Six Letter
haii!! First, gue mau minta maaf karena baru bisa update sekarang. Ff ini udah lama bgt ya gak gue lanjut. Karena liat vomment ff ini muncul terus gue jadi ngerasa bersalah:'') #tsah.
Yaudah yukk mulai~~~~
"Ave, satu suap lagi. Ku mohon." Bujuk Rachel, sambil menyodor kan sendok itu. Avery menggelengkan kepalanya, "Ave, kau baru makan sedikit sekali. Ayolah." Rachel seolah tidak putus asa untuk membujuk Avery makan.
"Tinggalkan aku." Sahut Avery tanpa menoleh ke pada Rachel. Rachel menggeleng. "Satu suap lagi, lalu aku akan meninggalkan mu sendiri. Aku berjanji."
Avery menoleh dan menatap Rachel dengan tajam. "Avery, aku tidak mau kau sakit. Jangan siksa diri mu seperti ini." Bujuk Rachel tetap kekeh.
"Ku bilang keluar!" Avery melempar sebuah kotak kecil berisi perhiasan rambut yang ada di meja kecil di samping ranjang nya. Rachel tercengang lalu mundur beberapa langkah.
"Av--" ucapan Rachel terpotong saat Avary melempar kan bantal ke arah nya sambil terus menjerit mengusir nya untuk keluar. "Keluar ku bilang! Jangan gang-gu aku." Avery terisak.
Rachel yang sudah mulai bingung harus berbuat apa pun keluar dan pergi mengambil ponsel nya untuk menelepon seseorang, yang mungkin akan dia suruh dateng menemui Avery.
Avery teriksa, ia terus teriak sambil mengucap nama kekasih nya di dalam hati. Avery menoleh dan menggapai halus buku biru muda itu.
Di bacanya surat yang sebenernya akan terus membuat nya seperti orang tidak waras.
11 Januari 2014,
Aku takut. Ave, aku sangat takut.
Kian hari rasa takut itu makin menghantui ku. Aku takut Avery, aku takut tidak bisa bertemu lagi dengan mu, aku takut tidak bisa memperbaiki semua kesalahan ku pada mu, aku takut pergi....
Aku tidak mau berpisah dengan mu...
Avery, hampir setiap malam aku bermimpi ada suara yang meminta ku untuk ikut dan menemaninya. Apa kah itu kau? Apakah itu suara mu? Tapi jika itu suara mu, kenapa setiap aku terbangun aku sangat meresa takut dan bahkan aku bisa menangis karena teringat suara itu.
Ada apa dengan ku? Apa jangan-jangan aku sakit jiwa? Atau apa? Ave, sembuhkan aku jika memang benar aku sakit jiwa. Kembali secepat nya, Avery.
I love you
Niall horan.
"Avery," tegur seseorang membuat Avery menerjap sambil menghapus air matanya dengan kasar.
'Harry?' Batin Avery sambil menatap kosong pria di depan nya. "Avery, bagaimana kabar mu?" Tanya Harry lembut. Avery tidak menjawabnya, ia sekarang menatap tulisan tangan dari Niall.
"Avery...." ucap Harry parau.
"Apa yang kau mau dari ku?!" Jawab Avery ketus membuat Harry sedikit tersentak.
Harry mengatur nafas nya, "aku mau kau berhenti seperti ini--" ucapan Harry terpotong. "Seperti ini apa maksud mu?!"
"Berhenti menyiksa diri mu sendiri, Niall sudah tenang disana, Ave. Kau harus yakin itu." Lanjut Harry. Avery menatap nya, air mata mulai kembali turun dengan deras dari mata wanita cantik itu.
"Aku... aku tidak mau dia pergi.. aku ingi dia disini... bersama ku. Aku ingin dia bahagia bersama ku. Aku ingin me-mbayar semua kerinduannya!" ucap Avery dalam tangisanya.
"Aku mengerti--" Harry mencoba merangkul Avery, "kau tidak mengerti! Kau tidak akan pernah mengerti, aku menyesal telah memarahinya telah.... telah membuatnya sa--sakit." Avery terisak, badanya bergetar hebat. Harry yang tak kuasa melihat nya pun segera menarik Avery kedalam pelukan hangat nya.
"Avery... aku juga merasakan kehilangan yang sama... Niall pergi tepat di hari ulang tahun ku..." ucap Harry parau, ia terus mnegusap pucuk kepala Avery.
"Aku benci sekali dengan keadaan saat itu, sahabat ku pergi saat aku sedang merasa bahagia.... itu hadiah terburuk yang ku dapat seumur hidup ku." Ucap Harry lalu melepas pelukanya, lelaki itu sedih. Ia seperti menahan tangis, hidung dan matanya mulai.me merah.
Avery diam dalam tangis, dalam lubuk hatinya ia ingin sekali memeluk Harry untuk membuat satu sama lain merasa tenang.
"Tapi di-dia kekasi ku....." ucap Avery dengan suara bergetar. Harry mengangguk, lalu berdiri sambil menghela nafas berat.
"Tentu, dan pastinya dia juga tidak mau melihat kekasih cantik nya terus bersedih." Ucap Harry berjalan ke arah pintu. Avery mencerna cukup baik kata-kata Harry tadi.
"Harry... kau mau kemana..." tanya Avery pelan. "Pulang, aku datang kesini untuk membuat mu tenang. Tapi seperinya gagal." Pun, Harry membuka pintu.
"Harry tunggu!" sergah Avery, ia memindahkan buku Niall dari pangkuanya lalu berlari ke arah Harry. Dengan cepat Avery memeluk Harry sangat erat.
"Peluk aku... kumohon... peluk aku de-dengan erat, Harry." isak Avery di pundak Harry. Harry tersenyum lemah sambil memeluk tubuh mungil Avery dengan erat.
"Aku akan melakukan ini kapan pun kau mau, jika ini bisa membuat mu tenang, Avery." Bisik Harry.
---
Haiii!!!
maaf kalau pendek yaa, kalau gajelas, absurd, banyak typo.
Tapi semoga kalian sukaaa:3
Vote and comments yaa supaya gue semangat ngelanjutinya.
Menurut kalian Avery lebih cocok sama siapa? Harry? Atau Liam?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top