last birthday
Angin sepoi-sepoi berembus lembut menyapu wajah, helaian rambut berayun mengikuti arus. Ketenangan alam begitu menenangkan jiwa dan raga seolah memberi kedamaian hidup. Indra pendengaran mampu menangkap suara angin berembus, helai daun yang berayun dan jatuh terdengar alunan musik klasik sederhana. Rumput hijau dan tanaman hias menghiasi pemandangan yang ditangkap oleh indra penglihat. Hati terbakar api, terasa hangat bagai segelas cokelat hangat.
Dua insan berbeda gender tengah duduk di bangku panjang berwarna cokelat. Pandangan mereka tertuju pada danau kecil di hadapan mereka, melihat beberapa angsa berenang ke sana-kemari dengan kaki. Bulu putih bersih nan indah itu memang menjadi ciri khas milik para angsa.
Ah, sungguh damai dunia ini.
"Cuaca hari ini sangat bagus." Sang wanita berucap pelan sembari melepas kekehan halus, dia memiringkan kepalanya guna bersandar pada bahu sang pria. Rona merah menghiasi wajah, bibir tak mampu dikontrol sehingga menghasilkan kurva. Jemari memainkan ujung rambut, dia sempat berpikir mungkin helaian rambutnya adalah kebanggaannya. Dia menyukai rambutnya. Bukan tanpa alasan.
Sang pria mengulas senyuman, tangan merangkul bahu sang wanita. Jemari perlahan memainkan helaian rambut panjang dan berkilau di bawah terik itu. Lembut satu kata yang mampu mewakilkan deskripsi panjang rambut sang pujaan. "Karena ada dirimu, -ssu," bisiknya pelan. Dia mempertemukan bibir pada pipi sang wanita, mengecupkan lembut, menyalurkan kasih sayang.
Bangku taman dan alam menjadi saksi buta bagi dua sosok itu, melihat kebahagiaan tak tergantikan itu. Angin sepoi-sepoi kembali berembus seolah berbisik doa, mendoakan kebahagiaan menghampiri mereka setiap saat.
"Seperti biasa, kau merawat rambutmu dengan baik, [Name]cchi."
---
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Plot Story © Swanrovstte_11
Happy Birthday, Kise Ryouta.
"Aku menghabiskan waktu ulang tahunku dengan berharga tahun ini, untuk terakhir kalinya, bersamamu."
Note: Ini hanya sebuah fiksi yang diketikkan untuk projek, tidak mengambil keuntungan apapun selain memberi asupan pada pembaca. Untuk disclaimer telah tertera jelas di atas.
Enjoy, Lady!
---
"Selamat pagi, Ryouta-kun." Sapaan pagi dari sosok wanita bermahkota pirang, Kise Yayoi, tertuju pada sang pria, Kise Ryouta, namanya. Dua insan berbeda gender namun gen yang sama serta kemiripan dari segi rambut dan wajah membuktikan bahwa keduanya memiliki hubungan darah berupa kakak adik. Sang kakak tersenyum lembut pada sang adik ketika mendapati adiknya beranjak masuk ke dalam ruang makan yang terjalin dengan dapur.
Kise mengusap tengkuknya malas, merasa kantuk masih melekat. Tidak heran, kemarin dia tak hanya melakukan latihan basket, dia juga harus melakukan pemotretan modelingnya. Dia paham, meskipun hanya seorang model magang, tetap saja dia harus mempunyai rasa tanggung jawab dan bertindak profesional. Apalagi, pekerjaan model magang ini adalah pekerjaan yang didukung oleh kedua kakaknya. "Selamat pagi, Yayoi-neesan. Di mana, Yuuka-neesan, -ssu?" tanyanya sembari duduk di salah satu bangku. Dia sudah dapati segelas susu dan piring berisi roti selai nanas.
"Tidur. Dia lembur semalam dan hari ini diberi cuti," jawab Yayoi, terkekeh lembut. Otak kembali membayangkan bagaimana dia melihat kantung mata milik kakak tertua betapa hitam dan besar bahkan hampir tak kalah dengan seekor panda, hewan khas Cina itu. Yuuka sebagai kakak tertua memiliki tanggung jawab dalam bekerja dan menjadi contoh bagi kedua adiknya, Yayoi sendiri sebagai kakak kedua Kise juga berada di posisi pendukung bagi sang kakak maupun sang adik.
"Souka," gumam Kise. Dia menggigit roti selai nanas itu, merasakan rasa manis menyebar di indra perasa seolah mengelus dan memanjakan lidah. Walaupun sudah sering memakan rasa selai ini, rasa selai ini tak pernah membuat seorang Kise Ryouta merasa bosan. Kenapa? Sebab pembuatnya adalah—[Full Name], sang kekasih.
Keheningan kembali melanda, Yayoi cukup sibuk memberesi alat-alat yang sudah dia gunakan untuk memasak, menyiapkan makan siang serta bento sendiri sebelum berangkat kerja. Kise masih berfokus makan roti selai, sesekali dia melirik ke arah buku majalah bergambar dirinya, si tampan. Kise sendiri cukup yakin bahwa dia memang memiliki paras tampan hingga dapat direkrut menjadi seorang model. Oh, jangan lupa, dia berhasil memikat banyak gadis-gadis tingkat SD hingga SMA atau bahkan ibu-ibu rumah tangga?
Setelah memakan habis roti selai nanas dan susu, Kise bangkit berdiri dan mengambil tas serta jas seragam sekolah SMAnya, Kaijo. Tak lupa dia menghentikan langkah untuk meninggalkan ucapan 'aku berangkat' pada sang kakak seperti biasanya. Tetapi hari ini berbeda, dia berhenti melangkah sebanyak dua kali hanya untuk mendengar ucapan selamat dari sang kakak tercinta.
"Selamat ulang tahun, Ryouta-kun."
Bibir mengulas senyum perlahan melempar cengiran halus, kembali mengulangkan kata 'aku berangkat', jauh lebih semangat dari sebelumnya. Hari ini adalah hari dia hadir di bumi, berkat sang ibu yang memperjuangkannya di ruangan operasi. Rasa senang itu bergejolak di hati, membakar semangat untuk menjalani hari, walau dia tak pernah ingat merasakan rasa turun ke bumi pertama kali, dia tetap bisa merasakan seberapa bahagianya dia di dunia ini.
Sepasang kaki membawa sang empunya keluar dari kediaman Kise, terik pagi menyapu wajah membuat Kise mendongak dan memicingkan mata sedikit. Bibir mengulas senyuman lebar sebelum kembali melangkah menuju ke sekolahnya, Kaijo. Hati bersorak-ria membuktikan bahwa dia sangat merasa bahagia.
"Oi, Kise." Suara bariton berat memasuki pendengaran Kise, membuat sang lelaki menoleh dan mendapati sosok pria bermahkota hitam. Tak asing lagi, pria itu adalah kakak kelas yang telah lulus, mantan ketua tim basket, Kasamatsu Yukio.
"Kasamatsu ... senpai? Kok ada di sini, -ssu?" tanya Kise sedikit membelalakkan kedua mata, cukup terkejut dengan kehadiran sang kakak kelas. Mengingat Kasamatsu memilih untuk kuliah di Tokyo. Rasa rindu Kise terhapus seketika ketika mendapati mantan ketuanya itu berdiri di sana.
Kasamatsu memiringkan kepala sedikit melepas senyuman tipis, tangan melambai sembari menunggu Kise lari mendekatinya. Sejujurnya bukan tanpa alasan Kasamatsu ada di Kanagawa, bukanlah pria kurang kerjaan kembali ke kota asal sendiri. "Lama tak berjumpa, Kise," ucapnya. Di luar rasa rindu otak, Kasamatsu sendiri merasakan rasa rindu fisik--menendang sang adik kelas narsis ini.
Sang adik kelas melepas cengiran lebar, tangan mengusap belakang leher. "Kenapa pulang, -ssu?" tanya Kise.
"Tidak ada yang penting. Nanti malam, kita akan kumpul-kumpul di rumahku seperti biasanya, merayakan ulang tahun adik kelas yang bodoh ini," jelas Kasamatsu, mengusap belakang leher sembari melepas kekehan lembut dan memejamkan mata sekilas. Sudah sebagai seorang kakak Kasamatsu berperan, tak hanya seorang ketua tim sejak dulu. Dia memiliki naluri menganggap teman rekannya seorang keluarga, termasuk Kise yang awalnya sombong di matanya. Jika dipikir-pikir, awal pertemuan dirinya dan Kise sudah sukses membuat Kasamatsu merasa Kise adalah manusia menyebalkan dan sombong. Akan tetapi, seluruhnya berakhir menjadikan dirinya sangat menjaga Kise.
Kise terdiam, samar air mata berkaca-kaca, rasa terharu menyelimuti gejolak hati. Lengan dia gunakan untuk menutup mata, samar air mata tak sengaja mengalir. Sedikit mengisak tangis, imajiner bunga-bunga mengelilingi dirinya. "Terima kasih, Senpai! Aku mencintai kalian!" ucapnya.
"Pergi sana! Menjijikkan sekali kau ini. Aku masih normal, awas aku merebut [Name]-san darimu!"
"Hidoi, -ssu!"
Kisah manis itu tidak perlu bermewah-mewah ria. Emas yang bertebaran atau mungkin makanan di restoran bintang lima. Sebuah ucapan dan menghabiskan waktu bersama adalah ide terbaik dan momen termanis.
---
Wish you a happy birthday.
---
Hei, Ryouta, kau ingat? Kau selalu tersenyum lebar tetapi bibir dan otakmu cukup sarkas dan meninggalkan kesan tidak baik pada orang baru. Itu karena kau sombong.
Waktu menunjukkan pukul dua belas siang, jam makan siang bagi tiap insan pada umumnya. Jam itu juga diterapkan pada salah satu sekolah di Kanagawa, Kaijo. Sebagian murid beranjak keluar dari ruangan, hendak menuju ke kantin atau menikmati bekal di tempat lain sehingga meninggalkan ruangan kelas sepi. Sama halnya dengan sepasang kekasih kelas 2 ini, Kise Ryouta dan [Full Name]. Keduanya memutuskan untuk makan bekal buatan [Name] di belakang sekolah seperti biasanya. Salah satu wilayah yang tergolong cukup sepi—bisa dibilang hanya mereka saja yang ingin menghabiskan waktu di sini untuk makan siang.
"Itadakimasu!" Ucap kedua insan itu bersamaan sembari mengangkat lauk dengan sumpit dan memakannya. Aroma harum makanan tidak mampu mengalahkan rasa nikmat dari makanan itu sendiri. Berkat kemampuan masak milik [Name], Kise akhirnya bisa mendapatkan makanan layak dari seorang wanita, mengingat beberapa fans pernah memberinya cokelat dan rasanya tidak enak, selain itu Momoi Satsuki selaku manager dulu juga tidak memiliki masakan yang pantas untuk dimakan.
"Nee, Ryouta-kun, bagaimana dengan kegiatan basketmu?" tanya [Name], memiringkan kepala sedikit sembari bertanya. Iris besar nan indah berkilau itu juga menjadi salah satu bagian dari sang gadis yang disukai oleh Kise sendiri. Paras [Name] tidaklah secantik selebritis, tetapi tidak juga jelek. Dikatakan pas-pasan juga tidak, yang pastinya dia di posisi lebih baik sedikit dari pas-pasan dan masih banyak yang memiliki paras lebih cantik dari dirinya. Itu tidak dipermasalahkan oleh Kise, yang membuat Kise tertarik pada sang gadis adalah gadis itu memiliki kepribadian unik—contohnya, pemberani dibanding gadis pada umumnya.
"Kenapa [Name]cchi bertanya, -ssu? Ya, tidak ada masalah, semuanya masih latihan dan cukup membosankan, sih, mungkin mereka sedang berkembang," jelas Kise sembali mengunyah makanannya lagi, kemudian pandangan tertuju pada [Name] perlahan memejamkan mata dan tersenyum cukup cerah. Di balik kalimat menyembunyikan makna sebenarnya, di mana Kise merasakan rasa bosan ketika ada latihan klub, anggota baru masih belum ada perkembangan membuatnya sedikit memikirkan nasib perlombaan musim panas ini.
Selaku pihak terdekat Kise, dia cukup memahami bahwa Kise menaruh sarkas pada kalimatnya. Hal itu tak mengherankan lagi, [Name] menelan makanannya kemudian kembali membuka suara, "Kenapa kau tidak membantu mereka berkembang dan menghasilkan tim baik?"
"Harusnya itu bukan masalahku, sih, karena yang memimpin mereka ada ketua, bukan? Tetapi aku tetap akan bantu bila diminta, sih. Jangan lupa aku cukup sibuk, -ssu," jelas Kise, memandang kembali ke bentonya, cukup lucu hari ini, bento miliknya dihiasi khusus menjadi bola basket dan wajahnya. Dia melepas kekehan lembut sejenak, "Terima kasih bentonya, hari ini terlihat lucu, -ssu!"
[Name] menghela napas pelan, kemudian mengulas senyuman lembut. "Kau tahu, kau itu sombong, Ryouta-kun," kata [Name], sang gadis memang memiliki kepribadian terang-terangan, dia berbicara sesuai fakta pemikirannya tanpa mengubah atau bahkan sortir ke bahasa yang lebih baik. Itu justru menjadi keunikan bagi Kise, Kise kadang merasa terintimidasi dan sedikit merenung setiap kata-kata sang kekasih.
Kise melirik ke arah [Name] memandangnya dalam diam, dia sudah pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya. Dia sudah terbiasa, dia juga tak akan membantah pemikiran sang kekasih mengenai hal itu. Dia akui, dia sombong, setidaknya dia sombong karena berkemampuan, tidak karena ketidakmampuan dan panjat sosial. "Hidoi, -ssu!" seru Kise dan memajukan bibirnya sedikit, mengembungkan sebelah pipi.
"Haha, omong-omong Ryouta-kun," panggil sang gadis pelan dan memberi jeda sejenak sebelum melanjut, "Selamat ulang tahun. Kau ingin hadiah apa tahun ini?"
Wajah cemberut Kise berubah, dia membelalakkan mata sejenak sebelum melepas cengiran lebar dengan mata terpejam. Iya, dia hari ini berulang tahun. Dan dia ingin meminta sesuatu dari kekasihnya. "Boleh aku minta?" tanya Kise dengan semangat, mata berbinar-binar.
Sang gadis mengangguk, dia melepas kekehan geli saat mendapat mata berbinar milik Kise. Sepertinya, dia sedikit paham keinginan Kise ketika sang lelaki mendekatkan wajah mereka. "You want a kiss?" tanya [Name] terang-terangan.
Kise berhenti di depan wajah sang kekasih memandang iris [Eyes Color] berkilauan indah itu. "Can I?" tanya Kise. Napas mereka saling menyapu wajah, aroma mereka saling merasuki indra penciuman.
Dua pasang bibir itu bertemu setelah mendapat persetujuan dari [Name]. Dua insan itu membiarkan bibir bertemu dengan lembut, sesekali melumat pelan. Tangan Kise berada di belakang kepala [Name] mendorong lembut untuk memperdalam ciuman mereka. Rasa manis menguasai bibir mereka dipadu dengan makanan yang mereka makan barusan. Setelah merasa waktu cukup, bibir yang saling bertemu dan bergesek lembut itu dijauhkan.
"Sweet as always."
"Thank you."
---
Thank you for your love and your compliment.
---
Kau masih ingat di mana aku memintamu berjanji? Berjanji bahwa aku harus lebih dulu meninggal dibanding dirimu?
"Ryouta-kun, kenapa kau sangat suka dengan hari ulang tahunmu?" tanya [Name] tiba-tiba. Rasa penasaran itu datang setelah sekian lama dia menyadari hal itu, kini saja keluarga kecil Kise sudah dikaruniai oleh seorang buah hati laki-laki. Tak terasa waktu sudah berlalu begitu cepat hingga membentuk keluarga kecil bersama orang yang dicintai.
Kise tak menjawab langsung, tangan yang ditaruh di bahu itu mengerat sedikit. Pandangan mata sekilas dilirik ke sang istri sebelum kembali tertuju pada sang anak yang bermain di taman. "Karena aku bisa bertemu dengan [Name]cchi, -ssu!" ucapnya dengan semangat disusul oleh tawa. Tetapi jawaban itu tak puas bagi sang istri.
"Ulang jawab, aku tidak suka dengan jawabannya," kata [Name] langsung, tidak menerima penjelasan apapun dan menolak mentah. Sekali lagi, dia adalah wanita unik, biasanya wanita lain pasti akan terpukau-pukau dan merasa sangat dicintai. Tetapi [Name] bukanlah tipe wanita yang senang dipuji atau digoda seperti itu, dia ingin mengetahui fakta, dia bisa melihat dari mata orang memastikan bahwa yang dikatakan bersungguh-sungguh atau tidak.
Napas tertahan sejenak, Kise memalingkan wajahnya ke arah berlawanan dari sang istri, bisa dilihat kuping sedikit memanas. Rasa malu sepertinya menyelimuti pria narsis sepertinya, membuat [Name] bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa yang salah dengan suaminya?
"Ya--karena aku lahir dan diberikan banyak barang berharga di hidupku. Duh, itu terdengar memalukan," gumam Kise. Dia mungkin narsis, tetapi berkata sesuatu bijak dari lubuk terdalam sedikit menggeserkan harga diri. Dia mungkin juga bukan tipe seperti Midorima yang tidak menyatakan perasaan sendiri, dia hanya memiliki kondisi tertentu tak mampu mengatakan hal bijak seperti itu.
[Name] terdiam sejenak sebelum akhirnya melepas kekehan geli. Dia senang melihat prianya merona merah, bagaimana tidak? Kise terlihat jauh lebih manis. Dia kemudian menaruh atensi pada sang buah hati yang berjalan mendekatinya dengan membawakan setangkai bunga, membuat hati sang ibu luluh seketika. "Terima kasih, Ryousuke-kun," ucapnya sembari menerima dan salah satu tangan bebas mengusap kepala sang buah hati.
"Hehe, sama-sama, Kaachan!" Ryousuke, sang buah hati melepas senyuman lebar yang cerah. Dari wajah, dia mirip dengan Kise, benar-benar tak diragukan lagi bahwa dia memang anak kandung dari seorang Kise Ryouta. Helaian pirang, hidung mancung, bulu mata lentik—dipadu dengan iris milik sang ibu membuat sang buah hati terlihat lebih tampan. Kepribadiannya tak jauh dari Kise, terlihat periang dan ceria, tak hanya itu kemampuan membaca keadaan dan situasi juga dituruni oleh sang ibunda.
Sang ayah melongo sejenak sebelum membuka suara, "Loh, loh?! Touchan tidak ada? Kaachan adalah milik Touchan, Ryousuke, -ssu!"
"Kaachan milik Ryousuke, -ssi!"
"Milik Touchan, -ssu!"
"Milik Ryousuke, -ssi!"
Perdebatan kecil terdengar, seperti dua anak kecil yang merebutkan permen. Ryousuke mungkin masih bisa dimaklumi, tetapi Kise tetaplah Kise, dia selalu bertindak seperti anak kecil tanpa ingat umur. [Name] akui, bahwa Kise itu manja. Dia manja karena dia ingin merasa disayang oleh seseorang, bukan karena dia kekurangan rasa sayang, tetapi dia terlalu menyukai rasa sayang itu dan takut kehilangan hal itu. Baik itu dari keluarga, teman setim, teman seperjuangan basket dan istrinya sendiri.
"Ryouta-kun, setelah kupikir-pikir, aku ingin kau berjanji sesuatu padaku." [Name] menghentikan langkah di depan danau taman, embusan angin berembus membuat helaian rambutnya mengikuti arus angin. Mentari sudah berada di barat tengah menuju rumah, sehingga memperlihatkan senja indah. Taman ini sudah sejak lama menjadi saksi buta kisah mereka. Baik sejak awal pertemuan, pendekatan, pacaran, bahkan setelah menikah dan dikaruniai oleh buah hati.
"Apa itu?" tanya Kise, ikut menghentikan langkah. Tangan menggendong sang anak yang terlelap akibat lelah bermain. Wajah damai terukir jelas di wajah Ryousuke, membuat kedua insan merasakan seberapa bahagianya mereka sekeluarga kecil ini. Pandangan Kise tertuju pada sang istri, sedikit mempertanyakan kenapa sang istri tiba-tiba mengajukan permintaan seperti itu.
"Kelak, hiduplah lebih lama. Bahkan semenitpun tidak apa-apa, aku ingin meninggal lebih dahulu dibanding dirimu, tepat di hari ulang tahunmu," ucap [Name], pandangan mata tertuju pada danau, menangkap pemandangan danau memantul warna jingga.
Ucapan sukses membuat Kise membelalakkan kedua matanya, jantung tanpa sadar berdegup semakin kencang. Rasa bahagia di Kise seketika diturunkan sedikit, dia sadar, rasa bahagia itu dirasakan hingga dia lupa bahwa adanya kematian. Terlalu menikmati liku-liku kehidupan membuatnya tak lagi ingat adanya perpisahan. Napas sedikit tercekat mendadak. "[Name]cchi ...," gumamnya, ingin membantah, tetapi hal itu tertahan ketika dia melihat [Name] memandangnya dengan tatapan serius.
"Aku ingin menghabiskan seumur hidupku untuk merayakan ulang tahun, bahkan terakhir kali aku ingin melakukannya. Saat ini aku ingin merasakan bahagia yang dirimu rasakan. Berjanji padaku, ya?" [Name] kembali mengulas senyuman. Dia mengulurkan tangan dan mengelus pipi sang suami dengan lembut sembari berkata, "Tenang, aku tidak akan cepat mati."
Kise menghela napas, dia mengembangkan senyuman dan mengangguk kecil. Janji itu dia beri, dia akan memastikan hal itu terjadi. Dia juga ingin sisa hidupnya dilalui bersama sang istri sehingga dia kembali melontarkan kalimat janji.
"Aku berjanji, setelah dirimu menutup mata, aku akan segera menyusulmu."
---
The promise we make.
---
Hei, kapan kau akan bangun dan merayakan ulang tahunmu?
Ruang putih menjadi tempat sang pria bernaung ditemani bunga dalam vas di samping kasur. Aroma obat-obatan mendominasi ruangan, suhu disesuaikan dengan kebutuhan sehingga tak terlalu dingin begitu pula tak terlalu panas. Langit-langit putih cerah itu membuat hati sedikit meringis pelan, sudah seberapa lama insan satu itu bernaung?
Tiga tahun.
Helaan napas lolos dari bibir sang wanita seumuran dengan pria. Pandangan sayu tertuju pada sosok pria baring tak berdaya di kasur, pendeteksi detak jantung masih berjalan cukup normal. Tetapi tiga tahun semenjak kecelakaan, sang suami belum kunjung membuka matanya sekalipun. Dia, [Name], selaku istri tercinta juga tak pernah bosan berkunjung—walau tubuh sudah tak sebaik dulu, bisa dibilang sang wanita mengidap penyakit cukup serius hingga membuatnya juga bernaung di ruangan yang sama.
"Sudah tiga tahun, Ryouta-kun," ucapnya pelan. Suara itu terdengar begitu lemah, dia menoleh dan menaruh pandang pada sosok pria yang terikat benang merah, Kise Ryouta. Tubuh sang wanita terasa kaku semenjak masuk ke rumah sakit dan diharuskan berbaring cukup lama untuk perawatan. Gerah rasanya, tetapi dia merasa terhibur dengan sosok suami di ruangan yang sama walau berbeda ranjang.
Dia menghela napas kembali, mata kembali berair. Sudah berapa lama dia menahan tangisnya? Dia tidak tahu. Yang dia tahu pasti adalah dia mengetahui bahwa dia cukup tersiksa dengan keadaan seperti ini. Penyakit yang melekat, suami yang salam keadaan koma. Dia tak tahu sampai kapan dia bisa bertahan.
"Kapan kau akan membuka matamu? Sudah tiga tahun aku terus menunggu, aku berharap bisa melihat senyummu lagi," sambungnya, tak kalah pelan dan lirih. Air mata tak dapat dikontrol dan perlahan turun, bibir tak berhenti mengulas senyuman lembut. "Aku merasa tersiksa, apakah sebenarnya kau juga merasa tersiksa?" tanyanya.
Tak ada respon. Hanya hening yang menjadi suasa ruangan setiap dia berhenti berbicara, walaupun mengetahui fakta tak akan direspon, sang wanita paruh baya itu juga tak ingin berhenti. Dia yakin, suaminya, mendengarkan jeritan hatinya.
"Aku ... ingin berhenti berharap. Bisakah kau berjanji padaku, untuk tidak terkejut bila saat kau bangun aku telah tiada?" Pertanyaan itu terdengar seperti sang wanita menunjukkan selelah itu pada kehidupan, rasa ingin menyerah itu terdengar kental. Dia sendiri juga merasa dia cukup miris saat ini, dia bertahan hingga saat ini hanyalah untuk menipu dirinya. Berbisik selalu bahwa sang suami akan membuka mata dan kembali tersenyum lebar. Tetapi saat ini dia sadar. Dia cukup sadar.
Sang suami sedang mencoba mempertahankan janji yang telah mereka buat.
"Terima kasih, Ryouta-kun," gumam sang wanita pelan, "untuk segalanya. Hari ini aku tidak bisa lagi bercerita banyak mengenai anak dan cucu kita. Aku sudah lelah, aku sudah merasakan kesakitan dan aku sudah pasrah. Maafkan aku ... Ryouta-kun. Izinkan aku untuk mengatakannya terakhir kali lagi, ya."
Napas ditahan sejenak. Pandangan [Name] semakin sayu dan menyipit, sosok sang suami terlihat semakin kabur. Tak ingin meninggalkan penyesalan, sang wanita meninggalkan ucapan terakhir untuk menepati janjinya.
"Selamat ulang tahun, Ryouta-kun. Maaf membuatmu menunggu lama."
Ucapan selamat terakhir menjadi pelunasan janji. Sang istri merayakan ulang tahun sang suami di ruang putih tanpa hadiah, tanpa lilin atau kue. Dia hanya ingin kembali berucap selamat ulang tahun pada sosok yang dicintainya. Tidak ada lagi rasa penyesalan. Napas sudah mengembuskan napas terakhir, mata tertutup sepenuhnya dan pendeteksi detak jantung berhenti, menunjukkan garis lurus dan bunyi berkepanjangan.
Tidak, suara detak jantung itu tak hanya satu berhenti—melainkan dua. Tak lama milik [Name] berhenti dan menunjukkan garis lurus, milik Kise kembali menyusul. Dua suara berdenging di ruang putih membuat ricuh pihak medis.
Janji telah mereka tepati bersama. Kini terbukti, Kise koma dan jantung tak berhenti berdetak karena terikat janji, janji di mana dia ingin menunggu sang istri menghampiri surga lebih dahulu. Rasa cinta begitu besar hingga membuatnya mampu bertahan, mungkin, itulah kekuatan cinta. Di mana dua sosok berbeda gender saling jatuh cinta, bertukar rasa dan berbuat sesuatu demi satu sama lain.
Sayang, [Name] tak sadar. Kise Ryouta, sempat membuka mata di saat terakhir, air mata mengalir dari mata, bibir membentuk senyuman lemah. Dan bibir meninggalkan satu ucapan terakhir di embusan terakhirnya.
"Terima kasih."
---
The last birthday.
---
Batam, 18 Juni 2020,
---
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top