7
Kembali ke Konoha sepertinya bukan pilihan benar untuk Sasuke kali ini.
Nyatanya, ia melewatkan jam pelajarannya dengan sengaja sebab mengalami sakit kepala luar biasa saat kakinya menjejak stasiun Konoha tadi dini hari.
Ia melanjutkan pulang ke flat kecilnya, lalu tidur seharian. Bolos sekolah untuk pertama kalinya. Sampai Sakura memenuhi ponselnya dengan berbagai notifikasi telepon dan aplikasi chat.
Saat itu Sasuke benar-benar tidak habis pikir pada keadaannya. Ini baru untuknya. Pertama dari yang pertama kali di dunia ini dia merasakan hal seperti ini.
Bayangan Naruto dengan tubuh kurus nan ringkih tidak dapat menghilang dari otaknya.
Wangi Naruto yang beda juga tak dapat Sasuke lupakan sampai kapanpun. Malah ia ingin kembali ke tempat itu untuk sekedar menghirup aroma Naruto dan menyimpan dalam paru-parunya untuk aroma terapi.
Berlebihan memang. Tapi ini benar-benar di rasakannya saat ini. Naruto memenuhi kepalanya, baik dengan bayangan wajah dan tubuhnya, atau dengan wangi dan tatapan sendunya.
Sebenarnya Naruto kenapa.
Lalu suara si pirang sayup-sayup terngiang dalam pendengarannya. Sasuke mengingat semuanya. Lalu menelaahnya.
Sasuke lama sekali memikirkan apa yang di katakan Naruto, namun tidak dapat melihat benang merah dari segala logika dari cerita si pirang. Pemuda Uchiha itupun jatuh tertidur di sertai mimpi paling buruk seumur hidupnya.
Ia bangun setelah jam weker bosan membunyikan alarm paginya. Sasuke kesiangan. Ia bangun pukul sebelas siang, melewatkan berbagai hal penting hari ini. Termasuk sekolahnya.
Untuk sekarang, ia tidak menyesal. Sasuke hanya menoleh malas pada jam kecil di atas nakas. Lalu kembali menggelung tubuhnya dengan selimut.
Ia tersadar.
Lalu bangkit terduduk.
Sial.
Morning stick.
Sasuke menatap tajam sesuatu yang menggembung di balik selimutnya. Di area bawah perutnya.
Tentu saja ia tahu. Ini sudah rutin, kok, sejak ia mengalami mimpi basah untuk pertama kalinya. Tapi itu sudah lama sekali. Terakhir ia rasakan mungkin setahun yang lalu. Dan sekarang benda itu bangkit di pagi hari saat Sasuke berusaha mengingat mimpinya tadi malam.
"Naruto ... "
Sasuke bergegas ke kamar mandi.
.
.
.
Minggu ini sudah mulai ujian awal semester di sekolah Konoha. Kebetulan hari ini adalah akhir dari ujiannya.
Sasuke tengah berkutat dengan berkas-berkas soal. Begitupun dengan teman sekelasnya yang lain.
Waktu masih banyak, namun sepertinya Shikamaru tetap jadi siswa tercepat yang menyelesaikan seluruh soal sementara waktu ujian masih ada.
Di susul Sasuke yang bergegas menyampir tas punggungnya setelah mengumpulkan lembar jawaban di meja gurunya.
"Sudah selesai?" Shikamaru basa-basi, Sasuke hanya mengangguk kecil lalu mereka keluar kelas bersama.
"Aku akan mencari Naruto lagi." ujar si Uchiha bontot tiba-tiba.
"Sudah ketemu?" tanya Shikamaru santai, mereka melewati gerbang dan keluar dari sekolah.
Sasuke mengangguk lagi, lalu berdiri di samping si presiden sekolah.
"Aku ikut." sahut si rusa Nara.
"Jangan!" Sasuke menyergah cepat. "Dia sedang sedikit depresi, sebaiknya hanya aku yang pergi kesana."
Apa? Hanya Sasuke? Apa maksudnya? Shikamaru dalam hati menggerutu tapi urung di ucapkan, sudah tahu kalau Sasuke itu sama bebalnya dengan batu bata.
"Hm," gumam Shikamaru akhirnya, "beri aku kabar baiknya nanti."
Lagi-lagi Uchiha Sasuke hanya mengangguk kecil sebelum pergi meninggalkan rekan sekelasnya yang mendengkus lelah.
Biarlah hanya Sasuke saja yang pergi menemui Naruto, baru Shikamaru akan menerima kabar jika sudah selesai pencarian.
Uchiha Sasuke sudah merencanakan kunjungan ke kediaman sahabat pirangnya, sejak lama. Sejak ia sering di hantui mimpi basah bersama si pirang bermata biru itu.
Hari ini memang hari terakhir ujian awal semester, dan Sasuke bertekad akan menemui Naruto tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Biar kejutan, pikirnya.
***
Dalam jangkauan matanya, yang terlihat hanyalah kobaran api menjilat-jilat. Udara begitu panas, sulit menghirup nafas. Seluruh kota poranda tak ada berbekas.
Tiang listrik banyak yang tumbang, rumah-rumah hancur setengah pun seluruhnya. Jalanan di banjiri darah dari mayat yang menggelimpang.
Naruto berjalan mundur, dia tidak melihat siapapun yang di kenalnya di sana. Mobil-mobil terbakar jungkir balik. Papan iklan jatuh di tengah jalan. Asap hitam mengepul.
Langit berwarna nila dan gelap, hujan enggan jatuh meski guntur dan petir saling menyahuti. Ini belum masuk waktu malam namun suasana mencekam bagai teror tengah malam.
Kendaraan saling bertubrukan. Pemiliknya memaki sesama saling menyalahkan. Naruto terdorong salah satunya hingga terjerembab jatuh.
Dari arah jalan raya panjang yang nampak tak berujung di depannya, muncul sebuah truk putih besar berlampu menyala dan bersuara nyaring.
Sesaat Naruto pikir benda itu adalah mobil ambulan atau mobil medis yang di kirimkan pemerintah setempat untuk pertolongan pada warga kota yang tengah hancur ini.
Dugaannya salah, saat beberapa pria berbalut pakaian serba putih keluar dari sana. Membawa senapan pelumpuh dan menangkap orang-orang dengan kasar sebelum di masukan ke dalam truk itu dengan cara di lempar.
Biji safir membeliak. Manusia berseragam putih itu membantai massa. Melumpuhkan yang meronta. Menembak yang melarikan diri. Memukul yang bangkit memberontak.
Siapa mereka.
Naruto masih terbaring nanar saat satu tangan seputih kapas terulur kepadanya. Naruto tak berkedip. Memandang tangan itu di depannya.
Dalam kesadarannya yang sedikit menipis, ia menggapai tangan itu. Menggenggamnya erat lalu bangkit. Berdiri tegap dan memutar arah. Kakinya berlari mengikuti langkah cepat dari si pemilik tangan yang menariknya.
Naruto melihat pada tangan yang menarik tangannya. Enggan menaikan pandangan untuk sekedar tahu milik siapakah tangan itu. Tangan yang telah membawanya pergi menghindari kekacauan yang di saksikannya tadi.
Naruto berlari. Terus berlari mengikuti sosok di depannya.
Mereka berpindah tempat. Naruto menjejakkan kaki di atas rumput basah. Ilalang setinggi kepala tumbuh lebat di sana. Naruto mendongak, langit biru menaunginya.
Tangannya sudah terlepas dari genggaman tangan seputih salju tadi. Naruto mencari, dan menemukan kekosongan di sana.
Kelopak tan mengerjap pelan. Menghalau keringat yang hampir menetes ke matanya.
Naruto bangun. Tersadar bahwa dirinya baru saja bermimpi. Tentang--
"Dobe?" suara seseorang menginterupsinya, "kamu sudah bangun?"
Masih disorientasi, Naruto mengerjapkan lagi matanya. Kali ini dengan cepat. Otaknya juga di paksa merespon cepat kali ini.
"Hey, Naruto."
Suara itu lagi. Sejak kapan---
"Mau minum?"
Apa katanya.
Naruto masih linglung. Dunianya masih abu-abu, antara mimpi atau nyata. Suara siapa barusan.
Kepala pirangnya bergerak-gerak. Mencari sesuatu sebagai petunjuk.
"Kamu kenapa, sakit ya?" suara itu kembali mengganggunya.
Mau tak mau. Naruto memukul kepalanya hingga berbunyi ceplak. Lalu menoleh ke kanan. Matanya membola.
Benar-benar nyata. Sosok itu duduk di pinggir ranjangnya. Sedang menatapnya sambil tidak tersenyum sedikitpun.
"Minum?"
"Sasuke?"
Yang di tanya mengalihkan pandangan. Sambil mendengus kesal, Sasuke, sosok pemilik suara tadi, hanya ber-hn saja menyahut panggilan Naruto.
"Sedang apa--" Naruto bangkit duduk, memyingkap selimut lalu turun dari ranjangnya. "Sedang apa kamu di sini?" dia melanjutkan kalimatnya.
Sasuke diam melihat si pirang yang masih kaget menemukan dirinya dalam kamar ini.
"Ini hari minggu, apa salahnya aku mengunjungimu."
Jawaban apa itu.
Pada akhirnya Sasuke bangkit berdiri, berjalan pelan berkeliling seperti menginspeksi ruangan tidur milik temannya itu. Dari ujung ranjang kembali ke meja dekat jendela. Diam berdiri di depan jendela lalu balik lagi ke gigir ranjang.
"Kamu kenapa? Konstipasi, Naruto?" Sasuke melihat wajah Naruto yang berubah-ubah sejak tadi.
Sedang Naruto hanya duduk termangu dengan dua kaki di lipat ke belakang di tengah kasur. Masih tidak--mau--percaya jika ia kedatangan tamu tak di undang hari ini. Hari Minggu. Hari liburnya.
Tidak mau berpikir bagaimana temannya ini bisa masuk kedalam rumah, Naruto segera turun dari ranjang setelah melipat rapi selimutnya.
Si pirang itu meloyor pergi ke arah dapur. Mengambil gelas bersih, mengisinya dengan air putih. Meminumnya hingga tandas.
Sasuke mengikutinya di belakang. Pemuda Uchiha itu keluar dari kamar Naruto dan mengekor si pirang ke dapur, membuat Naruto iritasi di dekati olehnya.
Tidak ada yang mengawali pembicaraan di antara mereka. Terlalu bingung ingin membicarakan apa. Akhirnya mereka hanya diam di dapur.
Naruto yang sudah selesai minum dan Sasuke yang-seperti-menungguinya di ambang pintu.
Benar-benar canggung rasanya.
Padahal mereka berteman baik saat di Konoha. Naruto juga sangat nyaman berada di dekat Sasuke dan Sasuke tidak keberatan sama sekali dengan keberadaan pemuda Uzumaki itu di sekitarnya.
Hari ini setelah hampir satu bulan dari kedatangan Sasuke tempo hari, Naruto merasa iritasi melihat wajah datar itu hadir kembali di kediamannya.
Pasti mengajak kembali lagi ke Konoha. Padahal Naruto sudah bilang tidak akan kembali.
Naruto mengusap perutnya pelan. Benjolan di sana sepertinya tumbuh kurang baik selama ini.
Kalau perhitungannya benar, ini memasuki bulan ke dua. Tapi besar benjolan di perutnya itu tidak pernah bertambah dari sebesar kepal tangan saja.
Naruto membawa segelas air lalu keluar dari dapur. Melewati Sasuke begitu saja.
Seperti anak ayam dengan induknya. Sasuke setia mengekori Naruto. Mereka duduk di sofa usang. Lebih usang dari pertama kali Sasuke kemari.
"Kamu agak gemukan, dobe," senyum Sasuke terpasang hambar yang di balas delikan tak peduli dari manik safir milik Naruto.
Naruto berdecak pelan. Di liriknya jam dinding di atas kepala Sasuke. Pukul sepuluh. Sudah hampir siang. Ini hari libur jadi ia tak punya pekerjaan meladang atau sekedar membersihakan kandang hewan ternak bersama Lee.
Tapi kehadiran Sasuke benar-benar membuatnya salah tingkah. Naruto tidak mau terjadi hal-hal yang tidak di inginkan antara dirinya dan sahabatnya dari kota itu.
Naruto pikir, sekedar menyiram atau mempupuki tanaman di belakang rumah tidak akan masalah. Asal ia ada alasan untuk sedikit menjauhi Sasuke saat ini.
Maka iapun mendesah lelah. Menegakan tubuhnya.
"Sebenarnya aku ada pekerjaan di kebun hari ini." kata Naruto mengawali niat modus-nya, "kamu tunggu saja di sini jika mau. Atau bisa pulang kapan saja kamu mau." Naruto harus belajar tega mulai sekarang, meskipun Sasuke teman dekatnya yang jadi korban.
Sasuke mengernyitkan alis. Tapi ia berusaha memaklumi. Naruto ini mungkin jengah padanya. Dan hari ini benar-benar ada pekerjaan yang menunggunya. Sasuke harus mengerti.
"Hn," gumamnya tak jelas. Ekor matanya melirik pada pergerakan Naruto yang melangkahkan kakinya menuju kamar tidur. Mungkin ingin berganti baju.
Saat Sasuke tiba di ambang pintu ia melihat Naruto yang sedang berganti pakaian.
Sasuke diam memerhatikan.
Naruto sendiri sudah berganti celana kerja dan akan mengambil kaos dalam lemarinya untuk mengganti baju tidur yang sudah ia lepaskan.
Perlahan, Naruto menundukan pandangan ke arah perut lalu mengelusnya dengan pelan. Dia pikir, sesuatu di dalam sana memang tidak tumbuh dengan baik tapi memiliki kekuatan yang bagus karena tetap di sana walau Naruto sudah meminum ramuan untuk menggugurkannya.
Naruto tersenyum miris, akan mengenakan kaos longgarnya saat suara langkah terdengar dari belakang. Naruto menoleh. Membolakan mata.
"Kenapa kamu kemari?" Naruto buru-buru meloloskan kepala lewat lubang pakaiannya.
Sasuke datar. Tetap mendekat dengan langkah terukur. Lalu berhenti saat tiba di hadapan sahabatnya itu.
"Sa-Sasuke?" Naruto ingin mundur namun punggungnya tertahan lemari pakaian. Si pirang untuk pertama kalinya panik saat di dekati Sasuke seperti ini.
"Sas---"
"Dobe.." suara Sasuke memberat. Pandangannya tak luput dari safir yang bergetar ketakutan.
Naruto bergeming menahan gemetar. Diam menunggu apa yang akan di lakukan Sasuke saat pemuda raven itu mengulurkan tangannya.
"Aku---" sekilas si bungsu Uchiha ini menurunkan tatapan pada perut si pirang. "bolehkah?" Sasuke menunjuk perut Naruto yang sudah tertutup kaos longgar.
Naruto ikut menunduk melihat apa yang di maksud si Uchiha bungsu ini. Petutnya.
Naruto mengangguk.
Bodoh, kenapa ia mengangguk?
Lihat sekarang apa yang sahabatnya lakukan, jemari panjang Sasuke mendarat pelan dengan ragu di atas permukaan kulit perut Naruto.
Hampir bergetar, telunjuk dan jari tengahnya mengelus sisi kanan daerah perut berwarna sawo matang. Ada benjolan di sana. Dan jari-jari itu berhenti di sana cukup lama sebelum si pemiliknya menarik paksa bersamaan menarik pula tubuhnya yang sudah hampir mendempet Naruto hingga kehabisan nafas.
"Naruto?"
Bergeming. Naruto menatap paras putih merona itu dengan tatapan yang sulit di artikan. Matanya berkaca-kaca.
"Ini---"
Naruto memalingkan wajah ke samping kiri, enggan melihat ekspresi selanjutnya dari Sasuke.
Pasti jijik.
Sudah pasti ia akan jijik melihat ini.
"Apakah ini abses? Atau kamu menderita gizi buruk, dobe?" Sasuke mengernyit tanda bingung, ia mundur satu langkah memersilahkan Naruto mengatur nafas sebelum menjawab pertanyaan tidak pentingnya.
Naruto menoleh dengan cepat, ia balas menukikan alis pirangnya.
Apa katanya?
Apa yang di katakan si Teme kurang ajar ini barusan?
Apa Naruto salah dengar?
Sasuke bilang apa?
Abses?
Gizi buruk?
Sialan!
"Menjauh dariku!" Naruto menggertakan giginya. Air mata yang sudah berkumpul di pelupuk sejak tadi tiba-tiba tersedot habis masuk kembali sarangnya setelah mendengar kata-kata Sasuke.
Benar-benar.
Kenapa selalu nama penyakit yang di ingat Sasuke?
"Perutmu..."
"Teme brengsek, kubilang menjauh dariku!"
Naruto benar-benar frustasi menghadapi si raven hari ini. Tidak habis pikir kenapa Sasuke bertingkah seperti idiot belakangan ini.
"Kamu gizi buruk, makanya perutmu mengembung begitu. Tapi jangan khawatir, aku akan membantumu memulihkannya," senyum Sasuke terkembang tulus sebelum kepalanya pening di timpuk bantal yang entah dari mana datangnya.
"Rasakan!"
Setengah berlari, Naruto keluar sambil menggerutu.
***
Bersambung,
Hehe, agak cepet ya alurnya? Gpp, sengaja..sori for typo ya~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top