Part. 10 - Bastard to the fullest
WARNING : MATURE CONTENT (21+)
Written by. Sheliu.
Jujur saja, ketika mendapati Ayle dalam keadaan terluka seperti itu, Neil cukup kaget dan tidak percaya. Dia yakin bahwa sebelum meluangkan waktu untuk merokok di atap gedung, kondisi Ayle masih baik-baik saja. Jika dirinya tidak salah menghitung, tidak sampai 15 menit dari sejak pertemuan mereka di lift.
Neil hanya ke lobby gedung untuk mengambil sebuah berkas yang dititipkan di resepsionis dan tidak sengaja melihat lelaki tua yang sempat dilihatnya bersama Ayle di lobby apartemen wanita itu.
“Siapa dia?” tanya Neil pada salah satu staff operator di posisi terjauh dari lelaki itu.
“Cariin ibu Ayle, Pak. Katanya itu bapaknya,” jawab operator itu.
Neil hanya mengangkat satu alis untuk memperhatikan lelaki tua itu sekali lagi, lalu menggelengkan kepala sambil berjalan meninggalkan lobby menuju atap gedung melalui lift belakang.
Satu batang rokoknya pun belum habis dihisap ketika mendengar ada kehadiran orang lain selain dirinya lewat suara pintu yang ditutup. Ayle yang tampak sedih dengan sudut bibir yang terluka. Juga, rambutnya yang sedikit berantakan meski tetap cantik.
Sudah pasti ada yang terjadi dalam waktu sesingkat itu antara Ayle dengan lelaki tua yang katanya adalah ayahnya. Tapi Neil tidak ingin ikut campur urusan pribadi orang lain, terlebih lagi jika Ayle tampak enggan untuk bercerita dan masih keras kepala dalam mempertahankan kesinisannya.
Belum lagi, keputusan singkat yang langsung dibuat Ayle soal tawarannya. Yaitu sebagai pemuas birahi, yang tadinya masih belum terpikirkan oleh Ayle di lift, tapi langsung menerimanya dengan meminta bayaran di muka.
Tapi itu bukan urusan gue, batinnya mengingatkan. Yang dia tahu adalah dia sudah membayar di muka dan Ayle sudah menjadi miliknya. Dia tidak perlu mencari wanita secara acak di klub atau kafe, dan sudah memiliki Ayle untuk memberinya kepuasan kapan saja.
“Sekarang?” tanya Ayle kaget, tampak tidak percaya dengan keinginan Neil yang tiba-tiba.
“Kenapa kaget? Sama kayak kamu yang minta bayaran di muka, harusnya nggak ada yang aneh kalau saya tiba-tiba minta,” jawab Neil datar.
Ayle merengut dan berdecak kesal sambil bergerak mendekatinya. Tangan Ayle sudah bergerak untuk mengelus milik Neil dengan gerakan naik turun, berusaha untuk membuatnya menegang.
Sialnya, bukan hasrat yang diinginkan Neil sebelumnya, melainkan rasa geram melihat sudut bibir Ayle yang terluka dan tampak begitu jelas saat berdiri begitu dekat dengannya sekarang. Sorot mata Ayle pun tidak seperti biasanya, tampak murung dan terlihat rapuh.
Spontan, tangan Neil bergerak untuk menghentikan Ayle yang hendak membuka celananya tanpa mengalihkan tatapan sedikit pun.
“Kenapa?” tanya Ayle dengan nada kesal.
“Sehabis ini, kamu masih ada kerjaan?” tanya Neil balik.
“Ini tuh masih jam 11, Frog. Apa lu perlu tanya kalo gue masih ada kerjaan atau nggak?” jawab Ayle bingung.
“Sekarang balik ke ruangan dan ambil barang kamu.”
“Lho? Katanya mau minta jatah, gimana sih?”
“Saya berubah pikiran. Nggak mau di sini.”
“Hello, ini tuh masih jam segini, yah! Alasannya apa tiba-tiba gue minta pulang cepet? Mau kasih blow job ke CFO, gitu?” sewot Ayle.
Neil tersenyum miring sambil menatap Ayle remeh. “Saya yakin kamu punya alasan bagus buat ngomong ke Pak Renald. Setengah jam lagi, temui saya di basement. Nggak pake lama.”
Setelah mengatakan hal itu, Neil berlalu meninggalkan Ayle begitu saja. Tidak ada rasa apapun yang tertinggal dalam diri untuk wanita itu karena Neil sama sekali tidak ingin terlibat lebih jauh dengannya. Kembali lagi, yang dia inginkan hanya seks dari Ayle. Tidak lebih.
Tapi sialnya, rasa kemanusiaannya lebih besar ketimbang hasratnya. Meski Neil terkenal dengan sikap dingin dan seakan tidak peduli dengan orang sekitarnya, tapi kekerasan adalah hal yang paling dibencinya. Apalagi jika wanita yang menjadi korban.
Neil tidak kembali ke ruangannya tapi justru segera ke basement untuk menuju mobilnya. Sudah duduk di kursi kemudi, Neil menelepon kepala keamanan kantor, yaitu Zul.
“Ya, Pak?” tanya Zul di sebrang sana.
“Saya mau kamu cek cctv untuk kejadian sekitar setengah jam yang lalu di lobby dan kirimkan rekamannya ke saya. Juga, harap perhatikan setiap tamu yang datang agar bisa diperiksa tanpa terkecuali,” ucap Neil dengan intonasi suara yang tenang tapi penuh penekanan.
“Baik, Pak.”
Telepon segera dimatikan dan Neil melakukan panggilan pada staff-nya tentang kepergiannya untuk hari ini. Setelah menyelesaikan beberapa urusan pekerjaan, Neil menyalakan mesin mobilnya, bersamaan dengan kedatangan Ayle yang sudah terlihat dari kejauhan dan tampak bingung di sana.
Neil segera melajukan kemudi dan mendekati posisi Ayle yang sudah tertegun melihat kedatangannya, tentu saja pada mobil yang sedang dibawanya.
Ayle segera membuka pintu mobil dan duduk di sampingnya sambil memekik girang. “Kalo kemarin Aston Martin, sekarang Bentley. Anjir gila! Lu pecinta mobil inggris ato emang ada keturunan kerajaan? Nggak mungkin banget kalo lu bilang mobil ini sewaan.”
“Kenapa nggak?” balas Neil sambil melajukan kemudi, tampak tidak tertarik dengan seruan Ayle barusan.
“Karena usaha rental mobil itu rata-rata mobil buatan Jepang, terus yang terkeren aja cuma sekelas Alphard. Lagian, orang gila mana yang mau sewain mobil sultan kayak gini? Sayangnya, yang naik bukan pangeran, tapi malah titisan siluman kodok kayak lu,” ucap Ayle dengan lugas, lalu terkekeh geli oleh ucapannya sendiri.
Neil tidak mengerti bagaimana suasana hati Ayle berubah sedemikian cepat. Di atap gedung, wanita itu menangis. Sekarang, wanita itu kembali menjadi sosok ular yang menjengkelkan. Trophy untuk gelar aktris terbaik sudah pasti dimenangkan olehnya karena kemampuannya dalam mengubah mood dalam waktu sesingkat itu.
“Udah ngomong sama Renald?” tanya Neil kemudian.
“Udah,” jawab Ayle mantap.
“Alasannya?”
“Gue bilang lagi nyeri haid.”
Neil langsung menoleh dan menatap Ayle sambil menyipit tajam. “Kamu haid?”
Ayle tertawa geli melihat ekspresi Neil. “Yah nggak lha, gue cuma cari alasan. Kenapa? Udah cukup uring-uringan baru beberapa hari nggak maen?”
“Saya udah keluar duit banyak hari ini, jadi nggak mau sia-siain gitu aja. Hari gini, kamu cari duit lima ribu di jalanan aja belum tentu dapet,” celetuk Neil pedas.
“Tenang aja sih, nggak usah takut. Gue bukan pengecut atau penipu yang nggak tanggung jawab. Lu bayar, gue kasih.”
Tangan Neil langsung terarah pada payudara Ayle di balik blouse tipis yang dikenakan, meraba perlahan dan meremasnya tanpa ragu. Meski Ayle tampak kaget, tapi dia tidak menepis tangan Neil dan membiarkannya.
Tidak seru, pikir Neil. Terlalu mudah dan tidak ada tantangan, seolah wanita itu tidak ada perlawanan. Lagi pula, perlawanan apa yang diinginkan Neil di saat dia memegang kelemahan Ayle yang tidak bisa menentangnya sekarang? Hanya karena uang yang tidak seberapa, wanita itu rela diperlakukan seperti itu olehnya. Ck!
Sudut mata Neil menangkap kedua lutut Ayle yang lecet dengan darah yang sudah mengering. Lagi-lagi, hal itu mengganggunya dan membuatnya mendengus tidak suka.
“Kenapa berhenti? Lu lagi nggak horny?” tanya Ayle dengan nada bingung, ketika Neil melepas sentuhannya.
Neil tidak membalas dan hanya terus memusatkan perhatian ke depan, dengan satu tangan yang kini menangkup paha Ayle dan meremasnya pelan di sana.
Neil membelokkan kemudi untuk memasuki sebuah gedung apartemen, tempat pribadi yang hanya dipergunakan jika dia membawa seorang wanita untuk menghabiskan waktu dengan bercinta.
“Lu tinggal di sini?” tanya Ayle takjub.
“Nggak, cuma buat tempat maksiat,” jawab Neil santai.
“Oh,” hanya itu komentar Ayle dan mengikuti Neil saat sudah turun dari mobil.
Mereka berjalan bersisian tanpa adanya sentuhan seperti bergandengan tangan, justru menjaga jarak untuk lengan mereka tidak berdekatan. Tampak kontras dengan ekspresi sekitarnya yang sedang mengamati mereka. Neil yang terabaikan dan Ayle yang mencuri perhatian.
Meski banyak yang memandangnya kagum, tapi Ayle tampak biasa saja dan sama sekali tidak membalas tatapan mereka, melainkan memandang takjub untuk interior bangunan gedung itu.
“Gila! Buat tempat maksiat aja, lu sampe siapin apartemen semahal ini. Punya pabrik duit atau gimana? Ckck, apa kutukan pangeran yang berubah jadi kodok itu ada beneran, yah?” tanya Ayle dengan ekspresi berpikir.
Neil hanya memutar bola mata dan tidak membalasnya. Dia terus berjalan dengan diikuti Ayle untuk menuju ke lift.
“Terus, ngapain juga lu dandan culun kalo bisa ganteng kayak waktu di klub? Lu lagi pengen drama buat cari calon istri yang bakalan cinta lu apa adanya kayak yang di sinetron kejar tayang? Haduh, udah basi banget. Zaman sekarang, cewek itu nggak butuh tampang atau banyak duit! Yang terpenting itu nggak pelit. Percuma punya segalanya tapi recehan aja perhitungan,” kembali Ayle mengoceh yang membuat Neil semakin gerah.
“Nggak bisa diem sebentar?” tanya Neil sinis. “Daripada ngomongin hal yang nggak guna, mendingan siapin suara buat nanti.”
Ucapan itu sukses membuat Ayle mengatupkan bibir dan memalingkan wajah untuk menutupi rona merah yang menjalar di kedua pipi. Kemana semua rasa percaya diri dan seolah tidak takut terhadap apa pun? Pikir Neil. Wanita ular itu justru menjadi lebih jinak dan canggung saat berhadapan dengannya sekarang.
“Inget ketentuan gue, yah. Dua jam aja, nggak lebih,” ucap Ayle mengingatkan ketika pintu lift sudah terbuka.
Neil masuk dengan diikuti Ayle. Sama seperti tadi, mereka berdua kembali bersama di lift. Begitu pintu lift tertutup, Neil berbalik untuk menghadap Ayle dan mendesaknya ke dinding lift.
“Harus berapa kali gue bilang, di lift itu ada cctv,” ucap Ayle dengan nada malas dan tampak gelisah.
“Saya masih nggak percaya kalo ternyata kamu ada rasa malu. Emangnya kalo ada yang lihat, kenapa? Takut ketahuan kamu jalan sama saya?”
“Senggaknya, gue berusaha untuk jaga muka lu. Gue memang nggak peduli apa kata orang karena gue udah rusak. Tapi lu? Dilihat dari apa yang lu punya, meski lu nggak ngaku, dan berani keluarin duit banyak cuma buat sange, rasanya lu bukan orang sembarangan.”
Neil tersenyum miring dan sama sekali tidak terkesan dengan ucapan Ayle. Bisa jadi, itu adalah salah satu trik untuk mencari tahu dirinya.
Mereka saling bertatapan dalam diam dan tidak melakukan apapun sampai pintu lift berdenting. Neil segera keluar sambil menarik Ayle bersamanya, menuju ke unit apartemen pribadinya.
“Duduk di sana,” perintah Neil sambil menunjuk sofa.
Ayle berdecak dan duduk di sofa selagi Neil berjalan menuju ke ruang tengah untuk mengambil sesuatu. Sebuah kotak pertolongan pertama diambil Neil dan kembali menyusul Ayle di sana.
“Mau ngapain?” tanya Ayle bingung ketika Neil sudah duduk di sampingnya dan membuka kotak itu.
“Saya bukan orang baik, apalagi suci, tapi saya nggak bisa ngeliat cewek diperlakukan dengan kekerasan,” ujar Neil sambil sibuk mengambil kapas dan alkohol.
“Lu nggak perlu kayak gini ke... aawww! Perih!” seru Ayle sambil meringis ketika Neil sudah menarik satu kakinya dan mengusap lututnya yang lecet.
Neil tidak menggubris rintihan Ayle dan terus membersihkan luka lecet di lutut sambil menekan kuat kedua kaki Ayle yang berusaha memberontak. Sudah membersihkan dua lutut, kini tatapannya mengarah pada sudut bibir Ayle sambil melepas kacamatanya.
Tidak seperti lutut yang menggunakan kapas dan alkohol, Neil mengusap sudut bibir Ayle yang terluka dengan liukan lidahnya. Dengan posisi masih di sofa, Neil mendesak Ayle mundur hingga merebah di bawahnya dengan lidah yang sudah menggeliat lincah di rongga mulut Ayle sekarang.
“Ah,” desah Ayle lembut ketika tangan Neil sudah menangkup satu payudara dari balik blouse.
Meski demikian, hasrat Neil timbul dengan cepat jika sudah bersentuhan dengan Ayle. Wanita itu bagai percikan api yang sanggup membakar habis sumbunya dalam waktu singkat, juga tubuh Ayle yang lembut memberi sensasi menyenangkan di telapak tangan hingga menyebarkan kehangatan yang menjalar di sekujur tubuh.
Sama seperti dirinya, tubuh Ayle begitu sensitif dan Neil tidak perlu bersusah payah dalam memberikan rangsangan karena wanita itu sudah begitu basah.
“Kalau tadi kamu mengajukan syarat, sekarang giliran saya,” ucap Neil di sela-sela cumbuannya.
“A-apa?” tanya Ayle dengan suara terbata, saat tangan Neil sudah mengusap naik turun celah bawahnya di balik celana dalam satinnya.
“Saya mau kamu pake rok atau terusan di atas lutut, dan nggak pake celana dalam kayak gini, kalau lagi sama saya," jawab Neil sambil mencengkeram tepi celana dalam Ayle, lalu merobeknya kasar hingga terlepas, diiringi pekikan kaget dari Ayle.
“Jangan main robek dong! Ini VS limited edition yang gue beli dari US!” pekik Ayle.
Neil membungkam mulut Ayle dengan ciumannya yang liar dan tidak mempedulikan rintihan menahan sakit dari Ayle saat sudut bibirnya terkena hisapan dan gigitannya yang kuat.
“Uang bayaran saya cukup buat beli puluhan celana dalam kayak gitu,” desis Neil tajam.
Ayle berusaha mendorong Neil untuk sekedar mengambil napas dan menolehkan wajah ke samping untuk menghindar dari ciuman kasar Neil.
“Bukan berarti lu boleh seenaknya! Lu membayar untuk dapetin kepuasan, bukan untuk perlakuin gue sesuka hati! Lu harus ganti kerugian berupa celana dalam yang udah lu robekin!” balas Ayle sengit.
Kesengitan Ayle dibalas Neil dengan menggigit puting payudaranya sambil memasukkan dua jari ke dalam celah bawahnya. Ayle mengerang dan kembali bergairah dengan rintihannya yang penuh damba.
Merasa perlu membuat wanita itu lebih bergairah, Neil beringsut turun untuk mencapai titik sensitif Ayle. Kini kepalanya berada di antara kedua kaki Ayle yang dilebarkan dan tanpa ragu, dia meliukkan lidahnya dengan gerakan dari bawah hingga ke atas, lalu kembali ke bawah hingga ke atas, berulang melakukannya, dan diakhiri dengan menyesap klitorisnya yang sudah membengkak.
Ayle mengerang keras, tubuhnya menggelinjang, dan meracau tidak jelas ketika Neil memanjakannya dengan lidahnya di bawah sana, yang sepertinya adalah kesukaan dari wanita itu. Cairan hasratnya begitu banyak, celahnya sudah terbuka dengan denyutan yang terlihat di sana, begitu siap untuk dimasuki dan membengkak untuk diberi perhatian lebih.
“Neil! NEIL!” jerit Ayle parau hingga kepalanya terkulai ke belakang saat lidah Neil menari-nari di klitorisnya.
Jeritan Ayle semakin keras saat mencapai klimaksnya dalam cairan yang begitu banyak tersembur keluar dari kewanitaannya. Neil mengembangkan senyum sinis melihat bagaimana Ayle mengalami squirt.
Wanita itu mengejang dan terus menjerit penuh nikmat saat Neil menaikkan sentuhannya dalam permainan tangannya. Seperti sebelumnya, Neil tidak perlu bersusah payah dalam memainkan reaksi tubuh Ayle karena wanita itu terlalu sensitif dan begitu mudah untuk mencari titik rangsang terbesar dalam tubuhnya.
Neil menarik tangannya yang sudah basah kuyup dari tubuh Ayle sambil menatap wanita itu dengan napas yang memberat. Ayle bernapas dengan terengah-engah dan menatapnya lirih. Pakaian yang dikenakan Ayle pun sudah tidak pada tempatnya. Blouse dan bra yang sudah tersingkap ke atas, memperlihatkan sepasang payudaranya yang sedang mengayun lembut saat menarik napas. Rok yang menumpuk di pinggang dengan kedua kaki yang melebar dan memperlihatkan celahnya yang memerah.
Tanpa mengalihkan tatapan pada Ayle yang begitu menggairahkan, Neil melepas seluruh pakaiannya hingga telanjang, membuat sorot mata Ayle bergerak liar dalam mempelajari bentuk tubuhnya dan kejantanannya yang sudah menegang keras di sana.
Spontan, Ayle beranjak sambil melepaskan pakaiannya sendiri untuk telanjang. Menyambut kedatangan Neil dengan ciuman liar yang sudah dilakukan sambil mengubah posisi. Neil duduk dan bersandar di sofa, sedangkan Ayle beringsut turun untuk mencapai kejantanannya dan mengisapnya keras.
Neil mengerang sambil mengepalkan dua tangan di sisi tubuh ketika hisapan Ayle semakin bernapsu. Dengan piawai, Ayle mengisap naik turun hingga membuatnya semakin menegang, keras, dan berkedut nyeri. Bahkan, dua tangannya sudah menangkup kepala Ayle dan menggerakkannya sesuai ritme yang diinginkan sambil mengerang parau.
Wajah Ayle memerah, ketika ketegangannya mendesak kuat ke dalam mulutnya, atau sampai menohok tenggorokannya. Hal itu membuat Ayle segera melepaskan diri dan terbatuk-batuk, tapi itu menjadi kepuasan tersendiri bagi Neil.
“Bisa selow dikit, gak? Lu udah kayak kucing kebelet kawin aja!” sewot Ayle kesal, sambil beranjak berdiri lalu naik ke pangkuan Neil.
“Yang kamu rasain sekarang, itu belum seberapa. Saya bisa lebih kasar dari ini,” balas Neil santai, lalu menurunkan tubuh Ayle dalam satu hentakan tepat di atas kejantanannya.
Ayle merintih dan Neil mendesah. Dengan Ayle yang berada di atasnya, rasanya seperti Neil sudah berada sangat jauh ke dalam. Tubuh mungil wanita itu begitu menyesakkan dan membuat Neil menggila akan sempitnya Ayle.
Keduanya terdiam sejenak dengan perasaan berbeda. Ayle yang tampak menahan nyeri di dalam tubuh, sedangkan Neil yang terlihat begitu nikmat sambil memejamkan mata. Napas keduanya memburu kasar, dengan sensasi panas dan dingin yang menguar dari tubuh, lalu bercampur menjadi satu.
Kemudian, Neil merasakan adanya pergerakan dari Ayle sehingga dia membuka matanya. Wanita itu bergerak naik turun di atas tubuhnya dengan perlahan, mencoba mencari titik ternyaman. Wajah Ayle tampak begitu cantik dan seksi di saat yang bersamaan, terlebih lagi dengan rambut panjangnya yang terurai berantakan. Cukup liar dan tidak terlalu berbahaya, tapi justru bisa menjadi mainan yang menyenangkan.
Tak lama, desahan penuh damba dari Ayle terdengar dan gesekan yang dilakukan semakin hangat, juga licin. Neil tahu jika Ayle kembali bergairah, begitu juga dengan dirinya yang ingin segera mencapai pelepasannya.
Dua tangan Neil segera menangkup pinggang Ayle dengan erat, lalu mengatur ritme gerakan tubuh Ayle di atasnya. Semakin cepat, semakin panas, teratur namun tergesa, perlahan menjadi tidak terkendali. Begitu juga dengan erangan Ayle yang mulai terdengar sering dan pinggulnya yang bisa mengimbangi kecepatan yang diinginkan Neil.
“Ouch, Neil!” erang Ayle sambil menggelinjang hebat, tanda bahwa dia sudah mendapatkan orgasmenya.
Neil mempercepat gerakan untuk mengendalikan tubuh Ayle yang bergerak naik turun di atasnya, hingga urat-urat di tangannya menonjol. Tidak hanya itu, dia juga mencondongkan pinggul agar bisa masuk lebih dalam dan memberi kenikmatan lebih bagi Ayle.
Sedetik kemudian, Neil mengerang parau saat mencapai pelepasannya sambil merengkuh Ayle dalam dekapan erat. Matanya terpejam untuk menikmati sensasi kenikmatan yang bergulir di dalam tubuh. Seolah beban beratnya hilang dalam sekejap, berganti kelegaan yang meringankan.
Jika biasanya, Neil hanya membutuhkan pelepasan secara berkala dalam waktu tertentu, tapi kali ini tidak. Terhitung Kamis lalu, dia sudah mendapat pelepasannya dalam tubuh Ayle. Dan hari ini? Senin yang sibuk seolah akhir pekan karena begitu menatap Ayle sendirian di dalam lift, Neil sudah berhasrat. Shit! Wanita itu benar-benar penggoda sialan yang memiliki candu luar biasa.
Setelah menenangkan diri, Neil mengecup lekuk leher Ayle dan melepas penyatuan mereka sambil mendesah pelan. Wanita itu tampak kelelahan dan mengerjap tidak fokus.
“Syarat yang lain adalah kamu harus siap melayani saya kapanpun saya mau. Caranya adalah saya kirim pesan dan kamu harus siap tanpa alasan,” ucap Neil sambil beranjak dan Ayle langsung berdecak pelan.
“Sekarang gue tahu kenapa banyak orang bilang untuk nggak boleh remehin orang culun. Pasti ada apa-apanya dan emang kayak gitu,” komentar Ayle sambil berckck ria.
“Maksudnya?”
“Kayak lu! Culun tapi banyak drama. Belaga nerdy tapi justru lebih liar dari kucing tetangga.”
Neil tidak menanggapi dan berjalan menuju ke kamar mandi dengan telanjang, lalu membersihkan diri. Sudah mendapat pelepasannya, otaknya kini mulai bekerja dengan beberapa pekerjaan yang harus dikerjakannya. Saatnya kembali ke kantor, pikirnya.
Dia keluar dari kamar mandi dan bergantian Ayle yang masuk ke dalam sana. Segera mengambil pakaiannya dan memakainya kembali.
“Frog, lu mau kemana?” tanya Ayle bingung saat Neil sudah berpakaian.
Neil berbalik dan menatapnya tanpa ekspresi. Ayle sudah membalut tubuhnya dengan handuk yang tersedia di kamar mandi. “Urusan saya sama kamu udah selesai. Kalau kamu masih mau di sini, silakan. Pegang aja kuncinya karena nantinya, tempat ini akan jadi titik temu kita.”
“Tapi...”
“Saya juga nggak mau sampai ada yang tahu tempat ini, yang artinya sesuatu yang berhubungan dengan saya nggak boleh diketahui siapapun. Atau... kamu akan tahu akibatnya.”
“Pede banget sih! Emang lu pikir gue bangga jadi temen lendir kayak gini? Gue udah bilang kalo ini akan jadi rahasia kita berdua!’
“Bagus! Itu tandanya kamu cukup tahu diri. Kalau gitu, saya duluan,” cetus Neil sambil beranjak setelah sudah bersiap.
Neil berjalan melewati Ayle, tapi belum sampai beberapa langkah, Ayle menahan langkahnya sambil memeluk Neil dari belakang.
Tertegun, juga tidak menyangka akan mendapatkan hal itu, Neil hanya menoleh ke belakang untuk mendapati Ayle yang sudah menatapnya dengan sorot mata yang berkilat senang dan senyuman hangat.
“Thanks udah bantuin gue hari ini, Frog,” ucap Ayle tulus.
Seharusnya itu menjadi hal yang baik dari wanita ular yang sepertinya tidak pernah berterima kasih atau bersikap baik pada orang sekitarnya, tapi Neil sama sekali tidak tersentuh atau merasa tergugah sama sekali.
Tanpa bersuara, Neil melepas dua tangan Ayle yang melingkar di pinggangnya dan bergerak menjauh sedikit. “Saya sama sekali nggak merasa membantu. Cuma ada sedikit rasa kasihan, nggak lebih.”
Mata Ayle melebar kaget tapi itu hanya terjadi sesaat, sebab dia sudah memberi ekspresi biasa saja. “Kalo gitu, lain kali nggak usah repot-repot.”
“Memang nggak akan ada lain kali, karena apa yang terjadi sama kamu, itu bukan urusan saya.”
Setelah itu, Neil berbalik dan melanjutkan langkahnya untuk keluar dari unit itu. Kembali pada niatnya semula, bahwa Neil tidak tertarik untuk terlibat dalam hal sentimentil yang akan menambah masalah baru dalam hidup. Because I can never let anyone into my world, and enjoy my life to the best, batin Neil sambil menyeringai licik.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Yeah, Neil memang sebrengsek itu 😔
Part ini aku tulis sendiri selama beberapa hari mencoba.
Kata Babang, tulis mature itu perlu mengeluarkan jiwa jalangku.
Sampe diajarin gimana cara kuarin aura kejalangan dengan eksperimen dan imajinasi yang bikin... ugh!
Taro, tinggal, taro, dan tinggal.
Tapi malah end up jadi bajingan gini.
Meski katanya masih kurang smooth, tapi dia udah bilang "Okay, not bad lha."
See you next week, Genks.
10.05.2020 (18.00 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top