SATU-LAQUETA'S LIFE

SATU—PIKIRAN BURUK

Ruang guru masih sepi, baru satu orang guru saja yang sudah berada di ruangan. Laqueta mendekati sebuah meja guru lalu mengeluarkan buku tulis dari dalam tasnya dan meletakkan buku tersebut di atas meja itu.

Laqueta sudah membalikkan tubuhnya dan mendekati pintu keluar, tetapi ia berbalik dan kembali mendekati meja tersebut, mengeluarkan handphonenya lalu memotret bukunya yang berada di atas meja. Itu hanya untuk bukti jika ia telah mengumpulkan tugas sebelum batas terakhir.

Laqueta hanya khawatir jika ada orang yang iseng dan mengambil buku miliknya lalu dibuang, niat orang siapa yang tau, kan? Bukan bermaksud untuk menuduh, tetapi berjaga-jaga tidak ada salahnya.

Setelah yakin bahwa bukunya telah aman, barulah Laqueta keluar dari ruang guru.

"Kamu udah ngumpulin tugas?" tanya orang yang berpapasan dengan Laqueta di depan pintu.

"Udah," jawab Laqueta lalu menggeser tubuhnya ke kanan agar orang tersebut bisa lewat.

"Buk Wati udah ada?" tanyanya lagi.

"Belum," jawab Laqueta lalu langsung pergi menjauhi ruang guru.

Niatnya adalah masuk ke kelasnya sendiri, tetapi setelah pikiran buruknya menguasai, Laqueta justru duduk di sebuah bangku yang tidak jauh dari ruang guru. Menunggu Meesam keluar dari dalam.

Saat orang yang ditunggunya sudah keluar, Laqueta berdiri lalu kembali masuk ke dalam ruang guru. Laqueta ingin memastikan apakah bukunya masih aman? Tidak! Laqueta tidak mencurigai Meesam ... mungkin.

Bukunya aman, kini ada dua buku tulis di atas meja tersebut, miliknya dan milik Meesam.

Rasanya lega karena bukunya tidak terganggu, itu artinya Meesam tidak punya niat buruk padanya. Bisa saja kan Meesam mengambil bukunya lalu membuang buku tersebut setibanya ia berada di dekat tong sampah.

Handphone dari saku roknya kembali dikeluarkan lalu Laqueta kembali memotret bukunya bersama buku milik Meesam. Jika tidak melakukan hal itu, rasanya Laqueta tidak tenang dan ada yang mengganjal. Pikiran buruk itu tidak bisa hilang jika ia tidak melakukan sesuatu yang membuat dirinya sendiri tenang.

Kelasnya berada di lantai dua, tangganya pun tidak jauh dari ruang guru. Kini Laqueta memperhatikan Meesam yang baru saja keluar dari koperasi yang letaknya tepat di sebelah tangga.

"Loh? Aku pikir kamu udah naik," kata Meesam dan mensejajarkan langkahnya dengan Laqueta.

Ucapan Meesam tidak direspon dengan lisan oleh Laqueta, hanya sebuah senyum tipis yang digunakan sebagai balasan untuk ucapan tersebut.

"Aku lupa bawa busur, barusan aku beli, kamu bawa busur?" Sepertinya Meesam tidak menyerah untuk mengajak Laqueta berbicara, buktinya dia masih saja berbicara meskipun Laqueta tidak membalasnya secara lisan.

"Bawa," jawab Laqueta dengan pelan.

Meesam menahan nafas sejenak mendengar jawaban Laqueta, kenapa temannya ini kaku sekali, sih? Memang ada yang salah dengan pertanyaannya, ya? Atau mungkin Laqueta tidak menyukainya?

Laqueta langsung menuju ke tempat duduknya setelah sampai di kelas, berbeda dengan Meesam yang justru menghampiri teman-temannya yang sedang bergerombol.

"Meesam, liat tugas kamu, dong. Kami belum ada yang siap," pinta Aliza ketika Meesam menghampiri mereka.

"Tugasnya udah aku kumpulin," jawab Meesam sambil menatap teman-temannya yang menunjukkan raut wajah kesal.

"Kenapa kamu kumpulin duluan, sih? Kami kan belum selesai, kamu juga dihubungi nggak bisa." Bara mengutarakan kekesalannya pada Meesam karena tidak bisa menyontek, padahal dia datang pagi-pagi agar bisa menyalin jawaban Meesam.

"Semalam handphone aku lowbat, belum aku aktifkan walaupun udah di-charge."

"Bar, mending sekarang kamu ke ruang guru, ambil bukunya Meesam." Aliza mengatakan hal tersebut seraya mendorong-dorong tubuh Bara agar temannya itu segera melakukan apa yang ia katakan.

"Iya! Cepetan, Bar!" Dairah ikut-ikutan mendesak Bara diikuti teman-temannya yang lain, sehingga mau tidak mau Bara keluar dari kelas untuk mengambil buku Meesam di ruang guru.

"Lari, Bar! Jangan jalan, laki, bukan?" pekik Aliza yang tidak tahan melihat Bara hanya berjalan santai disaat waktu yang mereka miliki hanya tersisa lima belas menit.

Tugas tersebut harus dikumpulkan sebelum jam pertama dimulai, dan itu artinya hanya tersisa lima belas menit menjelang jam delapan.

"Makanya kalau nggak mau buru-buru, buat tugas itu malam, sekarang jadinya kalian susah sendiri," ejek Meesam lalu duduk di tempatnya.

"Gue udah kerjain ya, tinggal dua soal lagi yang belum dijawab, yang penting gue udah berusaha," balas Aliza yang tidak terima mendengar ejekan Meesam.

"Palingan lo nyontek sama Dairah." Meesam masih saja membalas ucapan Aliza meskipun ia tau bahwa kesabaran Aliza itu setipis tisu, ditarik sedikit saja sudah pasti koyak.

Aliza menatap Meesam dengan pandangan tak suka sehingga Meesam tertawa, memang hobi cowok itu adalah menganggu Aliza yang gampang marah-marah.

"Kenapa, Ta?" tanya Meesam pada Laqueta karena saat ia menoleh ke kiri, Laqueta sedang menatapnya.

Laqueta tersenyum lalu menggeleng sebelum kembali menatap ke depan membuat Meesam kebingungan dengan sikapnya itu. Dari ujung matanya Laqueta melihat Meesam untuk memastikan bahwa cowok itu tidak menatapnya lagi.

Sebenarnya Laqueta bukan memperhatikan Meesam, tetapi cewek itu memperhatikan interaksi antara Meesam dan Aliza yang sepertinya begitu menyenangkan. Selama ini Laqueta tidak pernah dekat dengan teman laki-lakinya, apalagi sampai bercanda seperti itu. Bahkan dengan sepupu laki-lakinya saja ia jarang sekali berbincang.

Bisa dibilang bahwa Laqueta merasa sedikit iri dengan Aliza yang begitu mudah berbaur dengan teman-teman sekelasnya, baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan dirinya? Sangat susah untuk melakukan itu. Jangankan untuk berbincang dengan santai, menatap wajah mereka saja Laqueta tidak terlalu berani.

Bisa saja Laqueta sok akrab dengan mereka, tetapi dia sendiri tidak memiliki keberanian untuk melakukan itu, Laqueta takut kehadirannya ditolak oleh mereka karena merasa tidak nyaman dengan kehadiran Laqueta.

Lagi-lagi pikiran buruk menguasainya.

"Laqueta lihat tugas kamu dong, Bara lama banget."

Laqueta menatap Aliza yang meminta tugas padanya, kini beberapa orang juga memusatkan perhatiannya pada Laqueta membuat cewek itu merasa tidak nyaman.

"Tugas aku udah dikumpulin, maaf ya," kata Laqueta lalu pura-pura sibuk dengan tasnya.

Sengaja Laqueta mengumpulkan tugasnya sebelum masuk ke dalam kelas, karena dia malas jika teman-temannya meminta jawaban seperti ini. Memang Laqueta pelit, tetapi dia pelit jika sesuatu itu berasal dari usahanya sendiri.

"Cuma gue sama Laqueta yang udah kumpulin tugas, kalian memang nggak niat buat tugas," ejek Meesam dengan sengaja.

Tidak ada yang merasa tersinggung dengan ucapan Meesam, mereka tau jika Meesam hanya bercanda.

"Laqueta," panggil Meesam.

Laqueta menoleh dan Meesam langsung menarik kursinya untuk mendekati Laqueta. Teman-teman sekelas mereka menatap keduanya dengan pandangan penuh arti, jelas saja mereka tau jika Meesam menyukai Laqueta. Sinyalnya begitu jelas.

"Jawaban nomor dua kamu apa? Aku ragu mau pakai rumus yang mana, jadi aku buat seadanya aja," kata Meesam dengan berbohong. Padahal dia yakin jawabannya benar, hanya sedang mencari topik agar bisa bicara pada Laqueta.

"Bisa aja lo kadal!" ejek Aliza.

Meesam memberi peringatan pada Aliza melalui tatapannya.

"Aku lupa, Meesam," jawab Laqueta membuat Meesam menggembungkan pipinya.

Jawaban Laqueta tidak sesuai dengan harapannya.

🦋🦋🦋

Minggu, 8 Januari 2023

Okay, sebelum lanjut baca cerita ini, aku mau nanya. Udah baca cerita Laqueta dan Byakta Family, belum? Kalau belum ayo dibaca dulu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top