The Moment

WARNING
BOYS LOVE
The work focused on boys/boys relationships.

==========

Blackbird singing in the dead of night

Take these broken wings and learn to fly

All your life

You were only waiting for this moment to arise

***Blackbird, The Beatles***

"Gelap banget."

Tyaga menarik napas panjang. Berdeham.

Lantang mengeliat di atas selembar selimut yang mengalasi tubuhnya. "Gue pusing."

"Cuma segitu doang pusing," cemooh pemuda yang berbaring di sisinya.

Mereka tinggal berdua di tengah tanah lapang yang dikelilingi rimbun pepohonan. Api unggun di dekat mereka sudah hampir padam. Kawan-kawan yang lain sudah beringsut masuk tenda, bergelung di dalam kantung tidur masing-masing.

"Berapa banyak yang tinggal?" bisik Lantang, suaranya berat.

"Hanya kita."

"Kapan mereka pergi?"

"Dua, tiga minggu lagi."

Menahan rasa sakit di kepalanya, mencoba mengurangi mual yang mengaduk lambung, Lantang susah payah bangkit dan duduk. Tyaga mengangkat punggung dengan kekuatan lengannya, menggunakan siku untuk menahan berat tubuhnya sendiri. Tangannya yang lain mengelus punggung Lantang yang melengkung.

"Mau muntah?" tanyanya.

Lantang mengangguk.

"Tarik napas. Harusnya lo nggak sampai muntah, itu cuma sugesti aja," sarannya, kemudian mengikuti Lantang duduk. Disentuhnya tengkuk sahabatnya dan dipijatnya lembut. Lantang menggeliat, meminta Tyaga membiarkannya sendiri.

"Lo nggak akan ke mana-mana?" Lantang bertanya setelah meneguk ludah.

"Gue nggak ada rencana apa-apa. Nggak ada yang nyuruh gue kuliah, atau apa."

"Memangnya lo nggak punya rancangan masa depan lo sendiri?"

"Punya."

"Apa?"

"Menghabiskan masa muda sepuasnya." Tyaga tertawa kecil.

"Lo harus punya rencana."

"Lo juga nggak kemana-mana."

"Karena gue ingin istirahat sebentar. Gara-gara kebanyakan main-main, gue nggak keterima di universitas incaran gue. Gue nggak mau kuliah di sini. Gue pengin ngelihat tempat lain, ketemu orang-orang lain."

"Harusnya ... gue yang punya keinginan semacam itu. Lo punya semua yang lo butuhkan di sini."

"Gue nggak tahu. Gue ngerasa ... di sini ... gue nggak akan menemukan apa-apa, atau siapa-siapa. Tempat ini terlalu banyak tahu tentang gue, sedangkan gue ingin melihat hal lain dari diri gue yang mungkin gue sendiri belum tahu."

"Rumit." Tyaga berdecih.

"Tya ...," panggil Lantang setelah keduanya terdiam beberapa saat. Imbuhnya sesudah Tyaga merespons panggilannya, "Tempat ini kecil. Kita sudah bertemu hampir semua orang yang tinggal di sini, bahkan ... sebagian yang kita kenal pun pergi ke tempat lain. Kalau kita tinggal di sini ... gimana seandainya kita nggak bertemu siapapun lagi? Apa lo pernah berpikir ... betapa sepinya hidup jika kita nggak menemukan seseorang yang juga bahagia menemukan kita?"

"Gue nggak pernah mikir sejauh itu," ucap Tyaga tanpa memikirkan jawabannya.

Lantang mendengus kasar mendengar ucapan pemuda di sampingnya. "Udah gue duga."

"Yah ... kalau lo begitu takut nggak menemukan siapa-siapa ... gue aja yang nemenin lo, gimana?"

"Ngomong aja gampang, bentar juga lo pasti akan pacaran lagi, atau menikah-"

"Gue nggak ada rencana menikah."

Lantang membunyikan bibirnya menyerupai bunyi kentut.

Tyaga terbahak. "Nggak dalam waktu dekat," ralatnya.

"Nggak ada orang yang tertarik sama gue," keluh Lantang.

"Itu karena lo terlalu tertutup," nilai Tyaga. "Lo terlalu asyik dengan dunia lo sendiri. Lo bisa bersenang-senang sendiri. Malah gue nggak paham kenapa lo begitu khawatir nggak menemukan siapa-siapa kalau lo begitu pandai mengatasi kesendirian. Sedangkan gue selalu ngerasa punya banyak ruang sepi yang hanya bisa penuh oleh kehadiran seseorang. Lo, misalnya."

"Lo punya banyak temen, Tya, selama ini lo bisa dapat cewek dengan mudah."

"Tapi nggak ada yang istimewa."

"Suatu saat pasti ada."

"Lo juga suatu saat pasti ada."

"Gue nggak yakin."

"Kalau nggak ada, kan ada gue," kata Tyaga enteng. "Gue serius," imbuhnya saat ia lihat lawan bicaranya tersenyum miring meremehkan.

Lantang membuang napas kuat-kuat, mencoba mengusir gundah yang menggelayuti benak.

Sejenak memandangi kerlip kayu bakar yang hampir habis dimakan api, Lantang lantas membalas tatapan Tyaga. Saling diam seribu bahasa. Bola mata hitam kelam Tyaga, serta senyum samar yang membayangi wajahnya, seolah menyihir Lantang sebeku batu. Jantung keduanya berdebar makin kencang semakin dalam memandangi wajah satu sama lain.

"Kenapa lo ngelihatin gue gitu?" tanya Lantang, tak mampu menahan diri.

"Lo juga kenapa?" balas Tyaga hampir tak terdengar, bibirnya terbenam dalam lengannya yang terlipat. Pipinya tersipu, namun target tatapan yang tak beralih seinchi pun dari Lantang membuat kawannya tanpa sadar menggigit bibirnya sendiri.

Detik berikutnya, jemari Tyaga mengusap lembut pipi Lantang yang bibirnya ia tanam dalam ciumannya.

Itu terjadi pada satu malam di mana salah satu kawan Tyaga dan Lantang berulang tahun ke-18. Tanpa mereka sadari, beratap langit hitam kelam, dalam pengaruh alkohol yang jumlahnya tak seberapa, serta hangat percik api unggun yang mulai padam keduanya menemukan hal lain dalam diri masing-masing yang tak pernah mereka sangka pernah ada.

Tentang LANTANG

Karakter utama

Lantang Hastungkara

Anak tunggal, pasif-agresif, questioning.

Tyaga Aharon

Kawan Lantang, agresif, eccedentesiast, lebih bisa menerima bahwa dirinya memiliki ketertarikan pada sesama jenis.

Luksa Benyamin

Kuncian Lantang dalam begitu banyak hal, dewasa, seniman lukis, straight, mungkin bisexual.

Playlist

Harry Styles Two Ghost, Kiwi, Sign of Times, Sweet Creature

Harry Styles (cover) Girl Crush

The Doors Touch Me

KOC Gold in the Air of Summer

Other TBA.

***

LANTANG adalah novel yang saya kembangkan dari salah satu cerpen gay theme dalam kumpulan cerpen boyslove karya Kincirmainan. Kumpulan cerpen tersebut, untungnya sudah saya tarik dari peredaran saking berantakannya. Tadinya, saya berniat memperbaiki untuk dipost ulang, tapi tak kunjung menemukan waktu dan mood yang tepat. Dalam kumpulan cerpen tersebut, juga terdapat cerpen berjudul If I Could, I Would yang kemudian melahirkan novel Senna.

Namun, seperti If I Could, I Would, ceritanya akan banyak berubah. Dari segi setting, nama tokoh, karakterisasi, dan lain-lain juga banyak saya ubah, tapi ide ceritanya muncul dari sana. Pembaca awal saya di wattpad mungkin ada yang ingat cerpen berjudul HAN TE TSU.

Bersama terbitnya LANTANG, saya menarik The Roommate dari daftar publish cerita. Alasannya tentu bisa diduga. Saya udah nulis cukup panjang, tapi stuck cukup lama dan memutuskan menunda melanjutkannya.

Saya lebih nyaman menulis cerita ini.

I hope you like it.

Untuk mendapatkan informasi tentang gay theme stories saya, silakan ke Facebook page Senna a Novel.

Enjoy my sweat and heartbeat.

kincirmainan

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top