Dulu,



Tahun 1962

Desa Kemuning, pagi ini terasa begitu sejuk. Meski semua orang tahu jika memang rata-rata suhu di desa ini hanya 21,5 derajat C, berada di lereng gunung lawu, dengan kabut yang menyelimuti hampir seluruh desa bahkan kebun teh yang membentang di sana. Karena, perkebunan teh adalah salah satu ciri khas utama dari desa yang jaraknya 10Km dari timur laut jalur utama Solo.

Selain kebun teh, ada beberapa pertanian yang mampu menjadi sumber utama di kecamatan Ngargoyoso. Yaitu wortel, kopi, jahe, kunyit, kirsan dan tembakau. Sangat cocok memang karena tanaman-tanaman tersebut tumbuh subur di daerah ini.

Kehidupan mereka hanya berkisar pada pertanian, dan mengabdikan diri mereka pada Juragan-Juragan yang menguasai daerah mereka. Dulu, mayoritas Juragan yang menduduki kecamatan Ngargoyoso adalah kaum kompeni Belanda, namun seiring berjalannya waktu, kaum itu digantikan dengan kaum Tionghoa. Dengan kekuasaannya menggantikan tempat penduduk pribumi dan membuat penduduk sebagai budak mereka untuk mengambil hasil kekayaannya.

"Laras, kamu dicari Biungmu lho." Seorang gadis dengan rambut dikepang dua menoleh, saat seseorang berseru padanya. Wanita tua yang sedang memakai caping* dan tenggok*, menandhakan dirinya akan segera pergi ke kebun teh, karena sebentar lagi, mentari akan segera terbit.

" Di mana Biung, Mbah*?" Gadis kecil itu menjawab.

Wanita tua menunjuk seseorang wanita lainnya yang lebih muda dengan dagunya. Kemudian dia pergi, berjalan menyusuri jalanan kecil sampai tubuhnya menghilang dari pandangan.

"Laras, kamu ndhak* mau berangkat sekolah, Ndhuk*?" Mariam, Biung dari gadis kecil bernama Larasati duduk sambil membenahi kembennya.

"Kalau Laras ndhak sekolah bagaimana? Kan teman-teman Laras ndhak ada yang sekolah Biung." Mariam tersenyum, dia mengelus lembut rambut puterinya, kemudian memangkunya dengan sayang.

"Ndhak boleh seperti itu. Puteri Biung harus pinter, masak kamu mau bodho* seperti Biungmu, ndhak toh?"

"Jadi, sekolah itu penting?" Tanya Larasati lagi, Mariam mengangguk.

"Ya, tentu saja, sekolah itu penting. Kamu akan mendapat pengetahuan banyak di sana. Menjadi seorang perempuan itu, ndhak boleh hanya bermodalkan paras ayu*, tetapi juga kepribadian dan otak yang baik ."

"Kalau begitu, Laras mau sekolah Biung." Mariam tersenyum, dia-pun meraih tangan mungil puterinya untuk diajak berjalan.

Sekolah di masa ini bisa dibilang susah-susah mudah. Susah, karena sekolahnya berada di kabupaten, kalaupun ada, hanya di kecamatan-kecamatan tertentu saja, kebanyakan dari kalangan bangsawan, Juragan dan orang-orang kaya, bagi warga miskin, sekolah menjadi hal nomor sekian untuk menjadi tujuan utama. Bagi mereka, seorang perempuan bersekolah tidak ada gunanya, karena tujuan utama mereka pada akhirnya, bisa dikatakan jika seorang wanita saat ini hanya memiliki 3 tujuan, yang disebut dengan 3M (Masak*, Manak*, Momong*) untuk yang lainnya, adalah urusan para laki-laki. Tapi mudahnya adalah, sekolah masa ini tidak terikat aturan. Bukan murid yang mencari sekolah, tapi sekolah yang mencari murid, tidak perduli dari kalangan apa, tidak perduli mempunyai uang berapa, dan tidak perduli aturan lainnya, asal mereka yang menginginkan ilmu mau datang ke kabupaten, maka ilmu akan didapatkan, tentu dengan cara yang sama, menulis berbagai macam pelajaran di sebuah sabak*.

"Anaknya demenan* mau berangkat sekolah toh." Supinah, salah satu tetangga Mariam yang kebetulan berdagang sayur-mayur mengejek. Dia juga memiliki anak perempuan, yang seumuran dengan Larasati. Namun begitu, Arum lebih memilih untuk membantu Biungnya berjualan, ketimbang jauh-jauh ke kabupaten untuk sekolah, yang menurut faham mereka tidak ada gunanya.

"Monggo* Bu Lek*." Kata Mariam, mengabaikan sindiran dari Supinah.

Sindiran itu, seperti halnya makanan wajib bagi Mariam. Karena, bukan hanya Supinah saja yang melakukannya, bahkan hampir seluruh penduduk desa kemuning, atau bahkan penduduk kecamatan Ngargoyoso tahu jika dirinya melahirkan puteri semata wayangnya tanpa-seorang suami.

****

"Ndhuk, ke sini. Bantu Biung memilih beras." Larasati berlarian, kemudian duduk di depan Mariam. Membuang kerikil kecil yang ada di beras putih.

"Biung, Bapakku mana toh? Kok aku ndhak punya Bapak sendiri? Teman-temanku, mereka punya Bapak. Kata Arum dan Saraswati, aku anak simpanan. Apa maksudnya simpanan Biung? Aku ndhak ngerti." Mariam terdiam beberapa saat, kemudian dia tersenyum hangat kepada puterinya.

"Kamu punya Bapak, Ndhuk." Jawabnya sabar,

"Siapa? Di mana, Biung? Kok aku ndhak pernah bertemu?"

"Bapakmu sudah ndhak ada."

"Mati?" Mariam mengangguk, Larasati menatap lagi wajah cantik Biungnya.

"Baliau Bapak yang baik, Ndhuk. Bapak yang sabar dan mencintai Biung juga dirimu."

"Jadi simpanan itu artinya dicintai Bapak, Biung?"

"Bukan."

"Lalu simpanan itu apa Biung? Rondo*?"

"Nanti, jika kamu sudah besar, kamu pasti akan tahu artinya."

"Aku ndhak ngerti."

Hanya itu jawaban dari Larasati, memangnya jawaban apa yang pantas diucapkan dari gadis yang usianya belum genap 10 tahun itu selain tidak mengerti. Meski, usia 10 tahun di masa ini bukanlah usia kecil untuk melakukan sebuah pernikahan.

*****

3 bulan lamanya, Mariam jatuh sakit karena TBC yang diderita. Sudah berbagai mantri didatangkan untuk mengobati, sudah 2 sapi yang dijual agar bisa menyembuhkan penyakit Mariam, namun Gusti Pengeran* berkehendhak lain. Karena Mariam, bukan sembuh, tapi meninggalkan Larasati sendiri di dunia ini.

Hanya ada beberapa orang yang percaya jika Mariam sakit, tapi kebanyakan lebih berfikir jika Mariam mati karena rindu dengan Juragannya yang telah lebih dulu meninggal. Cinta Mariam tidak bisa dipungkiri oleh banyak orang, begitu tulus untuk Juragan Zafaz. Siapa memang yang tidak percaya dengan itu, jika semua pengorbanannya nyata. Namun sayangnya, cinta seorang simpanan bukanlah hal terpenting, bisa dikatakan jika cinta simpanan tidak ubahnya seperti sampah. Juragan Zafaz tidak membalas cinta tulus dari Mariam, dia hanya memanfaatkan kepolosan Mariam untuk mendapatkan tubuhnya, mendapatkan kenikmatan duniawi semata. Karena jelas, setelah tahu Mariam hamil, Juragan Zafaz langsung menendang Mariam begitu saja. Tapi Mariam yang lugu, bukan sakit hati tapi dia malah menggenggam cinta yang menyakitinya kuat-kuat, menjaganya dengan bodoh sampai hatinya berdarah-darah, melihat Juragan Zafaz menggandeng setiap gadis desa untuk dijadikan simpanan, sama seperti dirinya. Hingga akhirnya Juragan Zafaz meninggal, Mariam memilih untuk datang menemuinya, meninggalkan puteri semata wayangnya sendiri di dunia ini.

Saat kematian Mariam, warga desa tidak ada yang mau mendekati tubuh Mariam. Mayat dari seorang simpanan, takut terkena sial, kutukan atau semacamnya. Hanya ada Mbah Sanggi dan Jupri, sesepuh kampung. Mereka berdualah yang membantu prosesi pemakaman Mariam.

Sampai akhirnya, di sini. Di sebuah makam yang jaraknya tidak jauh dari kampung, Larasati masih duduk sendiri, menangisi kepergian Biungnya. Orang satu-satunya yang paling mengerti akan dirinya. Dia akan masuk ke sekolah menengah pertama, tapi dia tidak tahu bagaimana jadinya dirinya nanti, tanpa sang Biung. Dia tahu, Simbahnya lebih suka sibuk dengan urusannya memetik teh, begitu juga dengan Bu Leknya. Akhirnya, dia sendirian, meski dia ingin sekali meneruskan mimpi sang Biung, melihatnya sekolah tinggi, dan membanggakan Biungnya di sana.

"Ndhuk." Larasati mendongak, melihat seorang lelaki berdiri di sampingnya. Dia tahu, nama lelaki ini, dia adalah Pak Lek Marji, seorang belantik* sapi di desanya.

"Dalem* Pak Lek?" Tanya Laras, mengusap kasar pipinya yang basah.

Pak Lek Marji ikut duduk, di samping Laras, sambil menaburkan bunga di kuburan Mariam.

"Kamu setelah ini mau apa?"

"Mau pulang Pak Lek."

"Bukan itu, maksudnya, kamu ndhak pengen nerusin sekolah lagi?"

"Aku ndhak punya biaya, buat ongkos ke sekolah Pak Lek."

"Ndhak usah cemas Laras," Pak Lek Marji menggenggam pundhak Larasati dengan hangat.

"Juraganku berniat menyekolahkanmu, jika kamu mau. Dan beliau akan menyekolahkanmu sampai kamu lulus, Bagaimana?"

"Juragan siapa toh Pak Lek? Aku ndhak kenal."

"Ndhak perlu kenal, Ndhuk. Nanti, jika waktunya tiba, beliau sendiri yang akan menemuimu, percayalah."

"Tapi__"

"Bagaimana? Mau, toh?" Larasati terdiam beberapa saat, menimbang tawaran dari Pak Lek Marji. Bersekolah lagi? Itu cita-citanya, dan dia tahu, jika dia tidak bisa mewujudkannya jika berharap pada Simbahnya. Sapi-sapi Simbahnya habis, dan sekarang Simbah serta Bu Leknya harus bekerja keras untuk bisa makan.

"Inggeh* Pak Lek." Pak Lek Marji tersenyum, diapun berpamitan meninggalkan Larasati kecil sendiri.

Larasati, gadis yatim-piatu yang ingin bersekolah tinggi awalnya, gadis lugu yang tidak tahu apa itu kebaikan dari seseorang. Gadis polos yang hanya ingin merasakan kasih sayang seorang yang disebut 'Bapak', ya Larasati, dan itu adalah aku.

Secuil kisahku di masa lalu yang ingin ku bagi dengan kalian. Kisah bodoh yang mengatasnamakan 'cinta'. Kisah yang menghubungkanku dengan benang merah bermanama 'takdir' dan 'jodoh'. Semoga, kalian tidak merasa jenuh, mendengar dongengku dari masa lalu.

PS: Karena Author harus belajar riset, dkk. Readers juga belajar ya, di part 1 ini memang aku buat Pov3 dan Pov1 tanpa ada kata 'author pov' atau 'laras pov' , dan di part selanjutnya akan seperti biasanya, alurnya akan maju-mundur. Tanpa ada penanda tahunnya, jadi kita saling belajar memahami satu sama lain dari hati-ke-hati. Ohya, bagi yang masih galau karena logat jawanya gak ada, gak usah cemas. Pasti ada meski gak sebanyak dulu. ^.^

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Caping & Tenggok : Topi dan tempat yang digunakan untuk memetik daun teh

Mbah : Nenek/Kakek

Ndhak : tidak

Ndhuk : panggilan untuk Nak (perempuan)

Bodho : bodoh

Ayu : cantik

Masak, manak, momong : masak, melahirkan, merawat anak

Sabak : tempat untuk menulis / bukunya orang dulu.

Demenan : simpanan

Monggo : mari

Bu lek : tante

Bapak : Ayah

Rondo : janda

Gusti pengeran : Tuhan

Belantik : penjual sapi

Dalem : iya? Apa?

Inggeh : iya

_________________________________________________________________________________

PS: Jika ada yang kurang pas, bisa dicari di google, tanya orang yang ngerti sana. Semoga ini gak kurang riset lagi. Happy reading, semoga suka.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top