Chapter 6

Piyi baru saja kembali dari rumah orang tuanya, dan perempuan itu memasuki kamar tidurnya lalu merebahkan dirinya di sana. Kav tidak bersamanya karena lelaki itu sedang pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan.

Baru beberapa menit Piyi memejamkan matanya suara adzan terdengar, perempuan itu bangkit bersiap mengambil wudhu. Setelah selesai ia menggelar sajadah serta mengambil mukena di dalam lemari. Piyi menunaikan salat isya tak lupa juga ia mengerjakan salat sunahnya. Usai salat ia menyempatkan diri membaca Al-Quran,  rutin membaca 1 atau 2 lembar kitab suci itu setiap selesai salat. Pelan-pelan insya Allah Piyi akan selesai 1 juz dalam waktu dua hari.

Ponsel Piyi yang berada di atas nakas berdering beberapa kali. Perempuan itu mengambil benda pipih itu, ternyata ada pesan dari grup chat.

Dinda : "Malam minggu ke mana woy?"

Tania : "Pojokan kamar aja gue."

Dinda : "Ngenes banget!"

Syila : "Sama yayang Beb dungss!"

Tania : "Sama siapa." @Syila

Aldi : "Syila lagi sama gue." @Tania

Dinda : "Curang." 😈

Piyi : "Ribut banget sih."

Dinda : "Hey Piy lo lagi ngapain sama pak Bos?"

Tania : "Bos lagi keluar kota. Kasian yang baru menikah ditinggal." 😂

Dinda : "Oh iya lupa hehe,"

Aldi : "Jalan kuy, ke kafe biasa. Nggak seru nih cuma berdua sama Syila."

Dinda : "Berangkat."

Tania : "Yuklah berangkat, otw." 🚗

Dinda : "Lo ikut kan Piy? Ikutlah jarang-jarang kan kita ngumpul di luar kantor."

Piyi : "Gue izin dulu sama laki gue."

Syila : "Iyain yang punya laki mah." 😮

Piyi : "Udah ah entar kalau dibolehin gue langsung ke sana."

Piyi meninggalkan chat grop yang berisi teman-teman kantornya dan langsung beralih membuka kontak whatsApp Kav, suami yang merangkap sebagai bosnya. Hmm tidak menyangka kalau mau keluar pun ia harus izin, tidak terasa rutinitas itu harus ia lakukan sekarang dan seterusnya karena saat ini ia sudah bukan gadis single lagi.

"Tuan, aku izin mau ke kafe biasa ya sama anak-anak kantor."

Ketiknya pada pesan wattsapp-nya yang ia tujukan kepada Kav. Tidak lama kemudian Kav langsung membalasnya.

"Gak boleh!"

Hanya dua kata balasan yang Kav berikan dan mood Piyi langsung anjlok, Piyi cemberut. Wajahnya sudah tertekuk lusuh, tapi ia tidak begitu saja menyerah sebelum izin itu didapatkannya. 

Bibirnya mulai menampilkan sebuah senyuman, saat ide untuk merayu sang suami terlintas di kepalanya.

"Boleh ya sayang sebentar aja kok, janji deh nggak akan lama." Katanya mencoba merayu Kav. Piyi menggigit bibirnya ketika mengetik pesan itu, biarlah toh ini cuma lewat chat. Piyi menatap lekat-lekat layar ponsel yang masih menyala itu, menunggu Kav membalas pesannya dengan jantung dag dig dug. Bagaimana tidak dag dig dug jika ia melakukan itu, merayu Kav yang tidak pernah terpikirkannya akan ia lakukan selama ini.

"Hanya satu jam tidak lebih dari itu."

Balasnya beberapa detik setelah Piyi menunggu balasan dari sang suami. Pastinya nada tak ingin dibantah terselip dari pesan itu. Kesal si jika diatur seperti itu, tapi biarlah itu sudah cukup dari pada Kav tak sama sekali memberikannya izin.

"Aaahh... ma'acih Tuan Ai sayang." 😗

Balasnya dengan satu emotikon kiss diakhir pesan yang ia ketik, sangkin girangnya ia sampai memberikan emot itu pada Kav. Piyi terkikik geli, ternyata Kav mempan di rayu. Kalau tahu begini mungkin ia akan sering-sering memberikan rayuan pada Kav nantinya.

Piyi memasukkan ponselnya ke dalam tas setelahnya ia mulai bersiap-siap untuk menemui teman-temannya.

___

"Wah di kasih izin nih sama pak Bos?!" ujar Dinda saat dia melihat Piyi datang.

"Huh iya dong." Piyi tersenyum bangga sambil mengambil duduk di dekat Dinda. Piyi tersenyum dengan kekehannya saat ia mengingat jurusan apa yang ia pakai sehingga Kav mengizinkan dirinya keluar rumah.

"Rayuan apa yang lo pakai?" Tania menyipitkan matanya, mendang penuh keingintahuannya pada Piyi 

"Rahasialah." Piyi mengambil buku menu dan dengan santai melihat-lihat menu yang tertulis di sana.

"Lo udah kita pesanin Vanila latte," kata Syila.

Piyi mengangguk, menutup daftar menu itu dan menatap pada teman-temannya "Kalian memang paling tahu kesukaan gue." Piyi mengambil segelas Vanila Latte yang memang sudah tersedia di atas meja itu.

"Tanpa rayuan pun gua yakin Tuan Kav udah luluh sama lo, ya nggak Piy?" Dinda menyenggol lengan Piyi menggoda gadis itu.

"Yaiyalah, gue gitu." Katanya sombong, lagi-lagi tersenyum bangga.

"Halah, kalau kalimat keramat Bos keluar lo juga nggak akan bisa berkutik." Aldi ikut nyeletuk.

Tania berdeham. "Saya tidak terima penolakan," ucapnya menirukan nada suara Kav yang membuat mereka semua tertawa.

"Udah ah, suami gue itu," ucap Piyi ketika tawanya reda. "Kasihan lo kalau diomongin." Tapi ia juga terkekeh. Tidak bisa lupa bagaimana Kav selalu membuat mereka semua kesal termasuk dirinya.

"Astagfirullah." Dinda mengelus dadanya.

Berbagai macam obrolan mengisi keseruan mereka di malam minggu ini. Hanya sekedar berkumpul di kafe bersama sahabat, sungguh menyenangkan.

"Gue balik deh, udah sejam ni gue di sini." Piyi menatap layar ponselnya, mengecek jam yang ternyata sudah menunjukan pukul sembilan.

"Baru jam sembilan Piy," ucap Dinda.

"Gue cuma di kasih izin satu jam." Kata Piyi sambil beranjak.

"Bentar banget dah, masih seru nih." Syila ikutan menimpali.

"Balik aja Piy." Aldi menatap Piyi. "Kalian tuh ya, Piyi sekarang udah punya suami." Lelaki itu gantian menatap Syila, Tania dan Dinda.

"Yaudah, hati-hati ya," ucap Tania pasrah.

Piyi mengangguk. "Duluan ya."

"Bye." Syila dan Dinda serempak melambaikan tangan.

Piyi tersenyum setelah itu keluar dari kafe. Perempuan itu memasuki mobil bersiap untuk pulang.

15 menit di perjalanan laju mobil Piyi memelan, setelahnya berhenti dengan tiba-tiba, mogok. Dan sungguh sial bagi Piyi.

Piyi turun dari mobil dengan kesal, perempuan itu berdecak pelan. "Kenapa bisa mogok si?"

Piyi kembali memasuki mobil mencoba menstarter mobilnya kembali barang kali saja mesinnya bisa hidup, tetapi nihil tidak membuahkan hasil. "Sial banget si," kalau sudah begini Piyi  memutuskan untuk memesan taxi online  saja tapi sebelumnya ia menelpon Aldi untuk menangani mobilnya.

Berulang kali Piyi mengecek ponselnya, mengapa taxi online itu lama sekali datang? Sudah hampir setengah jam ia menunggu. Tapi tidak lama seorang datang mendekati mobilnya, mengetok kaca jendela mobil Piyi. Piyi pun membuka kaca mobilnya.

"Mbak Piyi ya?"

"Iya, mas." Piyi keluar dari mobil, saat tahu itu sopir taxi online yang dipesannya. "Kok lama mas?" Tanyanya,

"Maaf mbak tadi ada kecelakaan," ucap si mas sopir itu memberi alasan.

Piyi hanya mengangguk setelahnya ia memasuki taxi online pesanannya.

___

Piyi menyarahkan uang pada sopir  taxi online setelah ia sampai di depan gerbang rumahnya.  Melihat Piyi pulang satpam pun membukakan pintu gerbangnya.

"Makasih pak,"  ujarnya sambil lalu berjalan santai memasuki rumah. Beberapa pelayan menyambutnya dengan ramah.

"Jam berapa sekarang?"

Piyi membeku di ambang pintu. Kav telah menunggu dirinya, berdiri sambil bersedekap dada, menyambutnya dengan wajah datar juga sorot mata dingin yang membuat nyali Piyi langsung menciut.

"Tuan kapan pulang?" tanya Piyi bukannya menjawab pertanyaan Kav.

"Jam berapa sekarang?" Kav tak menghiraukan pertanyaan Piyi, lelaki itu kembali mengulang pertanyaannya, kali ini dengan sedikit memberikan tekanan disetiap kalimatnya.

Piyi menunduk. "Jam setengah 11." Ujarnya  pelan.

"Terus?" Kav tidak puas dengan jawaban Piyi.

"Mobil saya mongok makanya saya telat pulang." Piyi memberikan alasannya.

"Seharusnya kamu pulang lebih awal, walaupun mobil kamu mogok tetap pulangnya tidak kemalaman."

"Maaf." Piyi sama sekali tak berani bergerak, rasanya untuk bernapas saja susah. Ia begitu takut dengan sorot tajam milik Kav.

"Liat saya!" Perintah bernada tegas itu memaksa Piyi untuk mendongak. Perempuan itu menggigit bibir dalamnya kuat-kuat lalu menatap Kav takut-takut

Kav mendekat, lelaki itu menarik Piyi mendekap hangat perempuan itu.

Piyi membalas pelukan Kav, kepalanya bersandar pada dada bidang Kav. "Maaf." lirih Piyi.

Kav hanya diam ia mengeratkan pelukannya. Lelaki itu memejamkan mata ia terlalu khawatir dengan Piyi. Disaat Piyi meminta izin untuk pergi sebenarnya Kav sedang di perjalanan pulang ia tidak sabar ingin menemui Piyi, membalas menggoda perempuan itu. Ia benar-benar di buat gemas ketika membaca pesan yang dikirim oleh istrinya itu.

Kav mengurai pelukannya, tatapan intens ia berikan pada Piyi. Bibirnya menyeringai, mata hitam legamnya memicing.

Jantung Piyi sampai bertaj kencang, perasaanya tidak enak. Kav layaknya singa yang sedang mengincar mangsa, menyeramkan.

"Saya ingin mendengarnya langsung," ucap Kav.

Kening Piyi berkerut. "A..pa?"

"Yang kamu bilang di chat." Katanya santai.

Piyi mengulum senyum, ia tidak akan bisa mengucapkan kata itu secara langsung.

"Cepat!" desak Kav tidak sabaran.

Piyi berdecak pelan. "Sayang," ucapnya.

"Iya?" Kav tersenyum.

Piyi menutup wajahnya dengan kedua tangan, merasa malu. Hal itu membuat
Kav terkekeh dan melupakan amarahnya pada Piyi. Melihat tingkah istrinya Kav gemas, amarahnya menguar begitu saja. Ia kembali memeluk Piyi, rasanya ingin sekali mendekap perempuan itu hingga remuk.

######

To be continued ...
Senin, 05 agustus 2019

Karya aslamiah02

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top