Babak #10
“JADI, lo dateng ke sini cuma buat numpang bengong doang?” Yazar mengangkat tubuhnya yang semula berbaring di atas tempat tidur. Lantas menatap lekat sosok Ginan yang kini tengah duduk di meja belajarnya.
“Hm ...,” gumam Ginan pendek.
Hela napas panjang Yazar terbuang percuma. Sama sekali tiada paham maksud laki-laki pendiam di hadapannya.
Setengah jam yang lalu, Ginan mengirimnya pesan. Bilang kalau ia ingin bertemu dan membicarakan sesuatu. Lantaran di rumah tak ada siapa pun, dan kabarnya Heris akan pulang malam ini, alhasil Yazar yang meminta Ginan untuk datang menemuinya.
Akan tetapi, sejak tiba di rumahnya, Yazar belum mendengar kalimat berarti apa pun yang Ginan loloskan. Laki-laki itu tampaknya jauh lebih asyik dengan keheningan. Yazar sampai bosan melihat hal itu.
“Nan, serius, deh. Gue lagi enggak mood belajar malem ini.” Tangan Ginan baru saja membuka buku yang ada di dekatnya, membuat Yazar spontan mengeluhkan kalimat itu. Perjanjiannya, Ginan datang ke rumahnya bukan untuk belajar, kan?
Ginan mendengkus seraya menaruh kembali buku sosiologi yang hendak ia buka di tempat semula. “Berisik banget, sih, lo kayak Mika,” komentarnya.
“Gue perlu kayak dia kalau lagi berdua sama lo. Kalau enggak, gue berasa kayak lagi berduaan sama Charlie Chaplin tahu, enggak? Mending, deh, Charlie Chaplin enggak ngomong juga dia bisa berekspresi. Lah, elo?”
Kontan saja Yazar mendapat tatapan runcing dari Ginan kala kalimat itu terucap sempurna. Namun, ia tak begitu memedulikannya dan kembali berujar, “Udahlah, jadi sebenarnya lo mau ngomongin apa?”
Ginan menarik napas panjang. Membiarkan beberapa menit terbuang percuma sebelum memulai pembicaraan serius.
Yazar mencoba untuk bersabar. Jika dengan Mika harus bersabar lantaran sikap cerewetnya, maka dengan Ginan ia harus bersabar sebab sikap dinginnya.
“Cewek di depan sekolah tadi.”
Yazar mengambil posisi senyaman mungkin, menegakkan tubuh dan bersila di atas tempat tidur. Bersiap mendengarkan cerita Ginan dengan serius. Hal yang jarang mendengar Ginan bercerita seperti ini. Ia akan menjadi pendengar yang baik.
“Maksud lo dia cewek masa lalu lo?”
“Hm ....” Ginan mengangguk.
Gadis itu berwajah oriental. Cantik. Manis. Imut. Dia gadis yang Yazar lihat di depan pagar sekolah tadi sore.
“Hainarra Sarah?”
“Iya.”
Jadi, Ginan pernah cerita. Ia menyukai seorang gadis. Hainarra Sarah namanya. Gadis superenergik yang selalu ia puja sejak mereka sama-sama duduk di bangku yang sama di SMP.
Sarah adalah gadis paling unik yang pernah Ginan temui. Gadis itu begitu baik, ceria, cerewet, lucu, dan selalu berhasil membuat Ginan tertawa, membuat hari-harinya yang dingin menjadi hangat.
Sarah adalah orang pertama yang membuat Ginan bisa tertawa lepas.
Sarah adalah orang pertama yang mengubah hidupnya yang kelabu menjadi lebih berwarna.
Sarah adalah orang pertama yang membuatnya tahu apa itu jatuh cinta.
Akan tetapi, Ginan terlalu kaku kala itu. Ia tak bisa mengungkapkan perasaannya dan hanya mampu menyimpannya erat dalam hati. Baru ketika keberaniannya terhimpun sempurna, dan berniat mengungkapkan perasaannya pada Sarah, esoknya ia mendengar kalau Sarah pindah ke Jepang.
Ginan patah hati, tentu saja.
Sampai saat ini, laki-laki pendiam itu bahkan masih menyimpan rasa itu. Masih menyimpan harap yang besar di atas ketidakpastian. Maka, ketika akhirnya ia melihat kembali sosok itu, perasaan galau merambat cepat di sanubarinya. Antara senang sekaligus bimbang. Lantaran, mungkin saja ia masih menyimpan keberanian itu. Namun, apa Sarah masih menyimpan perasaan yang sama terhadapnya?
“Kenapa tadi lo enggak samperin dia coba?” komentar Yazar. Sayang sekali Ginan menyia-nyiakan kesempatan itu dan malah memasang wajah datar kemudian berlalu, pura-pura tak melihat gadis itu sama sekali.
“Mungkin aja dia udah lupa sama gue.”
Yazar tak merespons. Nama Harum sesaat terlintas dalam benaknya lagi. Yang Ginan takutkan sama dengan apa yang ia alami saat ini. Dilupakan oleh orang paling berarti adalah sesuatu yang sangat menyakiti hati. Wajar saja jika Ginan bersikap seperti itu.
“Alasan kenapa orang melupakan kita adalah karena kita tidak berarti di hidup orang itu.” Pahit sekali rasanya mengatakan hal itu. Yazar hanya bisa menahan sesak di dada kala mengakui kenyataan yang ada.
***
Yazar bangun lantaran bunyi notifikasi LINE dari Mika. Diliriknya jam dinding di sebelah barat dekat jendela. Jam 03:30. Bahkan azan subuh belum berkumandang.
Sial! Mika mengganggunya hanya untuk mengirim pesan alay seperti ini. Yazar mudah terbangun bahkan hanya karena suara kecil. Ia lupa mengaktifkan silent mode sebelum tidur.
Merasa tak enak tak mengacuhkan pesan Mika, dengan setengah sadar, Yazar membalas pesan itu.
Yazar membuka matanya yang sempat terpejam kembali guna membaca ulang pesan yang baru dikirimnya. Sambil terkekeh kecil, ia mengangkat tubuhnya dan mendudukkan diri, bersandar di kepala tempat tidur.
Seakan tak peduli dengan kantuk yang masih bergelayut manja di pelupuk mata, Yazar mencoba menghubungi Mika. Lebih baik berbicara ketimbang harus repot-repot mengetik. Sebenarnya ia bisa saja tak mengacuhkan Mika untuk hal yang mungkin tak begitu penting seperti ini. Namun, jangan lupakan Yazar yang selalu mementingkan orang lain ketimbang dirinya sendiri. Merasa malas mengetik, Yazar memilih untuk menelepon saja.
“Kenapa, Mik? Lo enggak tidur?” tanyanya saat panggilan tersambung.
“Kanis selingkuh, mana bisa gue tidur nyenyak, Zar.”
Tubuh kurus Yazar menggeliat kecil, selagi tangannya yang bebas mengucek pelan mata sayunya. “Udah tanyain sama Kanis kepastiannya?” Tenggorokannya terasa kering. Alhasil, meski enggan, Yazar turun dari tempat tidur. Melangkah keluar kamar untuk mengambil air minum.
“Udah tapi ceklis.”
“Palingan enggak punya kuota. Tethering doang, kan, dia mah bisanya.” Tak ada tanda-tanda kehidupan di rumah saat Yazar keluar kamar dan melangkah menuju dapur. “Pastiin dulu, deh, besok. Siapa tahu itu saudaranya.”
“Lupa? Kanis cuma punya dua orang sepupu. Mereka perempuan dan masih balita.”
Yazar biarkan sensasi basah memenuhi tenggorokannya sebelum merespons kata-kata Mika. Dengan sebelah tangan bertumpu pada badan dispenser, ia mengamati keadaan dapur yang agak berantakan. Aneh sekali rasanya. Tak biasanya Dijah meninggalkan dapur dalam keadaan seperti saat ini.
“Mending sekarang lo tidur, deh. Positive thinking ajalah. Besok tanyain langsung.” Sekenal Yazar, Kanis itu bukan tipe orang yang senang selingkuh. Walaupun bisa dibilang kalau kebanyakan ia bergaul dengan laki-laki ketimbang perempuan, tetapi Kanis tipe cewek setia dan tak mudah memberikan perasaannya pada orang lain.
“Yazar?”
“OH, TUHAN!” Yazar memekik kaget saat suara perempuan mampir di telinganya, disertai tepukan lembut di bahu. Saking kagetnya, ponsel yang masih ada dalam genggamannya jatuh dengan keras menghantam lantai. Sepertinya langsung mati.
Dengan jantung yang masih berdebar tak berirama, ia segera membalikkan badan guna memastikan siapa si pemilik suara barusan.
“Mbak Kikan?”
“Ya, ampun. Mbak ngagetin kamu, ya?” Perempuan cantik itu berjongkok dan memungut ponsel Yazar. “Yah, langsung mati, nih, ponselnya. Gimana, dong?” Ia bangkit dan mengecek ponsel di tangannya.
Yazar mengambil alih ponselnya dari tangan Kikan, istri Heris Fiansyah. “Enggak apa-apa, Mbak.” Menekan tombol power dengan agak lama dan langsung menunjukkannya ke hadapan Kikan begitu ponsel itu kembali menyala.
“Mbak kira tadi kamu lagi ngomong sendiri. Maaf, ya?” Kikan meringis.
“Mbak kapan datang?” Yazar mulai paham kenapa dapur terlihat tak serapi biasanya. Pasti Kikan dan Heris baru menggunakannya.
“Jam sebelas tadi. Kamu udah tidur pas Mbak sama Abang kamu tiba.” Kikan meraih tangan Yazar dan menuntunnya keluar dapur.
Yazar memperhatikan Kikan dengan rinci. “Mbak?”
“Hm?” Kikan menghentikan langkahnya di ambang pintu dapur dan menatap Yazar yang kini tengah menatapnya serius.
“Mbak, kok, makin cantik aja, sih?”
“Dasar kunyuk! Dosa lo godain istri orang!” Sesuatu baru saja mendarat di kepala Yazar. Sebuah jitakan yang cukup keras sebagai balasan untuk pujian yang baru ia berikan.
“BANG HERIS! SAKIT, NYAHO!” pekik Yazar kesal.
Bersambung
Bandung, 11 Mei 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top