•Surat [18]: Pesimis


Satu hal yang gue benci dari lo, Ra.
Yaitu, lo selalu pesimis.

Lo selalu merasa 'biasa aja' di antara yang lain. Itu bagus, karena lo jadi nggak sombong. Tapi, gue takut ... lo nanti jadi direndahkan sama orang-orang di sekitar lo.

Kali-kali, narsis itu perlu, Ra.
Gue serius!

Lo harusnya bangga karena punya otak sepinter itu.

Lo harusnya bangga karena punya senyum yang manis banget melebihi gulali. Jangan simpan senyum lo itu untuk diri lo sendiri. Lo harus sering tersenyum pada siapa pun, Ra. Itu akan membuat lo mendapat banyak teman.

Lo harusnya bangga karena punya bakat menulis. Nggak semua orang jago kayak lo, lho. Bangga dikit, dong. Yakin gitu kalau lo akan menang lomba nulis novel yang tadi gue kasih tau.

Gue aja yakin kalau lo akan menang. Kenapa lo sendiri malah meragukan hal itu? OPTIMIS, Ra!

Gue gemas banget kalau lo selalu bilang...

"Gue nggak bisa, Deeka."

"Kesempatan menangnya kecil."

"Gue nggak sehebat itu."

"Gue pasti kalah."

"Gue bukan pesimis, tapi cuma realistis."

Oh, shut up. Gue selalu geregetan setiap lo bilang kata-kata semacam itu. Stop, okay?

LO BISA.
LO PASTI MENANG.

Dan saat ini, lo harus bangkit. Buktiin ke gue dan semua orang, kalau lo BISA jadi penulis yang sukses!

Ambil laptop lo, tulis segala perasaan sedih lo saat ini agar lo merasa lebih lega.

Berhenti dulu baca surat gue.
Cukup, Ra. Jangan baca surat gue selanjutnya, kalau lo masih terus nangis. Gue nggak suka!

Oke?
Kalau lo udah merasa lebih lega, dan bisa berhenti nangis, lo baru boleh baca surat gue selanjutnya.

Good luck, Ra.
Gue akan selalu mengawasi lo dari jauh. Sangat jauh...

Salam hangat,
Penggemar nomor satu lo.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top