9
Inuzuka Kiba adalah teman yang loyal. Setia. Juga perhatian. Makanya, saat ia melihat Sasuke tiba di sekolah pagi ini, remaja penyuka anjing itu bergegas lari menghampiri.
Rupanya sudah sepagian ini dia memerhatikan dan mengawasi gerbang sekolah dengan mata jelinya.
Kiba sedang menunggu Sasuke.
Shimura Sai, teman yang bersamanya sejak tadi mengikuti dari belakang. Mendatangi Uchiha Sasuke.
"Jangan simpan si bodoh itu untuk dirimu sendiri, Uchiha!" tetiba Kiba punya banyak keberanian berdesis di hadapan si wajah talenan, Sasuke. Sai pikir, mungkin Kiba salah sarapan tadi pagi sekali sebelum pergi sekolah makanya dia menggonggong seperti Akamaru, anjing piaraannya.
"Kamu mencium bau anjing, Sai?" timpal si Uchiha muda sambil mengendus udara di sekitarnya. Cuek, jutek, tak sedikitpun melirik Inuzuka Kiba di sampingnya.
Sai melongo, berpikir kalau teman-temannya sudah melupakan sarapan ala Konoha saat ini. Mereka berubah menjadi sesuatu yang membingungkan sekarang. Jadi, Sai hanya tersenyum saja. Senyum palsu.
"Aku ke kelas dulu, sampai jumpa, Shimura Sai." Sasuke menepuk pundak kanan Sai lalu melengos pergi tanpa pamit pada Kiba.
"Sialan kamu Uchiha, kamu gak boleh tidak peduli padaku. Dasar ular!" Kiba mulai mencaci tapi tak mau mengejar, mungkin malas atau mungkin takut. Opsi kedua jadi keyakinan Sai kali ini.
"Katakan dimana Naruto sekarang!"
Teriakan sang majikan anjing hanya di balas sapaan angin sejuk pagi ini. Beruntung bel sekolah sudah berdering jadi ada alasan bagi Sai untuk menggeret tubuh Kiba menuju kelas.
Last Omega
Disc: Masashi Kishimoto
Naruto sedang berada di rumahnya siang ini. Pemuda itu baru saja selesai mengerjakan kebun bersama tetangganya, Tenten dan Lee.
Tiba-tiba Tenten mendatangi rumah kecil itu samb membawa bungkusan di tangannya.
"Oh, Tenten-nee, mari duduk." Naruto berdiri dan mengangguk menyilahkan tamunya untuk duduk.
Perempuan bercepol manis itu tersenyum cantik lalu melangkah masuk dan duduk di tempat yang di tunjuk oleh si tuan rumah.
"Ada apa One-chan datang kemari, bukankah makan siangnya sudah ku bawa tadi?" Naruto memulai obrolan.
Tenten belum mengatakan apapun dan perempuan itu malah menyodorkan bungkusan yang di pegangnya pada Naruto.
"Apa ini?"
"Untukmu," jawab Tenten dengan senyum simpul menyejukan hati, Naruto ikut tersenyum melihat itu.
"Kulihat belakangan ini makan mu banyak sekali, aku khawatir kamu kekurangan makanan saat lapar nanti." Tenten kembali senyum merekah.
"Woah, terimakasih nee-chan." Naruto menggaruk belakang kepalanya, "Aku memang sering kelaparan saat menjelang tengah malam dan memang seringnya tidak ada apa-apa dalam lemari ku, hehehe."
Mereka berdua sama-sama tersenyum sebelum Tenten pamit pulang meninggalkan Naruto yang memegang bungkus makanannya.
"Hm, baguslah ada makanan tambahan. Jadi aku tidak usah repot memasak ramen nanti malam." Pemuda itu meloyor pergi ke dapur dan menyimpan makanan itu di lemari.
"Kalau di pikir lagi, hidup ku sangat membosankan belakangan ini." Naruto duduk pada kursi kayu sambil bicara sendiri. "Si Teme itu benar-benar tidak kembali lagi setelah ku usir tempo hari, mungkin ia juga bosan dan tidak perlu memertahankan manusia keras kepala macam aku."
Tidak ada yang menyahut curahan hatinya, Naruto sedang dalam mode lebay. Bicara menghadap tembok dan menyalahkan diri nya sendiri, mungkin sebentar lagi juga ia bunuh diri lalu menyesal di alam sana.
"Benarkah? Si Teme kurang ajar itu bosan padaku?" tangannya menggebrak meja sampai ia kaget sendiri, lalu terdiam setelahnya. "Ya, makanya ia tak pernah muncul lagi." Naruto mengedikan bahunya cuek, lalu menghembus nafas panjang.
"Lalu kenapa aku harus peduli pada perasaan si Uchiha Teme berengsek Sasuke ular tak tahu diri itu!?" serunya pada lemari piring sambil memukul-mukul meja.
Pintu lemari piring terayun tak mau peduli, Naruto sedang di rasuki setan Smeagol dari Film LOTR makanya ia bertanya dan menjawab diri nya sendiri. Siapa saja, harusnya ada yang datang dan menyadarkan Naruto saat ini.
"Kenapa dia tidak datang lagi?? Oh, tuhan!!"
Ada yang bilang, orang yang lama tinggal sendirian memang cenderung berperilaku aneh, seperti Naruto sekarang. Jangan salah paham, jomblo tidak termasuk kedalamnya.
Tiba-tiba, Naruto di serang penampakan tak lajim di luar jendela dapurnya. Sesosok manusia bermantel tebal, bertopi, dan bermasker warna hitam sedang santai berjalan menuju ke arah kediamannya.
Sesaat Naruto kira itu Suga BTS dengan pakaian bandara-nya, tapi bukan, ia tidak ingin salah fandom. Dan lagipula itu di kebun, bukan di airport. And btw, ini bukan musim dingin kok, kenapa orang itu memakai pakaian musim salju segala.
"Siapa itu?" telunjuk kurus Naruto menunjuk kaca pada manusia yang masih tetap berjalan kearah pintu belakang rumah Naruto.
Ia sangat yakin kalau itu bukan anggota boygroup Korsel yang kesasar hingga belakang rumahnya, jadi ia menelisiknya sambil mengernyitkan dahi.
Oh.
Naruto memegang dadanya, takut kalau organ vital yang bersarang di sana ikut melompat keluar karena saking kagetnya ia.
"Apa itu Sasuke?" Naruto mendekatkan wajah pada kaca jendela, "Hmm..." dagu ia usap-usap mirip detektif kurang kerjaan sebab mengawasi seseorang dari balik jendela dapurnya sendiri.
Dari pengamatannya, ia mendapatkan pengelihatan yang ajaib. Manik mata orang itu sudah jelas berwarna hitam arang, selegam rambut yang jatuh di bawah pelindung topinya.
"Hoh... Itu Sasuke!?"
Menghambur ia memburu pintu utama seraya tersenyum senang, sebelum ia di hentikan oleh pemikirannya sendiri.
"Lalu, kenapa aku senang jika si Teme itu datang lagi?" Naruto membeku tepat dua langkah sebelum pintu yang di tuju. "Mau apa kamu kemari!?" desisnya sambil kedua tangannya mengepal ia mengeritkan gigi.
Lalu suara pintu di ketuk.
Dia datang.
.
.
.
"Sasuke," Kakashi, salah satu guru terbaik di sekolah Konoha menghampiri Sasuke, "sepertinya kita memang harus menyerah pada Naruto." guru bermasker itu menyerahkan sebuah amplop pada si Uchiha bungsu. Sasuke mengangguk.
"Ujian akhir tinggal menghitung hari dan bocah itu tidak juga mau kembali, sepertinya dia harus mengulang tahun depan." Kakashi menambahkan sebelum ia berbalik meninggalkan Sasuke.
"Hn, mungkin tidak." Sasuke berbisik pada udara kosong seraya menatap punggung gurunya dengan tatapan tidak masuk akal.
Angin siang itu membelai wajah mulus Sasuke dengan desiran lembut serupa belaian tangan, dan Sasuke membayangkan kalau itu adalah tangan Naruto. Kawannya.
Sasuke menggelengkan kepala kuat-kuat. Ini salah. Kenapa selalu begini. Harus bagaimana ia. Menemuinya?
Kemudian pemuda Uchiha itu berbalik sambil memikirkan bagaimana cara agar ia bisa kembali ke Otto secepatnya.
...
Sedikit demi sedikit, pintu belakang rumahnya berderit terbuka. Memang tidak di kunci, makanya otomatis membuka saat ada dorongan dari baliknya.
Naruto membeku, merasakan degub jantung yang dua kali lebih cepat memompa darah di tubuhnya. Ia nervous. Tapi untuk apa? Pada apa?
Derit pintu berhenti terdengar, Naruto tidak mau melihat apa yang akan muncul dari balik sana. Ia menunduk. Menunggu. Dan ...
"Uzumaki?"
Suara itu.
Kenapa seperti flashback ke masa lalu. Masa dimana ia mengenal seorang yang ia kagumi. Yang mengerti kenapa dirinya cengeng dan manja pada orang tua. Tapi otaknya seperti berhenti bekerja saat ingin mengingat hal lampau itu.
"Naruto?"
Lagi. Suara itu tidak pernah ia dengar lagi sejak ia di tinggalkan sendirian di kota ini. Suara itu tidak lagi familiar di telinganya. Suara itu tidak ingin di dengarnya.
"Jangan khawatir ... "
Naruto mendongak. Mendapati wajah itu sudah terbebas dari masker, namun masih terlindung topi yang di kenakannya. Wajah putih mulus itu masih dingin seperti terakhir ia melihat nya beberapa tahun lalu. Tidak ada senyum. Tidak ada raut yang tercipta. Mata hitam itu menumbuk tepat pada manik safir nya yang bergetar.
"Jangan heran." suara itu terdengar santai, "aku tahu tempat ini dari saudara ku." katanya.
Naruto melemas namun menguat pada perkiraannya. Apa manusia ini juga suruhan Konoha untuk menjemputnya? Benarkah? Sepenting itu kah posisinya di Konoha hingga menyewa orang ini untuk membujuknya pulang?
"Kamu-- tidak menyapa ku? Lupa padaku?" topi hitamnya di lepas, rambut hitam nya jatuh menjuntai kurang rapi melewati pundaknya. Kali ini wajah itu bergerak. Sedikit.
"Aku mencarimu."
"Mau apa kamu kesini?" berani, Naruto mendongak menatap mata onyks lelaki di hadapannya.
Lelaki tak di undang itu melangkah tanpa gentar mendekati Naruto. Pelan namun memojokkan. Naruto menumpukan berat badan di kakinya agar tidak melangkah mundur ketakutan.
Untuk apa takut pada manusia macam ini?
"Kamu tidak mencariku?" tanya lelaki itu, wajahnya kecewa. "Kamu curang." sekarang ia melepas sarung tangan yang melekat di kedua tangannya.
"Sudah berapa lama?" terus saja orang asing yang tak asing itu bertanya sebelum mau menjawab Naruto.
"Apa dia sudah mengetahuinya? Tahu tentang kamu yang sebenarnya?" kali ini bukan kecewa yang ia tunjukan di wajah putihnya. Yang ini lebih seperti meremehkan, atau menyepelekan lawan bicaranya.
Naruto bertahan tak ingin mundur. Ia kuat. Ia tegar. Ia lebay memikirkan hal ini terlalu jauh. Harusnya ia menjawab segala pertanyaan tamu ini secara gamblang. Tak ragu. Tak takut. Lalu kenapa ia merasakan gemetar di tubuhnya. Apa gempa? Serius? Hanya tubuhnya? Ah.
"Sudah sampai mana kamu mencari tahu tentang pathosi yang kamu rasakan?" mulut lelaki itu tak jauh dari perosotan TK bersudut 85 derajat. Meluncur bebas. Membuat jatuh. Sakit dan malu.
Pathosi?
Penyakit?
Memangnya Naruto sakit apa?
Orang ini menyebalkan. Tapi Naruto belum berani mengusirnya. Why?
Sekali lagi ia mendongak, melihat langsung pada wajah es dari lelaki yang lebih tinggi dari nya itu.
"Kamu gak perlu mengingatkan itu!" inginnya sih ia menggertak, tapi malah terdengar melemah di ujung kalimat. Naruto seperti merasakan kerongkongannya tercekat.
"A-aku sendiri yang akan mencari tahu." lumayan, nada bicaranya seperlima meninggi dari yang tadi. "Aku ... Aku tidak sebodoh seperti yang kamu kira,"
"Kamu memang bodoh." ucap lelaki itu, maju selangkah lagi lebih dekat pada si tuan rumah.
Naruto berani. Buktinya ia masih tidak mundur walau merasa terintimidasi oleh jarak yang di buat tamu nya.
"Yakin kamu sedang mencari tahu? Bukan melarikan diri?"
Oi, rollercoaster berupa mulut bawel gak mau berhenti ya membuat Naruto jantungan.
"Sudahlah, aku tidak ada waktu untuk mu, Itachi-nii."
Berhembuslah nafas lega dari keduanya. Naruto tak lagi sesak tanpa alasan, sementara si tamu merasa bangga namanya masih di ingat oleh Naruto.
"Bagus, kamu mengingatku. Sekarang, dimana aku duduk. Aku pegal, perjalanan jauh." orang yang di panggil Itachi itu melempar tas, melepas syal, dan berakhir duduk di kursi kayu bekas Naruto tadi.
Naruto diam. Diam yang lega karena intimidasi sudah berakhir, dan mungkin akan di lanjutkan dengan interogasi tak penting dari Suga gadungan ini.
Naruto pusing.
Kenapa ini seperti dejavu?
Kenapa hidupnya harus berputar di antara dua Uchiha. Dari mana dia harus mulai mengingat. Benar-benar tak habis pikir. Mumet.
...
Bersambung,
Woah, masih ada yang nunggu kah? Berapa lama? Sepertinya tahunan ya, lama banget gak apdet cerita. Hehe. Lagi sibuk (alasan menstrim nya). Tapi boong, yang ada malah terjerumus dunia hitam lainnya, dan tidak ada jalan keluar. Ya tuhan. Tolong hamba.
Baydewey, ada yg suka BTS ga sih? Setuju gak klo ada FF bities di lapak ini? Kasih saran ya?
Oke, babay di chapter selanjutnya ya.. Makasih udah baca. Lof yu ol XD
Bye.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top