DELAPAN-LAQUETA

Delapan

Meesam Byakta, nama ini sudah dikenal Laqueta sejak masa SMA. Laqueta mengenal Meesam, tetapi mereka tidak terlalu dekat, Laqueta terlalu takut untuk dekat dengan orang lain. Ia selalu berpikir kalau orang lain pasti tidak menyukainya, Laqueta tidak mau mengganggu kenyamanan orang lain.

Entah pemikiran itu benar atau tidak, Laqueta sudah meyakininya sejak lama. Berawal ketika masa TK Laqueta, masa ketika anak-anak sibuk bermain dan tertawa. Laqueta juga seperti itu, bermain dan tertawa.

Tetapi, pertengkaran tidak bisa dielakkan, suatu hari para murid diberikan sebuah buku tulis, mereka boleh menulis apa pun yang mereka inginkan. Saat itu Laqueta baru saja mahir menuliskan huruf-huruf, setiap hari Laqueta menulis, buku yang semula kosong sudah terisi dengan tulisan anak yang baru belajar. Jeleknya rangkaian kata yang dibuatnya tidak membuat semangat Laqueta menurun.

Buku-buku itu tidak hanya diisi dengan tulisan, tetapi juga gambar, dan tentu saja gambar itu bukan buatan Laqueta karena ia tidak pandai menggambar. Gambar buatan salah satu temannya sangat bagus, dan temannya itu juga dengan senang hati membuatkan gambar untuknya.

Laqueta sangat menyayangi bukunya itu, ketika pelajaran menulis tiba maka Laqueta dengan sangat semangat mengambil buku dan pensilnya. Hari hujan menambah semangat Laqueta, mereka tidak bisa pulang karena lebatnya hujan, tetapi ayah Laqueta sudah menjemput dan Laqueta meletakkan bukunya di rak dengan pasrah.

Ketika Laqueta mengambil tasnya dan ingin pamit dengan gurunya, Laqueta melihat salah satu temannya mengambil buku miliknya. Laqueta kecil langsung menghampirinya dan menanyakan alasan kenapa bukunya diambil. Temannya bilang dia salah mengambil buku lalu meletakkan buku Laqueta kembali ke rak. Laqueta kecil tidak percaya, dia sudah akan mengambil bukunya kembali tetapi gurunya mendesak.

Laqueta menghampiri gurunya dengan mata yang masih fokus kepada bukunya, temannya itu kembali mengambil buku milik Laqueta. Gadis mungil itu tidak bisa mengatakan apapun, pasrah ketika bukunya diambil oleh temannya.

Keesokan harinya, pelajaran menulis kembali dimulai. Ketika Laqueta mengambil buku tulisnya, terlihat coretan asal-asalan di sampul bukunya. Laqueta sangat takut, dan ketika ia membuka bukunya. Buku itu penuh dengan coretan pensil, bahkan halaman yang masih kosong juga tidak luput dari coretan itu.

Air mata Laqueta kecil turun dengan sendirinya, dada terasa sesak ketika melihat bukunya sudah seperti sampah. Salah satu teman Laqueta menghampirinya, ia adalah orang yang mengambil buku Laqueta kemarin.

Temannya itu menuduh salah satu murid laki-laki yang sangat nakal, Laqueta percaya saja dengan temannya itu, meskipun hatinya meragukan kebenarannya.

Laqueta dan temannya itu melaporkan masalahnya kepada guru, bahkan mereka menuduh murid laki-laki itu tanpa bukti. Guru memarahinya, dan teman-teman Laqueta membantunya untuk menghapus coretan-coretan itu.

Sepertinya teman perempuan Laqueta itu tidak bisa menahan kesalahannya seorang diri, dia mengaku kalau dia yang sudah mencoret-coret buku Laqueta.

Laqueta tersenyum dan memaafkannya, tetapi semuanya tidak lagi sama. Semenjak itu, Laqueta tidak bisa percaya pada orang lain, dia selalu merasa orang-orang di sekitarnya tidak menyukainya. Laqueta menjadi lebih suka diam, ia selalu berpikir bahwa dia tidak perlu teman, orang tuanya saja sudah cukup.

Laqueta sudah tamat dari TK, tetapi dia masih selalu memikirkan teman yang dituduhnya itu. Laqueta tidak bisa meminta maaf karena kata temannya itu, Laqueta tidak perlu melakukannya karena dia takut dimarahi oleh guru.

Hingga kini Laqueta menyesal, karena menerima permintaan temannya yang jahat itu. Laqueta ingin meminta maaf, tetapi dia tidak ingat lagi pada orang yang dituduhnya itu. Jangankan mukanya, Laqueta bahkan tidak bisa mengingat namanya.

Bagi pelaku, kejadian itu bisa dilupakan dengan mudah, tetapi bagi korban? Tidak bisa. Kejadian itu menjadi awal pembentukan karakter Laqueta seperti saat ini. Takut akan kehadiran orang lain, selalu merasa dibenci dan tidak diinginkan. Laqueta mengambil inisiatif sendiri, jika orang lain tidak membutuhkan kehadirannya, maka Laqueta juga tidak membutuhkan orang itu.

Laqueta orang yang tertutup, tidak ada orang yang mengetahui isi hatinya. Bahkan orang tuanya sekali pun, Laqueta sering menangis tetapi hanya sendirian. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan siapapun.

Jika Laqueta kesulitan, dia akan terus berusaha semampunya, tidak ingin meminta bantuan orang lain, meskipun hasilnya akan buruk tetapi Laqueta tetap melakukan hal itu. Begitu juga ketika orang lain yang kesulitan, Laqueta tidak akan membantunya dan membiarkan orang itu kesulitan sendiri.

Cara Laqueta melindungi diri dari sakit hati dan pengkhianatan, membuat orang lain benar-benar tidak menyukainya.

Kini semua impas, Laqueta tidak merasa kesulitan dengan hal itu. Ia terbiasa menyelesaikan masalahnya sendirian meskipun harus melukai dirinya sendiri.

Jika Laqueta benar-benar terpaksa harus membutuhkan pertolongan orang lain, maka Laqueta pasti akan membalas kebaikan orang itu secara langsung. Laqueta membenci hutang budi. Sebisa mungkin gadis itu menghindarinya. Menghindari segala hal yang berpotensi membuat pertahanannya hancur.

Laqueta menghindari bantuan orang lain, berbeda dengan orang tuanya yang mau menerima kebaikan hati orang lain. Laqueta selalu mengelak, dimulai dari kuliah, Laqueta terus berusaha agar orang lain tidak memiliki kesempatan untuk membantunya. Jika Laqueta kekurangan uang, maka dia tidak akan makan.

Begitu juga dengan bekerja, Laqueta tidak mau mendapatkan pekerjaan melalui orang lain. Ia berusaha sendiri hingga mendapatkan posisi yang bagus seperti saat ini, pencapaian Laqueta ini murni dari hasil kerja kerasnya tanpa bantuan orang lain selain orang tuanya. Dengan ini, Laqueta memiliki alasan untuk menentang orang yang tidak disukainya. Jika tidak ada hutang budi, maka hidup akan bebas. Itulah yang selalu menjadi landasan pikiran Laqueta.

🦋🦋🦋

Laqueta tersenyum tipis mengingat masa lalunya, masa lalu yang biasa-biasa saja bagi dirinya. Tidak ada hal yang bisa dibanggakan dengan itu semua, andai Laqueta bisa kembali masa lalu, maka yang Laqueta lakukan bukanlah menghindari kejadian coretan buku itu, tetapi tidak akan mempercayai orang jahat, dia tidak akan menuduh temannya yang tidak bersalah dan melaporkan temannya yang bersalah.

Rasa bersalah itu masih ada, di lubuk hati Laqueta, penyesalan itu masih sangat besar. Andai Laqueta bisa bertemu dengannya dan menyadari kalau itu adalah orang yang pernah dituduhnya. Laqueta akan melakukan apapun untuk mendapatkan maafnya.

"Siapapun kamu, dimanapun kamu, aku benar-benar minta maaf atas kejadian itu. Tolong maafkan aku, teman," gumam Laqueta. Matanya memanas dan mengeluarkan cairan bening. Karena mengingat Meesam, Laqueta jadi harus mengenang masa lalunya yang buruk.

Andai Laqueta tidak bodoh, maka dia tidak akan merasakan rasa bersalah sebesar ini. Laqueta orang yang memikirkan perasaan orang lain atas sikapnya, meskipun tidak pernah menunjukkannya secara langsung. Tetapi Laqueta juga punya perasaan.

🦋🦋🦋

Minggu, 17 Januari 2021

Revisi: Senin, 10 Juli 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top