menerima ungkapan kekecewaan audiens biasanya masih akan menunjukkan keraguan mereka setiap naik panggung." Kembali Youngseok menanggapi. "Jaga performa Anda, Kim Haneul-yang. Tetaplah percaya kepada audiens Anda, juga diri Anda sendiri, walaupun saya punya nasihat kecil untuk Anda."

Jantung Haneul bergemuruh di balik iga. "Nasihat apa itu, Kang Youngseok-nim?"

Youngseok membuka mulut, tetapi beberapa patron sudah mendahuluinya dengan kompak. "JANGAN MUDAH PERCAYA PADA ORANG LAIN!"

Haneul terjajar mundur saking kagetnya, tetapi juga geli dengan orang-orang elit ini yang tiba-tiba bercanda. Sementara itu, Youngseok tertawa miring, mungkin agak tersinggung meskipun terkesan sama tergelitik dengan rekan-rekannya yang lebih tua.

"Kau harus bergerak maju, Youngseok-ah. Asetmu yang sudah disalahgunakan itu toh tak seberapa." Patron paruh baya yang duduk di tengah lingkaran memberi komentar dengan sisa tawa.

"Ini bukan soal besaran asetnya," Youngseok mengedikkan bahu, "melainkan kepercayaan. Saya sangat berhati-hati ketika memilih rekanan bisnis dan staf. Jika saya memercayai seseorang sampai menganggap orang ini adik saya sendiri, maka hampir pasti orang ini memang bersifat jujur. Sayangnya, pengkhianatan itu memang selalu tanpa peringatan."

Apakah ini cerita tentang penipuan oleh rekan bisnis? Haneul menebak.

Patron-patron lain menertawakan bagaimana Youngseok bisa menjadi sangat puitis. Namun, dalam suasana riang itu, kegelisahan tahu-tahu menyusupi dada Haneul.

Meskipun aku menyanyikan Caro nome dengan memikirkan Yushin-ssi, mengapa sekarang sosok Yushin-ssi pula yang membuatku takut? Kang Youngseok-nim cuma menceritakan pengalamannya, tetapi kata-katanya mendadak membuatku kepikiran .... Benar, orang yang dikenal lama saja dapat mengkhianati kita, apalagi orang yang masih menyimpan banyak rahasia dari kita.

Masalahnya, tangan Haneul mencengkeram sisi celana demi meredam debaran yang menggoyahkannya, dari pertemuan pertama, aku merasa Yushin-ssi bukan orang yang berbahaya. Dia pernah melukai orang lain, tetapi orang itu adalah musuh kami dan dia melakukannya untuk melindungiku. Orang yang senantiasa membuatku merasa aman–apa pantas kucurigai seperti itu?

***

Para bangsawan dalam lounge VIP memutuskan bahwa tiga penyanyi muda ini memang layak untuk diundang secara khusus ini dalam pesta khusus mereka. Tentu saja, undangan ini tidak cuma-cuma; para penyanyi ini akan dibayar dengan layak untuk kemampuan mereka yang di atas rata-rata. Youngseok–sebagai anggota termuda komunitas itu–mengatakan dirinya sudah mengurus dokumen-dokumen kerja yang diperlukan dan membuat kesepakatan dengan akademi asal masing-masing siswa.

Haneul semata memandang undangan untuk tampil di event privat ini sebagai sebuah peluang. Ia mengira dirinya hanya akan dipenuhi optimisme menyambut acara yang akan datang. Namun, Youngseok yang mengantarkannya dan Guru Cheon keluar hall menunjukkan sesuatu yang ia sendiri belum menyadari.

"Saya sungguh tidak bermaksud membuat Anda jadi meresahkan semua hal, Kim Haneul-yang. Anda kelihatan tegang sekali; saya minta maaf kalau ucapan saya di lounge mengganggu Anda." Jeda sejenak sebelum Youngseok tersenyum tipis, mungkin mencoba menenangkan Haneul. "Saya hanya memberi Anda nasihat bersahabat agar tidak mengalami apa yang saya alami."

Aku resah? Haneul membatin, kaget karena merasa baik-baik saja, tetapi toh dia tidak tahu bagaimana wajahnya saat itu. Mungkin rautnya memang terlihat gelisah tanpa dia sadari. Mengapa?

Setelah dipikir-pikir, sebetulnya aku juga sedikit ragu kesempatan sebagus ini datang tanpa ada akibat buruk di belakangnya. Terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, bukan?

Tapi, jika Guru Cheon juga mendukungku mengambil tawaran ini, artinya pekerjaan ini adalah sesuatu yang legal, yang harusnya tanpa efek samping. Buat apa aku cemas?

Gara-gara mendengar ucapan Youngseok sebelumnya, Guru Cheon langsung menoleh pada Haneul dengan waspada. "Apa yang dia katakan padamu?" bisik sang guru.

"Bukan apa-apa, Ssaem," geleng Haneul ringan. Ia kemudian berpaling pada Youngseok dan tersenyum percaya diri. "Seperti yang Anda katakan sebelumnya, sampai saat ini, saya hanya bertemu orang-orang yang bisa dipercaya. Itu artinya, perasaan saya tak pernah berkhianat. Saya yakin akan merasa tidak nyaman ketika menemukan orang yang berbahaya–dan perasaan itulah yang akan melindungi saya dari pengkhianatan."

Dalam perjalanan pulang, Haneul berpikir kata-katanya pada Youngseok cukup keren–sekaligus menyimpulkan sesuatu yang mengusik.

Kalau pikiran dan ketakutan aneh-aneh ini muncul ketika bertemu Kang Youngseok-nim, bukankah berarti dia yang berbahaya untukku?

***

Pada hari konser, sesuai janjinya, Yushin datang ke Seoul Arts Center berbekalkan undangan khusus yang berfungsi juga sebagai backstage pass. Karena Haneul memberikan dua tiket, maka Yushin yang tidak ingin menyia-nyiakan itu mencoba mengajak satu demi satu pelayan di Kediaman Im untuk menemaninya. Sayangnya, semua pelayan itu terlalu sungkan menerima tawaran majikan mereka, lalu dengan mengejutkannya, Sungjae sebagai orang tersibuk di rumah itu justru bisa hadir.

"Kau, aku, dan opera adalah perpaduan yang aneh," komentar Sungjae yang setengah menyeret langkahnya menuju backstage.

"Memang, tetapi tidak masalah. Kim Haneul akan senang jika lebih banyak orang mendengarkan nyanyiannya. Lagi pula, suaranya berbeda dari penyanyi lain–dan itu bukan semata-mata karena sayap Harin. Kau tak akan menyesal," timpal Yushin yang–lain dari Sungjae–berjalan penuh semangat untuk mencari Haneul. Katakanlah ia tidak sabaran, tetapi ia tidak ingin cuma mendukung Haneul dari kursi penonton saat konser sudah dimulai.

Sungjae mendesah kasar, dalam hati menyesal menjelaskan kegunaan backstage pass yang tertera di tiket pada Yushin.

"Itu dia." []

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top