chapter 21
Kav menyelimuti tubuh Piyi sebatas dada, lelaki itu lalu mendaratkan satu kecupan hangat di kening Piyi sebelum perempuan itu memejamkan matanya.
"Ai," ujarnya memanggil Kav, ia menatap Kav lembut.
Kav mengusap surai rambut istrinya. "Kenapa, Sayang?" Lalu duduk di tepi ranjang tepat di samping Piyi.
"Tetap di sini, ya," pintanya memohon, katakan saja ia egois. Tetapi inilah yang Piyi inginkan saat ini, ditemani oleh Kav. Ia tidak ingin Kav kembali ke rumah sakit, karena entah kenapa ada perasaan tidak rela yang tiba-tiba saja hinggap di hatinya.
Kav menghela napas, ia menatap Piyi lama. "Tapi aku harus kembali ke rumah sakit, tolong mengerti aku, Ai."
Piyi terdiam, ia memikirkan cara agar Kav tidak pergi meninggalkannya. "Kamu boleh pergi disaat aku sudah tertidur," katanya meski tidak rela ditinggalkan sendiri oleh suaminya.
"Yasudah kalau gitu kamu tidur sekarang, ya!" Perintah Kav.
"Tapi aku belum ngantuk, Ai." Piyi merubah posisi berbaringnya menjadi duduk.
Kav menghela napas panjang, ia merasa sangat lelah. "Jangan persulit aku, tidur sekarang," katanya, tidak sadar jika ucapannya menyakiti hati Piyi.
"Kamu merasa aku mempersulitmu?" tanya Piyi ada sesak yang menghantam paru-parunya ketika Kav mengatakan itu. "Kalau kamu mau pergi ke rumah sakit, pergi aja. Aku nggak apa-apa kok sendirian. Pergi sana!" Piyi memalingkan wajah tidak mau menatap Kav.
Kav jadi merasa bersalah, ia memejamkan matanya sejenak, mengusir lelah di hatinya jemarinya meraih dagu Piyi agar perempuan itu mau menatapnya kembali. "Sayang," panggilnya lembut dan berusaha bersabar. Akan tetapi Piyi masih bertahan untuk tidak mau menatap Kav.
"Lihat aku!" Kalimat Kav bernada perintah walaupun lelaki itu mengucapkannya dengan nada lembut.
Mau tidak mau Piyi menurut, matanya yang berkaca-kaca tertangkap jelas oleh Kav.
"Jangan menangis." Kav menangkup wajah Piyi. Ia paling tidak bisa jika harus melihat seorang perempuan menangis, apalagi perempuan itu adalah istri yang dicintainya dan menangisnya Piyi karena dirinya.
Piyi mengerjap beberapa kali agar air mata itu tidak jatuh membasahi pipinya. Hormon hamil membuat perasaan perempuan itu lebih sensitif. Mudah menangis dan cengeng, tidak seharusnya Piyi mempersulit suaminya, ia paham Kav mungkin saja masih terlalu khawatir pada Rigel.
Kav tersenyum melihat apa yang Piyi lakukan. "Apa kamu ingin mendengar sebuah kisah sebelum tidur?" Pertanyaan Kav langsung mendapat anggukan semangat dari Piyi, senyum merekahpun menghiasi wajah perempuan itu.
Kav menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, semantara Piyi berbaring di samping Kav. Satu tangan Kav mengelus lembut puncak kepala Piyi sementara satu tangan Piyi memeluk perut Kav. Posisi mereka saling berpelukan.
"Allahumma shalli'ala sayyidina muhammad, wa'ala aali sayyidina muhammad." Kav membaca salawat terlebih dahulu sebelum memulai ceritanya.
Piyi memejamkan mata bersiap menyimak cerita yang akan Kav sampaikan. Lebih dari itu ia merasa nyaman dengan posisi seperti ini.
"Menggerakkan Allah pada hati Abdullah bin Abdul Muthalib ingin menikah, maka berkata Abdullulah pada ibunya. Aku ingin meminang seorang perempuan yang mempunyai keelokan dan perawakan yang tegak dan keturunan yang tinggi (mulia). Maka disahut oleh ibunya, setuju wahai anakkku. Kemudian ibunya berkeliling kampung di kampung-kampung Quraisy melihat para gadis arab. Berapa banyak gadis yang dilihat tidak ada yang menakjubkan selain Aminah bin Wahab. Lalu, Abdullah meminta ibunya sekali lagi. Setelah ibunya memandang untuk yang kedua kalinya dia melihat Aminah bercahaya laksana bintang. Setelah ada persetujuan dari pihak Abdullah dan pihak Aminah, pihak Abdullah memberikan mas kawin sebanyak 1 ugah perak, 1 ugah emas dan 100 ekor onta dan diadakan pesta perkawinan yang meriah. Dan diserahkan Aminah kepada Abdullah dan kemudian berhimpunlah Abdullah dengan Aminah di dalam peraduan di waktu malam jum'at. Diriwayatkan tatkala menghendaki Allah bahwa menjadikan Nabi Muhammad SAW, pada perut ibunya, Aminah pada malam jum'at bulan rajab yang mulia. Memerintahkan Allah pada malam itu kepada malaikat Ridwan penjaga surga untuk membuka pintu surga Firdaus dan menyeru malaikat tukang seru. Perhatikan bahwa Nur yang tersembunyi dan rahasia yang tersimpan yaitu Nabi pemberi petunjuk tetaplah ia pada malam ini di perut ibunya, Aminah."
Kav menatap Piyi yang sudah memejamkan matanya rapat. Lelaki itu tersenyum kecil.
"Belum selesai kan ceritanya?" Piyi membuka mata, ternyata perempuan itu belum tidur.
"Belum," ujar Kav. "Merem lagi." Piyi memejamkan mata menuruti perintah Kav.
"Aminah berkata, sewaktu aku mengandung kekasih-MU Muhammad SAW. Pada bulan pertama yaitu pada bulan rajab yang mulia, sewaktu lezatnya tidur tiba-tiba datang seorang laki-laki yang elok mukanya, harum baunya dan bercahaya terang benderang. Ia berkata, selamat datang wahai Muhammad, aku tanya laki-laki ini, siapa engkau? Dia menjawab, aku adalah Adam bapak manusia. Aku tanya lagi, apa yang engkau kehendaki? Bergembiralah engkau hai Aminah sesungguhnya engkau mengandung penghulu manusia dan kemegahan Bani Rabi'ah dan Bani Mudhar."
"Tatkala bulan kedua datang padaku laki-laki seraya berkata, selamat atasmu hai Rasulullah. Aku tanya dia, siapa engkau? Dia menjawab, aku adalah Syits. Aku tanya lagi, apa yang engkau kehendaki? Bergembiralah engkau hai Aminah maka sesungguhnya engkau mengandung Nabi yang punya ta'wil dan hadist."
"Tatkala bulan ketiga datang padaku seorang laki-laki seraya berkata, selamat atasmu hai Nabi Allah. Ku tanya siapa engkau? Dijawabnya, aku adalah Idris. Ku tanya lagi, apa yang engkau kehendaki? Ia menjawab, bergembiralah Aminah sesungguhnya engkau mengandung Nabi yang menjadi pemimpin."
"Tatkala bulan keempat datang seorang laki-laki seraya berkata, selamat atasmu hai kekasih Allah. Aku tanya siapa engkau? Dia menjawab, aku adalah Nuh. Ku tanya lagi, aku maksudmu? Dia menjawab, bergembiralah engkau hai Aminah karena engkau mengandung orang yang punya pertolongan dan pembuka."
"Tatkala bulan kelima datang seorang laki-laki seraya berkata, selamat atasmu hai pilihan Allah. Ku tanya siapa engkau? Dia menjawab, aku adalah Hud. Ku tanya lagi apa maksudmu? Dia menjawab, bergembiralah engkau hai Aminah karena engkau mengandung Nabi yang punya syafaat yang besar pada hari yang dijanjikan."
"Sewaktu bulan keenam datang pula seorang laki-laki seraya berkata, selamat atasmu hai rahmat Allah. Aku tanya siapa engkau? Dia menjawab, aku adalah Ibrahim Khalil. Ku tanya lagi, apa maksudmu? Dia menjawab, bergembiralah engkau hai Aminah karena engkau mendandung Nabi yang besar."
"Sewaktu bulan ketujuh datang pula seorang laki-laki seraya berkata, selamat atasmu hai orang yang dipilih Allah. Aku tanya siapa engkau? Dia menjawab, aku Ismail yang digelar di sembelih katanya. Ku tanya lagi, apa maksudmu? Dia menjawab, bergembiralah hai Aminah karena engkau mengandung Nabi yang baik."
"Tatkala bulan kedelapan datang seorang laki-laki seraya berkata, selamat atasmu orang yang baik di sisi Allah. Siapa engkau? tanyaku. Aku Musa bin Imran, jawabnya. Ku tanya lagi, apa maksudmu? Dia menjawab, bergembiralah hai Aminah sesungguhnya engkau mengandung orang yang turun atasnya Al-Quran."
"Tatkala bulan kesembilan datang padaku seorang laki-laki seraya berkata, selamat atasmu hai penutup segara Rasul, telah dekat masa lahirmu hai Rasulullah. Aku tanya siapa engkau? Aku adalah Isa bin Maryam jawabnya. Ku tanya lagi, apa yang engkau kehendaki? Bergembiralah engkau hai Aminah sesungguhnya engkau mengandung Nabi yang mulia dan Rasul yang besar. Mudah-mudahan rahmat Allah atasnya, hilanglah dari engkau Aminah akan kesusahan, kepayahan dan kesakitan."
"Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada malam senin 12 Rabi'ul awal, tahun gajah. Pada saat tiba kelahirannya seluruh dunia terang benderang tidak ada gelapnya. Seisi alam bergembira menyambut kehadirannya." Kav memejamkan mata. "Allahumma shalli'ala sayyidina muhammad, wa'ala aali sayyidina muhammad." Ia kembali melantunkan salawat selesai bercerita. Mata Kav terus terpejam merenungkan cerita yang baru saja selesai ia sampaikan tentang betapa mulia dan istimewanya Nabi Muhammad SAW.
Kav menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan, lelaki itu menatap Piyi yang sudah tertidur. Di pandangnya wajah damai sang istri. Satu kecupan mendarat di kening Piyi. "Aku sangat mencintamu," ujarnya, perlahan Kav mengusap lembut perut Piyi yang masih tampak rata lalu di kecupnya cukup lama. "Ayah menunggu kelahiranmu, Nak." Kav tersenyum kecil merasa bahagia karena tidak lama lagi ia akan menjadi seorang ayah.
Kav menatap jam yang menggantung di dinding. Waktu menunjukkan pukul setengah satu malam. Lelaki itu menimbang-nimbang apakah ia harus kembali ke rumah sakit atau tetap di rumah bersama istrinya. Setelah cukup lama berpikir akhirnya Kav memilih beranjak. Lelaki itu menyambar kunci mobil yang berada di atas nakas dan memutuskan untuk kembali ke rumah sakit.
***
Kav mamasuki ruang rawat Rigel. Di sana masih ada Gita, perempuan itu tertidur dengan bertumpu kedua tangan di ranjang Rigel.
Kav menatap wajah pucat Gita, ia merasa kasihan dengan perempuan itu. Kav hanya bisa mendoakan agar Gita bisa sembuh dari penyakit yang dideritanya. Dan segala ujian yang pastinya bisa dilalui oleh Gita.
Gita menggeliat kecil, mungkin ia kurang nyaman dengan posisi tidurnya. Perempuan itu terbangun lalu menegakkan badan saat melihat Kav berada di ruangan Rigel. "Kav," panggil Gita dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Kav tersenyum tipis. "Apa tadi Rigel bangun?" tanya Kav.
"Iya, dia senang banget ketemu aku." Gita memberitahukan, lalu ia tersenyum.
"Syukurlah." Kav merasa lega.
"Kav, aku mau kembali ke ruanganku." Gita berdiri, perempuan itu memegangi kepalanya yang terasa pusing.
"Kamu baik-baik aja, Ta?" tanya Kav.
Gita mengangguk pelan, ia tetap memaksakan langkahnya. Namun saat tiba di hadapan Kav tubuhnya hilang keseimbangan untung saja Kav sigap menahan kedua pundak Gita.
Kav menuntun Gita untuk duduk di kursi. "Aku panggil dokter, Ta," ujar Kav.
Gita menggeleng pelan, perempuan itu membekap mulut. Perutnya terasa bergejolak. "Aku pengen muntah," ujar Gita pelan.
Kav mengambil wadah di arahkan wadah itu ke arah Gita. Detik selanjutnya Gita memuntahkan isi perutnya. Kav memijat tengkuk Gita agar perempuan itu merasa lebih baik.
Gita menangis, ia menatap Kav dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kav," lirihnya.
"Kamu kuat." Kav memberikan semangat. Meski masa lalunya dengan Gita tidak baik, ia tidak harus membenci perempuan ini, karena semua sudah berlalu dan ia sudah memiliki Piyi di dalam hidupnya.
"Terima kasih." Gita memeluk erat tubuh Kav, meluapkan segala tangisnya di dada lelaki itu.
Kav mengangguk kecil, lelaki itu membalas pelukan Gita. Mengusap lembut punggung perempuan itu untuk memberikan ketenangan.
#####
Kisah di atas dikutip dari buku berjudul KHULASATU HIKMATI MAULIDIR RASUL. Yang disusun oleh Habib Hasyim Al-Habsyie.
To be countinued...
Jum'at , 22 november 2019
Karya aslamiah02
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top