1
Awalnya, agak sulit membiasakan perubahan yang telah ada sejak lama menjadi kebiasaan.
Selama ini manusia mengenal tiga gender yang ada di dunia. Alfa, beta, dan omega. Dimana alfa sebagai dominan, omega pencetak keturunan, dan beta sisanya.
Jaman sudah berubah. Banyak perkembangan dan perubahan dari yang kurang menjadi lebih baik. Seperti penyempitan gender dari yang semula tiga menjadi dua saja.
Laki-laki dan perempuan.
Seiring berjalannya waktu, tidak dapat di pungkiri keputusan ini mengantar manusia pada penyesuaian keadaan sekitarnya.
Tidak ada lagi tiga gender terdahulu. Alfa, beta, omega, hanya legenda yang di ketahui orang melalui pelajaran sekolah selama satu jam setiap minggunya. Tidak lebih.
Last Omega
Disc: Masashi Kishimoto
Sekolah Konoha adalah salah satu sekolah terbaik yang pernah ada. Sekolah ini memiliki kriteria disiplin luar biasa yang di anut seluruh siswanya. Jadi saat ada seorang murid tidak hadir dalam pembelajaran lebih dari sehari tanpa alasan jelas maka sudah pasti hampir seluruh siswa mencari tahu keberadaan murid tersebut.
Dan, sudah berapa lama dia tidak masuk kelas. Sehari. Dua hari. Rasanya sudah satu minggu sejak terakhir kali ia membagikan kue buatannya yang ia bikin di kedai tempatnya bekerja paruh waktu.
Ya, selama satu minggu itu pula hampir seluruh siswa yang mengenalnya mencari tahu keberadaan dan keadaannya. Tapi nihil. Dia seperti hilang di telan bumi.
Mungkin sekolah tidak akan bersikeras mencari keberadaanya jika saja siswa akhir tahun ajaran itu bukan penerima bea siswa penuh hingga akhir pembelajaran.
Harapan satu-satunya menggantung pada pengetahuan beberapa murid yang di anggap paling dekat dengannya. Walau hanya beberapa orang, sekolah akan tetap mengerahkannya.
Maka, di mulai pulang sekolah hari ini. Empat orang siswa lelaki di tugaskan untuk mencari tahu dimana Uzumaki Naruto bisa di temukan.
.
Pada praktiknya, Shimura Sai tidak suka menggambar. Jelas saja kalau yang di tugaskan adalah menggambar perasaan saat dia tahu salah satu teman dekatnya menghilang. Dia miris.
Bagaimana tidak, Naruto itu pemuda mandiri luar biasa menurutnya. Remaja tanggung yang tahu bagaimana memosisikan dirinya di tengah rumitnya kehidupan nyata remaja jaman sekarang.
Sai, akan memilih Naruto jika saja ada pertanyaan tentang siapa teman paling baik yang pernah dia dapatkan.
Masalahnya, bukan itu sekarang yang dia hadapi. Teman paling baiknya itu menghilang. Sekolah mencari remaja berusia enam belas tahun itu hampir ke seluruh antero kota.
Terlalu dramatis sih, kalau yang di maksud mencari itu hanya sekedar mencari dari mulut ke mulut dan dari kenalan sekadarnya saja.
Mungkin ini juga salah satu kendala yang di hadapi sekolah ketika Naruto hanya sebatang kara di kota ini. Sendirian, tidak memiliki sanak famili.
Bahkan Sai sebagai teman satu bangkunya tidak pernah tahu dimana sebenarnya Naruto itu tinggal. Yang dia tahu, selama ini, remaja pirang berkelakuan baik itu sering menempel pada teman satu kelasnya yang lain.
Remaja teplon pewaris akhir dari penyandang nama marga terkenal yang ada di Konoha. Uchiha. Sasuke Uchiha namanya. Walau saat di interogasi oleh hampir seluruh isi kelas si remaja raven itu berkeras tidak mengetahui apa-apa tentang si blonde.
Dan Kiba si Inuzuka, teman yang paling antipati pada keberadaan Sasuke di dekat Naruto, merasa kesal akut saat menanyai si teplon bermata onyks ini, menjawab ngasal hampir semua pertanyaan yang berkenaan dengan Naruto.
Padahal yang Kiba tahu, mereka, Sasuke dan Naruto, kerap pulang bersama jika keluar dari gerbang sekolah. Rupanya Kiba curiga bukan kepalang pada gerik si onyks yang seperti menghindari.
"Sudah kubilang. Aku tidak tahu." seru Sasuke saat sekali lagi, ketua kelasnya, sekaligus menjabat Presiden Sekolah tiga tahunan ini yang bernama Nara Shikamaru, bertanya perihal tempat tinggal Naruto.
Beban berada di pundaknya. Ketika Shikamaru adalah Presiden sekolah, teman satu kelas Naruto, dan cukup baik mengenal si pirang selama ini. Maka yang dia lakukan semingguan ini adalah mencari tahu segala hal mengenai Naruto. Si teman yang menghilang.
.
"Kata Iruka-sensei, Naruto bekerja paruh waktu di kedai milik paman Jiraiya." kata Kiba yang waktu ini mengawali pencariannya mengenai si pirang baik hati atas perintah sekolah.
Shikamaru mengangguk tahu. Lalu membimbing perjalanan keluar dari gerbang sekolah.
Sasuke melirik dengan ekor matanya, sementara Sai mulai menggambar denah yang mereka lalui dalam kepalanya agar mudah diingat kelak jika kesasar. Well, walau tidak mungkin juga mereka tersesat di daerahnya sendiri.
"Oke. Jadi kita akan mulai dari mana?" Sai menarik keluar kemejanya dari dalam celana. Meniru Sasuke yang sejak tadi berdandan serampangan walau saat di sekolah.
"Kamu tidak mendengar, kita ke kedai paman Jiraiya dulu." Kiba berseloroh santai. Di sampingnya Shikamaru berjalan santai dengan kedua tangan di kepala. Sikap malas sepenuhnya.
"Aku sudah menanyainya. Jangan terlalu berharap." Sasuke bercelatuk di belakang barisan.
Ketiga dari mereka menoleh bersamaan. Tidak ada raut apapun dari belakang mereka. Fokus jalan lagi.
"Kedainya di tikungan itu. Di seberang toko perhiasan milik Bibi Guren." Kiba melanjutkan menunjuk. Si penyuka anjing ini tidak menghiraukan ucapan Sasuke barusan.
Ya, sudah. Sasuke tidak peduli kok. Jadi, dia juga lanjut jalan menyusul mereka.
Sai melirik Kiba, lalu Sasuke, lalu Shikamaru lalu Kiba lagi. Dia tidak tahu apa-apa rupanya. Mendengus saja lah.
"Ini?" Shikamaru menengadah membaca tulisan di atas kedai yang di maksud. "Toko camilan Rashengan. Kamu bilang tadi kedai, ini hanya sebuah toko, Kiba."
"Lihat saja dulu kedalam. Jangan banyak protes." Kiba bersungut-sungut. Masuk mendului rekan lainnya.
Memang kedai. Bahkan ada menu makan siang segala disini. Dan ramen tentunya. Shikamaru tidak akan lupa makanan favorit teman hilangnya. Oh, pantas saja, Naruto bekerja disini.
"Aku sekalian makan siang, ah," kata Sai. Memilih kursi sekalian menu untuknya sendiri. Lalu duduk manis di sana.
Jiraiya terlihat keluar kedai. Membawa bungkusan besar berwarna hitam. Mungkin sampah.
"Maaf," Shikamaru menyela perjalanan di pemilik kedai keluar sana. Jiraiya menoleh, merasa familiar dengan seragam yang dikenakan si pemuda Nara.
"Ah, hai. Kau bisa pesan pada pelayanku." mengira si anak sekolah ingin membeli sesuatu di kedai ini, Jiraiya melanjutkan jalannya. Membuang sampah pada bak yang ada di belakang kedai. Shikamaru mengekori dalam diam. Sebelum paman berambut putih itu menyelesaikan pekerjaannya.
"Aku mencari Naruto, paman," remaja berambut serupa nanas itu bertanya santai.
Jiraiya tentu saja menoleh cepat. Lalu tersenyum.
"Kau temannya?" tapi paman itu malah balik tanya. Giliran Shikamaru mengangguk iya.
"Oh, kebetulan." Jiraiya menepuk tangannya sendiri membersihkan debu sisa membersihkan sampah. "Sudah empat hari dia tidak masuk kerja. Uang mingguannya juga belum di ambil. Kau tahu rumahnya, anak muda?"
Entah Shikamaru harus menjawab apa. Situasinya malah terbalik. Benar-benar merepotkan si pirang bermata indah ini.
"Oh," suara itu meluncur bebas dari mulutnya. "Saya juga---"
"Kalau bisa, aku titip uang bayaran Naruto padamu. Berikan padanya saat di sekolah, ya." Jiraiya senyum sembari menyipitkan matanya. Melenggang pergi dari sana, masuk kedai kembali.
Dari belakang, Shikamaru menyingkap tirai pembatas. Nampak Sai lahap makan siangnya, dan Kiba asik menyeruput ocha. Shikamaru menghampiri. Bergabung dengan mereka.
Sasuke menyusul. Berwajah datar, lalu duduk di samping Shikamaru.
"Apa katanya?" tanya Sasuke sesaat dia menghempaskan bokongnya pada bangku.
Seperti mengerti, Shikamaru mengangguk kecil lalu menjawab, "beliau menitipkan bayaran untuk Naruto." ucapnya kalem.
Kiba hampir saja menyemburkan ocha pada Sai.
"Paman itu tahu dimana bocah bodoh itu?" sembur Kiba pada akhirnya. Dia berdiri antusias.
Sai menghentikan makan siangnya. Barangkali hanya Sasuke saja yang paham pada pembicaraan ini. Makanya pemuda raven itu segera berdiri lalu meloyor keluar kedai.
Mau tak mau, setelah membayar pada kasir, ketiga siswa itu ikut keluar dari sana. Dan Jiraiya mengikuti dari belakang.
"Maaf, siapa namamu tadi, anak muda?" Jiraiya melihat Shikamaru.
"Ah, aku Nara Shikamaru." si Nara itu mengulurkan tangan menjabat tangan kokoh milik paman Jiraiya.
"Baiklah, karena kau teman sekolahnya, dan tadi kau menanyakan tentang dia. Kuanggap kau cukup dekat dengannya. Jadi aku titip uang gajian Naruto seminggu kemarin, plus bonusnya." senyum Jiraiya tak nampak luntur, sepenuhnya gembira menerima kebaikan Shikamaru. Hingga dia tidak perlu repot mencari Naruto.
Sasuke melirik sekilas. Berkata dengan matanya, sudah kubilang, terutama pada Kiba.
Jiraiya lagi-lagi masuk kedalam kedai, meninggalkan empat remaja sekolah yang kebingungan di depan tokonya.
"Kalau sudah ketemu, beri tahu aku." Sasuke mengetuk kaca arlojinya, "Sakura sudah menelponku."
Fyi, semua murid Konoha tahu, Sakura itu gadis cantik paling beruntung sedunia. Karena berhasil meluluhkan arogansi tuan muda Uchiha Sasuke. Mereka berpacaran sejak setahun yang lalu.
Jadi, saat nama bunga itu di sebut, bayangan ketiga temannya tertuju pada gadis cantik bersurai merah muda di sekolahnya. Oh, tentu saja, Sasuke mungkin mengajak Sakura kencan hari ini. Maklum, akhir minggu.
"Tidak apa." kata Shikamaru lamat-lamat, "kami juga akan pulang. Sudah hampir sore, kita lanjutkan besok saja."
"Bagaimana nasib Naruto?" Kiba belum mau terima keputusan si presiden sekolah rupanya. Dialah yang merasa paling dekat dengan Naruto selama ini.
"Besok kita lanjutkan pencarian."
Tidak ada lagi bantahan. Mereka mengulang perjalanan mundur lalu berpisah saat tiba di depan gedung sekolah.
Kecuali Sasuke, yang tiba-tiba berbalik cepat menuju sebuah mini market di dekat sana.
Matanya meliar mencari sesuatu di dalam sana. Ah, ketemu.
Sasuke menghampiri seseorang yang memunggunginya.
"Aku sudah menemuimu." Sasuke berkata tanpa menunggu orang itu berbalik, "apa yang kamu punya untukku?"
Orang itu berbalik, tersenyum manis menarik perhatian. Sasuke tidak balas tersenyum, dia hanya menatap orang itu dengan datar.
"Aku punya sebuah alamat," perempuan itu menyeringai puas. Mengulurkan secarik kertas sambil mengibaskan rambut merahnya.
"Hn," Sasuke mengambil kertas itu, "terimakasih Karin-nee."
Bersambung,
Cerita baru berunsur ABO, masih belum mudeng sih, cuma di coba aja. Kalo ada salah, silahkan kasih tahu saya..
Kalo ada yg baca, tar saya lanjutkan 😳
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top