🌸🌻Senja di batalyon🌸🌻

~ Aku ingin tahu bagaimana rasanya pura-pura lupa. Supaya kamu juga paham bagaimana perihnya sengaja dilupakan~

****
Last Memory by Galuch Fema


Happy reading jangan lupa untuk vote

Otak Derra sudah mendidih, kedatangan Arsha yang mendadak, ditambah rencana gila laki-laki itu  dengan berani berucap seperti tadi di depan Mamah.

"Aku tidak suka dengan cara-cara licik kamu!"

Arsha hanya bisa menarik napas panjang. Berhadapan dengan gadis ini benar-benar kudu sabar, jangan sampai ia ikut terpancing emosi.

"Cara licik apa? Aku cuma ingin hubungan kita lebih serius?"

"Bapak Arsha yang saya hormati, kita baru  bertemu belum genap dua puluh empat—"

"Ralat! Beberapa menit lagi kita akan mengenang pertemuan kita kemarin pagi."

Senyum Arsha mengembang sehingga Derra semakin geregetan.

"Astaghfirullah, harus gimana aku ini!" pekik Derra sambil mengacak kepalanya yang tertutup kerudung sehingga sekarang sedikit  berantakan.

Arsha mendekat, hampir saja tangan itu mengusap kepala Derra. Untung dalam gerakan cepat tangan Derra menangkis mengenai lengan Arsha.

"Pergilah, aku tak mau urusan dengan kamu apalagi mempunyai masalah yang tak penting seperti sekarang."

Derra mengusir Arsha karena benar-benar membenci laki-laki itu. Bahkan dengan kasar, mendorong tubuh tegak yang masih berdiri gagah di depannya.

Mamah yang sudah rapi ikut keluar dari ruang tamu, untung saja wanita itu tak mengetahui jika putrinya tengah berbuat kasar pada tamu di rumah ini.

"Derra, Mamah pinjam mobil kamu buat jemput Papah. Kamu berangkat sama itu, kan?" tunjuk Mamah pada Arsha. Belum juga tamu memperkenalkan diri tetapi sama Derra sudah ditarik keluar.

"Tapi Derra nanti—"

"Pakai saja tidak apa-apa, Tante. Biar nanti Derra sama Arsha."

"Oh, iya Arsha. Arsha," sahut Mamah mengingat nama itu sebelum masuk ke dalam mobil.

Derra melongo melihat mobil miliknya pergi begitu saja, kenapa tadi ia tidak ikut bareng sama Mamah dibandingkan dengan Arsha.

"Buruan nanti telat," ingat Arsha yang sudah memakai jaket yang motifnya sama dengan pakaian yang dipakai.

Derra langsung buru-buru mengambil tas dan laptop di ruang keluarga. Setelah mengunci pintu, mata Derra baru tersadar jika tak ada kendaraan roda empat yang terparkir di depan rumahnya.

"Kita naik...."

Derra bingung setengah mati karena melihat Arsha sudah lengkap dengan helmnya. Sebuah helm warna putih sekarang berada di tangan Arsha yang terjulur ke arah Derra.

"Maksudnya?"

Lagi-lagi Derra terbelalak kaget menerima helm itu dengan perasaan tak percaya.

"Naik motor?"

Dua kata itu akhirnya keluar dari mulut Derra karena saking terkejutnya.

"Kenapa? Cepat pakai helm, keburu telat!" perintah Arsha yang sudah naik di atas motor sambil menatap ke arah Derra yang masih ragu untuk memakai helm.

"Aku naik taksi saja," tolak Derra sambil menyerahkan helm.

Arsha dapat menahan rasa terkejutnya, ia sudah memikirkan ini sebelumnya. Tidak kaget juga jika  gadis ini dari dulu  tak pernah berubah.

"Mamah kamu yang menyuruh, bukan aku yang memaksa agar kamu mau naik motor ini."

"Tidak apa-apa, aku naik taksi saja."

Derra berlari menuju taksi yang melintas di depan rumahnya. Buru-buru naik agar hidupnya tak lagi diganggu oleh Arsha. Benar saja, apa yang dipikirkan Derra terjadi. Tangan dia menahan pintu yang akan tertutup.

Mata Derra seketika langsung menatap mata hitam di depannya. Wajahnya kaku dan tidak bersahabat, Derra sendiri ngeri melihatnya. Mungkin saat dinas, sikap Arsha akan seperti sekarang,  bukan laki-laki yang sering tersenyum jika  bersamanya.

"Ak-aku—"

Tangan Derra yang dingin masih bertahan di pintu yang sama dengan yang dipegang Arsha.

"Aku jemput kamu sepulang kerja. Setidaknya jangan ada penolakan lagi," ucapnya sambil menutup pintu taksi dengan pelan tetapi mata mereka masih saling menatap.

Arsha langsung menuju motor, menggantungkan helm yang tidak jadi dipakai karena Derra lebih memilih naik taksi dibandingkan dengan dirinya.

Dari balik kaca mobil taksi, Derra bisa menangkap rasa kecewa yang terpancar dari Arsha.

"Siapa suruh datang ke rumah," umpat Derra dengan perasaan sangat kesal. Namun setidaknya pagi ini ia tidak diantar tentara itu.


Derra dengan hati-hati membuka pintu kaca yang menuju ruangannya. Hari ini ia benar-benar sial, mobil taksi yang ia tumpangi tiba-tiba kena tilang polisi. Mana sopir itu tidak membawa surat-surat lengkap, terpaksa tadi lama tertahan di pinggir jalan raya. Tahu seperti itu ia tidak menolak jika harus bersama....

"Derra!"

Panggilan melengking sudah menyapa ketika Derra baru membuka pintu yang baru separuh terbuka. Dengan senyum tak bersalah, ia  berjalan mengendap menuju meja kerja yang di sana sudah ada Bayu dan Arindra.

Mata Bayu mengawasi gerak gerik Derra takut manager pemasaran perusahaan ini kabur lagi.

"Sorry."

Bayu hanya bisa menahan napas agar lebih bersabar. Jika tak menaruh hati pada Derra mungkin ia sudah memecat karyawan satu ini.

Mata Bayu meneliti setiap angka di layar monitor milik Derra sedangkan pemilik laptop tersebut memilih mundur dan berdiri agak jauh dengan wajah harap-harap cemas.

"Derra?" tukas Bayu sambil memperhatikan  jumlah nominal yang sangat mencolok mata. Ia mengucek matanya siapa tahu ia salah lihat.

"Kenapa bisa seperti ini?"

Suara Bayu meninggi sambil melempar map dengan asal ke atas meja. Duduk perlahan sambil mengendurkan dasi yang terasa mencekik lehernya.

"Apa nanti  kata nyonya besar?"

"Memang dia peduli?" tanya Arindra penasaran sambil memunguti kertas yang berceceran.

"Kalau dia tidak peduli, aku tidak mungkin uring-uringan seperti ini menghadapi kalian."

Ketiga orang itu serentak bungkam suara dengan pikiran masing-masing.

"Pikirkan lagi jalan keluar masalah ini sebelum direktur utama datang."

"DIREKTUR UTAMA?" sahut Arindra dan Derra bersamaan. Mereka saling menatap tak percaya dengan ucapan Bayu barusan.

"Nyonya besar lagi mencari seseorang untuk dijadikan direktur utama?"

"Bukan kamu?"

Bayu menggeleng pasrah, tadinya ia berharap dijadikan direktur utama tetapi karena ulah dua rekannya ini ia tak mendapatkan  jabatan  itu.

"Kira-kira siapa? Orang dalam perusahan atau jangan-jangan orang lain?"

"Sepertinya orang luar."

Arindra dan Derra saling bertatapan, tadinya setelah pimpinan kemarin meninggal, mereka bakalan bebas tapi nyatanya nanti akan berurusan dengan orang baru lagi.

"Sekarang kita fokus saja sama target bulan ini," saran Bayu dengan pasrah.

"Boleh reshufle karyawan?" tawar Derra karena sepertinya ia harus mengganti tim di lapangan karena sepertinya sudah tak layak lagi untuk promosi di market.

"Terserah, aku tunggu hasilnya. Setidaknya penjualan bisa  bertahan atau lebih baik. Bukan lebih buruk," ucap Bayu sambil keluar dari ruangan Derra.

Hari ini benar-benar melelahkan untuk Derra dan Arindra, sampai-sampai mereka  harus terjun langsung ke bagian pemasaran untuk merombak planning satu bulan agar target tercapai.

"Ra, kamu masih berhubungan sama tentara itu?" tanya Arindra penasaran.

"Aku tidak ada hubungan apa-apa. Dia yang terus mengejar dan mendekati aku."

"Suka sama kamu?"

"Entahlah, dia  benar-benar tidak waras. Tadi pagi datang ke rumah ketemu Mamah?"

"Mamah? Untuk?"

Rasa penasaran yang berlebihan terlihat di wajah Arindra.

"Sepertinya aku harus berbicara serius sama Arsha, kalau seperti ini terus aku tidak bisa. Nanti banyak yang salah paham."

"Bagus tuh, orangnya bentar lagi datang," tunjuk Arindra pada seseorang yang tengah mengendarai motornya menuju ke arah mereka berdua.

Arindra terus mengamati gerak gerik Arsha yang tengah melepas helm. Rambut tipis, kulit sawo matang ditambah badan berisi menambah daya tarik sahabat Derra.

"Mau pulang sama teman lagi?" sapanya tanpa basa basi tetapi matanya penuh harap jika Derra mau pulang bersama dirinya.

"Ya, ini mau pulang."

Suara Derra terdengar sangat ketus sambil mengambil helm satu lagi di motor Arsha.

Tentara itu syok ketika mengetahui  Derra akan pulang dengan dirinya menggunakan motor dan menolak pulang bersama sahabatnya di mana sebuah mobil sudah terparkir tak jauh dari mereka  bertiga.

Sekali lagi Arsha menatap Derra, ia bisa mengamati jika wajah itu tak seperti biasanya. Hari ini wajah itu dingin dan tak ada senyum di wajahnya tetapi masih terlihat aura kecantikannya.

"Serius?"

Arsha memastikan kembali.

"Serius, aku tak pernah bercanda atau main-main. Apalagi ada yang ingin aku bicarakan sama kamu."

Aura wajah langsung berubah  semakin dingin, tak lupa memakai masker untuk menutup wajahnya dari debu.

"Hati-hati!" seru Arindra sambil melambaikan tangan dan  bergegas menuju mobilnya.

Bayangan Derra, Arsha akan membawa motor melaju cepat, kenyataannya tidak. Ia mengendarai motor pelan dan hati-hati. Arsha mengantarkan Derra bukan menuju rumah tetapi ke sebuah tempat yang tidak pernah dikunjungi oleh gadis itu.

"Kok kita ke sini!" protes merasa terkejut. Arsha diam dan tak menimpali, ia sibuk memarkir motor pada tempat parkir yang disediakan.

"Arsha?"

Laki-lakinya itu menatap sambil tersenyum, untung sebelum berangkat ia tak meminta izin dulu mampir ke tempat ini. Bisa habis dapat penolakan dari Derra.

"Sebentar saja."

"Tapi aku tidak bisa ke tempat seperti ini?"

Derra berkacak pinggang. Jauh di lubuk hatinya menyesal telah menuruti permintaan Arsha.

"Aku mau pulang."

"Terserah. Kalau mau jalan dua kilometer dengan sepatu seperti itu."

Arsha tersenyum menang, ia hanya bisa mengamati wajah Derra yang sekarang berubah menjadi cemberut.

"Tunggu di sini saja. Aku mau latihan sama rekan-rekan dulu. Tak lama, paling satu jam saja."

Arsha meninggalkan jaket di tempat duduk dekat lapangan, ia lalu berlari menuju tengah lapang sebagai instruktur yong moo doo.

Mau tak mau, Derra menunggu dengan sangat kesal. Sebenarnya bukan dia saja yang menunggu, tampak beberapa orang-orang juga di sedang menatap atraksi para prajurit itu.

Mata Derra tak berkedip melihat laki-laki itu dengan gagahnya dan suara yang sangat lantang mengajari anak didiknya.

Yong Moo Do merupakan beladiri pertarungan jarak dekat yang menunjukan kemampuan pada pertempuran yang mengacu pada teknik perkelahian, pertahanan dan strategis, baik fisik, mental serta psikologis. Kemampuan beladiri Yong Moo Do, wajib dikuasai oleh prajurit TNI angkatan darat.

"Maaf menunggu lama," sahut Arsha dengan peluh yang sudah  bercucuran. Baju yang dipakai sudah basah oleh keringat tetapi aroma parfum laki-laki itu masih tercium. Sebuah handuk kecil dipakai untuk menyeka wajahnya.

Derra menatap sekilas dan kemudian menatap depan. Namun, ia bisa merasakan jika Arsha sekarang dudul di sampingnya.

"Tadi kamu mau mengatakan apa? Ada yang penting?"

Arsha mencoba mengalihkan pembicaraan karena Derra benar-benar tak peduli dengan kehadirannya.

"Siapa kamu sebenarnya?"

Gelak tawa Arsha keluar dari mulutnya sehingga Derra semakin kesal dibuatnya. Setelah mendapat tatapan mata yang tajam, Arsha menghentikan tawanya kemudian wajahnya kembali semula.

"Rafka Arsha Fathan. Seorang laki-laki yang begabung dengan tentara Angkatan Darat. Aku termasuk bagian angkatan Zeni. Sementara dinas di kesatuan ini di bagian administrasi . Namun, suatu saat bisa ditugaskan di luar kota atau luar propinsi."

Derra menggeleng, jawaban dari mulut Arsha bukan seperti yang ia inginkan.

"Untuk apa mendekatiku seperti ini?"

Angin sore di tepi lapangan batalyon terasa amat sejuk apalagi matahari bersinar tak begitu terik.

"Karena aku mempunyai misi khusus."

Derra melirik sekilas karena ia baru sadar jika mata Arsta tengah menatap ke arahnya.

"Misi apaan?"

"Nanti juga kamu tahu."

Lagi-lagi Derra menahan kesal karena jawaban asal dari Arsha yang membuat penasaran tingkat tinggi.

"Tolong jauhi aku," pinta Derra to the point karena sudah lelah dengan jawaban yang kurang memuaskan.

"Sepertinya aku tidak bisa," elak Arsha sambil berdiri dan mengubah posisi berhadapan dengan Derra.

"Kenapa tidak bisa?"

Gantian Derra membalas tatapan laki-laki itu.

"Karena aku ingin kamu merasakan apa yang aku rasakan sekarang."

Arsha tersenyum jahil, meraih jaket dan langsung memakainya.

"Arsha?"

"Jangan panggil namaku  berulang kali, takutnya kamu jatuh cinta."

"Amit-amit!" pekik Derra berdiri dan berjalan di paving dekat lapangan.

"Bisa enggak sih kalau aku suka sama kamu, kamu juga suka sama aku. Biar enggak ribed gitu?" pekik Arsha dengan sedikit keras karena Derra sudah berjalan di depan. Sayangnya suara Arsha tidak terdengar di telinga Derra saja tetapi terdengar juga sampai ke telinga teman-temannya yang melintas di sekitar lapangan.

Arsha menyadari kelakuannya yang membuat orang lain tengah tersenyum kepadanya termasuk Komandan.

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top