Babak #1

Yazar tengah berjalan melewati koridor SMA Globantara sembari membalas sms yang baru saja masuk, saat apitan tangan seseorang di leher mengalihkan seluruh atensinya.

"Lo udah tahu belum?"

Yazar menoleh seraya menaikkan sebelah alis tebalnya saat pertanyaan Mika—orang yang baru saja merangkulnya—bertepi hingga telinga. Reaksi otomatis sebab ia tidak tahu informasi apa yang Mika maksud saat ini.  Lagi pula, ia baru masuk hari ini setelah tiga hari dipaksa istirahat di rumah lantaran penyakit asmanya  kembali berulah.

"Ada siswa baru di kelas kita. Cewek, loh..."

Yazar tak lantas bereaksi saat kalimat itu lolos dari bibir tipis merah milik sahabatnya. Ekspresi datar sesaat ia tunjukkan sebelum akhir oh panjang didendangkannya.

"Lo udah tahu?" tanya Mika spontan begitu melihat reaksi terakhir yang Yazar tunjukkan.

"Udah. Kan, barusan lo kasih tahu gue," jawab Yazar lempeng.

"Sialan!" Mika melepaskan rangkulannya dan menonjok pelan lengan Yazar. "Harus, ya reaksi lo gitu doang? Seenggaknya nanya, kek. 'Ohya, siapa? Pindahan dari mana? Cantik enggak?' Jangan 'oh' doang. Gue, kan, jadi patah hati."

"Lebay!" Yazar terkekeh. Dalam satu gerakan, ia gantian mengaitkan lengannya di leher Mika. "Emangnya siapa gitu? Terus, pindahan dari mana? Cantik enggak?" tanya Yazar setengah mencibir.

Mika mendengkus. Langkah mereka berhenti tepat di ambang pintu kelas. Alih-alih menjawab pertanyaan Yazar, Mika justru menyikut rusuk sahabatnya itu, memberi isyarat untuk melihat siapa yang tengah duduk di bangku paling sudut ruangan.

"Namanya Harum Areta."

Yazar menjauhkan tangannya dari leher Mika. Lantas membiarkannya tergantung lemas di kedua sisi tubuhnya tatkala netranya menangkap sosok yang baru saja Mika tunjukkan. Seluruh pergerakannya tiba-tiba saja mengaku seolah baru saja Harry Potter menyerangnya dengan mantra Pertrifucus Totalus.

Harum Areta. Gue yakin barusan Mika nyebut nama itu, batin Yazar. Jantungnya tiba-tiba saja berdegup dengan kencang. Tanpa sadar, manik sewarna kopi susunya terus terpusat ke arah gadis yang saat ini tengah asyik membaca novel di bangku paling pojok sana. Ekspresi dingin dan apatis yang tergurat di balik wajah cantik gadis itu cukup menjelaskan, kenapa tak ada yang ingin bergabung dengannya padahal ia seorang siswa baru.

"Terpesona, kan, lo?" Sekali lagi Mika menyikut pinggang Yazar. Kali ini lebih keras sehingga ringisan lolos dari mulut laki-laki kelahiran 29 Oktober itu.

Yazar berdecak, lantas segera mengayunkan kaki menunju tempat duduknya di meja nomor dua dari belakang dekat jendela. Ginan—teman sebangku yang juga sahabat baiknya selain Mika—menyambutnya dengan sapaan ringan.

"Belajar mulu," komentar Yazar saat melihat buku pelajaran yang nangkring di atas meja tengah Ginan baca saat ini. Ia mengambil posisi di sisi Ginan sementara Mika yang duduk di hadapannya sibuk menggeser kursi guna bergabung dengannya dan juga Ginan.

"Lo udah sehat?" tanya Ginan tak ingin menanggapi lebih jauh komentar Yazar tentang hobi belajarnya.

Yazar mengangguk singkat. Asmanya memang sering sekali kambuh akhir-akhir ini.

"Sejak masuk kelas ini, sikapnya dingin banget. Anak-anak yang lain jadi enggan deketin dia. Padahal, secara dia itu anak baru. Harusnya, sih, bisa jauh lebih ramah biar bisa cepet dapet temen."

Tanpa bertanya lebih, Yazar tahu siapa yang sedang Mika bicarakan saat ini. Sebelum mengikuti arah pandang Mika—tempat duduk gadis bernama Harum itu—Yazar melirik sekilas ke arah Ginan yang kembali sibuk dengan buku sejarahnya. Laki-laki sedingin es itu tampak tak ingin ikut masuk ke dalam percakapan yang ada. Benar, Ginan memang tidak pernah tertarik dengan hal-hal lain selain belajar.

Dalam diam, ketika Mika mulai kembali nyerocos dan mengomentari apa yang sedang ia lihat, Yazar hanya bisa memperhatikan gadis itu serinci mungkin.

*

Kanis Faza
| Zar, beneran Harum balik ke Indonesia?
|Dia sekolah di SMA Globantara dan sekelas sama lo?

|Iya.

Kanis Faza
|Lo kok enggak bilang?


|As you know. Kan, gue baru masuk.
| Lo tahu dari siapa?

Kanis Faza
|Mika kasih tahu gue tadi. Dia bilang ada murid baru di kelasnya. Namanya Harum Areta dan dia pindahan dari Itali.
|Dia beneran Harum, kan, Zar?
|Terus sekarang dia gimana?

|Dia bukan Harum-nya kita, Nis.

Kanis Faza
|Maksud lo?

Yazar menatap hampa layar ponselnya sebelum benda pipih itu ia biarkan tergeletak sembarang di atas tempat tidur. Kepalanya terasa begitu penuh saat ini. Ia perlu meyakinkan dirinya sendiri sebelum memberi jawaban untuk Kanis, kekasih Mika saat ini yang juga sahabat baiknya sejak SMP.

Ketika ingatannya tentang kejadian beberapa jam yang lalu kembali ter-replay, Yazar mengusap kasar wajahnya. Mendadak semuanya terasa begitu membingungkan untuknya.

Sepulang sekolah tadi...

"Harum ..."

Mika yang sedang asyik mengganggu Ginan dengan guyonan basinya di sepanjang koridor sekolah yang mereka lewati, seketika saja terhenti. Kedua sahabat itu saling melempar pandang saat Yazar tiba-tiba saja memanggil nama gadis yang saat ini berjalan di hadapan mereka.

Saat mendengar namanya dipanggil, Harum refleks menghentikan langkah dan berbalik. Membuat Yazar dan juga kedua temannya terpaksa menghentikan langkah juga.

"Lo kenal gue, kan?"

Pertanyaan Yazar jelas mengundang kerutan bingung di dahi Mika dan juga Ginan. Mereka bersahabat sejak masih menjadi peserta MOS di gugus yang sama satu tahun silam. Sedikitnya mereka bisa mengenal bagaimana kepribadian Yazar.

Meski bukan tipe cowok dingin bermuka tembok macam Ginan dan tokoh drama, yang jika berbicara kata-katanya setajam panah Arjuna, yazar juga bukan tipe cowok pecicilan yang mau repot-repot bersikap sok kenal sok dekat seperti saat ini kepada seorang gadis.

"Zar, kita tunggu di tempat parkir." Sadar akan posisinya yang tidak semestinya terlibat akan situasi yang ada, Ginan segera menarik tangan Mika untuk berlalu meninggalkan Yazar dan juga Harum. Mika sempat protes, tetapi hanya ditanggapi dengan ekpresi datar oleh Ginan.

"Lo kenal gue, kan?" pertanyaan serupa Yazar lontarkan.

Harum tak lantas menjawab. Untuk sepersekian detik ia hamburkan waktunya untuk menatap dingin manik cokelat milik Yazar. "Enggak." Sedetik setelah kata itu meluncur bebas, gadis dengan tinggi 162 senti meter itu berbalik dan meninggalkan Yazar yang kini mematung di tempatnya.

Sosok itu perlahan mengilang di ujung belokan koridor sementara Yazar memejamkan mata sejenak untuk menghilangkan sedikit keterkejutannya. Dengan pikiran yang kini dipenuhi berbagai macam pertanyaan, Yazar mulai menyeret langkahnya menuju tempat di mana teman-temannya berada saat ini.

***

Kanis Faza
| Zar, kok di-read doang?
| Maksud lo dia bukan Harum-nya kita apa?
| Yazar! Bales, woi!
| YAZAR MAHENDRA! LO KEBO, HAH?

Bunyi notifikasi LINE dari Kanis sesaat menarik Yazar dari lamunannya. Ia menarik napas dalam begitu membaca pesan-pesan itu. Sahabat perempuannya itu memang tidak sabaran sekali.  Tak ingin membuat Kanis mengomel lebih panjang, Yazar segera membalas pesan itu.


|Gue sendiri enggak yakin.
| Kita ketemu. Gue tunggu sepuluh menit lagi di tempat biasa

Bersambung
Bandung, 14 Maret 2022

...

Silahkan tinggalkan jejak apa pun itu di kolom komentar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top