LIMA BELAS-LAQUETA
Lima belas
Tidak seperti dugaan Laqueta sebelumnya, ternyata orang tua Meesam sangat baik, mereka menerima Laqueta tanpa ada kata-kata sinis maupun sindiran. Ternyata tebakannya salah 100% dan membuat Laqueta merasa bersalah.
Alish yang merupakan adik Meesam juga baik padanya, tidak seperti dugaannya bahwa saudara Meesam akan mengomentari kehidupannya. Lagi-lagi Laqueta merasa bersalah.
Kini Laqueta mendengarkan segala cerita dari Alish, tentang sekolahnya, pacar dan juga tunangannya. Laqueta sedikit terkejut karena diusia muda, Alish sudah memiliki tunangan dan juga pacar, Laqueta tidak menyangka, ternyata adiknya Meesam itu playgirl. Tidak seperti kakaknya yang ... ah sudahlah.
"Jadi tunangan kamu tau kalau kamu sudah punya pacar dan pacar kamu juga tau kalau kamu udah punya tunangan?" Alish mengangguk dengan semangat.
"Iya Kak, tapi di rumah ini nggak ada yang tau loh selain kakak. Kakak harus janji, jangan ngasih tau siapapun!" pinta Alish dan langsung diiyakan oleh Laqueta. Lagipula Laqueta yakin, Alish pasti bisa menjalani kehidupannya sendiri, kalau ia ikut campur justru akan terjadi masalah.
"Alish, Laqueta ke sini untuk ketemu Mama, bukan kamu." Ambar yang baru datang langsung protes pada anak gadisnya itu, Ambar ingin mengenal Laqueta agar mereka bisa lebih dekat tetapi Alish malah membawa Laqueta pergi ke kamarnya.
"Untuk ketemu Alish juga dong, Ma. Kak Laqueta akan jadi kakak ipar Alish," balas Alish lalu membaringkan tubuhnya, di luar ia kelihatan baik-baik saja, tetapi hatinya sangat gelisah, takut jika Ambar mendengar pembicaraannya dengan Laqueta tadi.
"Laqueta ikut Tante dulu yuk, biarin aja Alish sendiri."
"Teganya engkau Ibunda," sindir Alish langsung.
Ambar tidak memperdulikan ucapan Alish sedangkan Laqueta langsung turun dari tempat tidur Alish dan mengikuti Ambar yang membawanya ke taman.
"Sini duduk." Laqueta duduk di samping Ambar dengan canggung, pikiran buruk kembali menguasai diri Laqueta. Apa ini saatnya Ambar menghina dirinya? Atau Ambar akan—
"Kamu kenal sama Meesam sejak SMA, ya?" Laqueta mengangguk kaku.
"Sekarang kerja di perusahaan Meesam?" Laqueta menelan salivanya susah payah lalu mengangguk.
Ambar tertawa pelan, Laqueta pasti sangat canggung.
"Jangan canggung." Laqueta lagi-lagi mengangguk, tidak tau harus merespon apa, otak pintarnya sepertinya tidak bekerja di saat seperti ini.
Ambar tersenyum maklum, sebelumnya Meesam sudah memberitahu padanya kalau Laqueta pendiam dan suka berpikiran buruk. Justru kini Ambar yang takut kalau Laqueta berpikiran buruk padanya, kasihan Meesam.
Kini keduanya diselimuti oleh keheningan, Laqueta merasa bersalah, atau Ambar tidak menyukainya karena lebih memilih diam? Tuh kan Laqueta suudzon lagi.
"Ma?" Ambar dan Laqueta bersyukur karena Meesam tiba-tiba datang, setidaknya kecanggungan di antara mereka sedikit berkurang.
"Iya, kenapa?"
Meesam berdiri di depan kedua wanita yang disayanginya itu.
"Dicariin orang tua Danu tuh di depan," jawab Meesam.
"Orang tua Danu? Kenapa?" Ambar khawatir kalau Alish membuat masalah besar.
"Nggak tau, katanya mau ketemu Mama."
Ambar bangkit dari duduknya dengan penuh kecemasan. "Tante tinggal dulu ya."
"Iya Tante."
Setelah Ambar menghilang dari pandangannya, Meesam langsung duduk di tempat Ambar tadi.
"Keluarga aku nggak jahat ke kamu, kan?" Bukannya mau menyindir, Meesam memang khawatir, tentu bukan pada Ambar, tetapi pada Alish, entah apa yang sudah dikatakan adiknya itu pada Laqueta.
"Nggak kok. Keluarga kamu baik," jawab Laqueta tanpa melihat Meesam. Pohon lebih baik menjadi objek pandangnya daripada Meesam.
"Kamu nggak berubah pikiran, kan?" tanya Meesam hati-hati.
"Enggak kok, kamu mau aku berubah pikiran?" Meesam sontak menggeleng dan mengutarakan penolakannya. Mana mungkin Meesam menginginkan hal itu.
Laqueta melirik jam tangannya, sudah sore. Laqueta juga belum bilang pada orang tuanya kalau ia mengunjungi rumah Meesam, jangankan memberi tau kalau berkunjung, orang tuanya bahkan tidak tau apapun tentang Meesam.
"Udah sore, aku pulang, ya?" Meesam ikut melirik jam tangannya, memang sudah sore, sesuai dengan jam pulang kantor.
"Oke, ayo aku antar."
"Ke kantor, kan?" Meesam langsung mengangguk.
"Ayo!" Meesam membawa Laqueta ke tempat mamanya, tentu saja mereka harus izin atau Laqueta akan dicap tidak sopan.
Ternyata Ambar masih bersama orang tua Danu, entah apa yang mereka bicarakan. Meesam mencoba untuk tidak peduli.
"Ma, Meesam ngantar Laqueta dulu, ya." Ambar menoleh ke arah sulungnya itu.
"Pulang sekarang? Cepet banget." Ambar masih merasa belum cukup menghabiskan waktu bersama Laqueta, tetapi mau bagaimana lagi?
"Iya, Ma. Udah sore, mobil Laqueta juga tinggal di kantor," jelas Meesam.
"Yaudah hati-hati, ya. Laqueta sering-sering ke sini, ya Nak."
"Iya, Tante."
"Kami pergi dulu, Om, Tante." Kedua orang tua Danu mengangguk untuk merespon ucapan Meesam.
Setelah sampai di luar rumah, Meesam mencuri pandang ke arah Laqueta, dari raut wajahnya seperti tidak ada yang mengganjal. Syukurlah.
"Orang tua kamu baik, maaf ya aku sempat suudzon." Meesam tersenyum menenangkan setelah mengangguk. Laqueta yang sekarang sudah mau mengutarakan isi hatinya. Kemajuan yang bagus.
"Nggak kenapa-napa, ayo!" Laqueta membuka pintu mobil, tidak membiarkan Meesam melakukan hal itu untuknya. Bagi Laqueta itu berlebihan sekali.
"Kapan aku boleh ketemu orang tua kamu?"
"Nanti aku kabari aja, ya." Meesam mengangguk saja, toh tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi, kan?
"Alish nggak ada ngomong macam-macam, kan? Dia suka banget ngejelek-jelekin aku, nanti kamu illfeel lagi," tanya Meesam, kejahilan Alish tidak bisa diragukan, bisa-bisa dia gagal nikah karena ulah Alish
"Nggak ada, kok. Ternyata kamu juga suka suudzon, ya, sama adik sendiri malah," canda Laqueta.
Meesam tertawa pelan, bukan karena candaan Laqueta, tetapi karena Laqueta sudah mulai terbuka dengannya.
"Alish memang harus digituin," balas Meesam dengan ceria. Hari ini adalah salah satu hari terbaik dalam hidupnya.
"Adik itu harusnya disayangi tau."
"Kamu suka anak kecil?"
"Nggak!"
"Loh? Terus gimana?" Meesam bingung, bukannya gimana, tetapi kalau mereka sudah memiliki anak, kasihan anaknya kalau nggak dapat kasih sayang, kan?
"Kalau keluarga aku, dan dekat, aku pasti sayang kok." Laqueta bukannya tidak mengerti dengan maksud Meesam, pasti sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Pasti.
"Aku senang dengarnya." Laqueta membalas senyum yang dilontarkan Meesam, senyum itu seakan menenangkan segala kegelisahannya. Meesam sepertinya orang yang sangat tepat untuk Laqueta.
Ini bukanlah hari terakhir ataupun masalah terakhir yang mereka hadapi, Laqueta dan Meesam akan mengambil langkah besar dalam kehidupan mereka, akan ada banyak masalah dan juga kebahagiaan nantinya.
Meesam adalah orang yang Laqueta butuhkan, orang yang bisa memahami dan juga tau apa yang harus dilakukannya kepada Laqueta.
Laqueta adalah orang yang Meesam inginkan, orang yang bisa membuatnya senang, bahkan sejak mereka masih SMA.
Mereka adalah pasangan yang tepat, mereka bisa saling melengkapi.
End
6 Februari 2021
Revisi: Rabu, 12 Juli 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top