Meninggalkan Senja
.
.
.
"Berusaha tegar untuk orang lain, tidak selamanya membuat kamu hebat."
Remaja lelaki itu berdiri di depan gedung sekolah barunya. Dia bahkan belum ada niatan untuk masuk walaupun beberapa murid perempuan berbisik-bisik tentangnya.
Dia bahkan hanya memandang gedung sekolah itu, tanpa berniat untuk masuk sedikit pun. Dia ingin kembali pulang dan bergelung dengan nyaman di bawah selimutnya. Tanpa harus bersusah-susah untuk mengikuti pelajaran pagi ini.
Dia begitu malas harus masuk ke sekolah barunya itu. Dia lelaki yang tampan dengan di anugrahi tinggi badan 175cm. Cukup tinggi bagi remaja seusianya. Dia baru saja pindah beberapa hari yang lalu, karena orangtuanya memilih kembali bekerja di tempat asal mereka.
Dia menoleh ke belakang, merencanakan bolosnya hari ini. Lalu kembali berbalik ke depan dan melihat makin banyak para murid perempuan yang bergosip. Dia menghela napas sejenak, lalu tanpa aba-aba dia berbalik badan segera.
"Aduh," ringisnya pelan.
Dia sadar, bahwa telah menabrak seseorang di depannya. Mengangkat wajahnya dan melihat seorang gadis yang membawa kruk, kaki dan tangan gadis itu di gips. Bahkan gadis itu kesulitan untuk berdiri, dan dia yang merasa bersalah. Dia berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah gadis di depannya dan langsung membantunya berdiri.
"Astaga Kak, kamu gak papa, 'kan?." Lelaki itu melihat ke arah lelaki di depannya. "Makasih ya udah bantuin kakakku. Aku Okta." mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
Menjabat tangan Okta. "Langit, kamu?" Memandang ke arah gadis di sampingnya.
"Senja. Makasih udah dibantu berdiri. Ta, aku duluan." Okta hanya mengangguk. Tapi dia mencegah Senja untuk masuk.
"Langit Senja, astaga cocok Kak namanya." Senja tidak menggubris, dia berlalu begitu saja tanpa memperdulikan Okta yang berkenalan lebih jauh dengan Langit.
Senja berjalan masuk ke gedung sekolah, meninggalkan Okta dan Langit di sana. Langit berpikir sejenak, dari pada dia meladeni Okta yang sksd begini, lebih baik dia masuk menyusul Senja.
Dia melihat Senja mulai kesusahan melangkah saat ada beberapa murid laki-laki menghadang dirinya di sana. Senja tetap tenang tanpa bertanya pada mereka. Langit diam menyaksikan interaksi Senja dengan segerombolan lelaki di depannya.
"Haiy Senja," sapa mereka. Senja hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Tidak ada yang tahu bagaimana perasaan Senja saat ini, dia takut jika berdekatan dengan murid lelaki yang menjadi pentolan geng itu. Hanya beberapa langkah saja dengan Senja. Dia menumpukan lengannya ke bahu temannya.
"Harusnya kamu terima tawaranku aja semalam, biar aku yang antar-jemput kamu, kamu nggak perlu repot-repot naik angkot," ucapnya penuh perhatian.
Senja bahkan hanya tersenyum tipis, dia tidak ingin menjadi pusat perhatian pagi ini.
"Nggak perlu repot-repot. Aku sama Okta kok. Aku duluan ke kelas," pamitnya.
"Aku antar." meraih tangan Senja. Senja melepaskan pelan tangannya.
"Nggak usah repot-repot Nji, aku bisa sendiri. Aku mau belajar di kelas. Makasih." Tak lupa dengan senyumannya.
"Gus, Ko, kawal Senja sampai kelas. Aku nggak mau dia sampai jatuh," titah Anji. Senja sudah menatap horor ke arah mereka.
Okta mendekat berbarengan dengan Langit. Okta merangkul bahu Senja, dan menatap ke empat lelaki di depannya.
"Tenang, ada Okta dan Langit di sini. Kak Senja aman," ucapnya jumawa.
"Kamu siapa? Kenapa bisa akrab sama Senja?" tanya Anji penuh selidik pada Langit.
Senja dan Okta saling pandang, mereka berdua tidak mau jika Langit akan kena bully dari geng Anji.
"Dia Langit, sahabat aku di sekolah yang lama." Senja berusaha tersenyum manis agar Anji percaya dan merelakan mereka lewat begitu saja.
Anji terhipnotis oleh senyuman manis Senja. Dia akhirnya membolehkan mereka lewat begitu saja. Senja dan Okta merasa lega.
Dia berbeda, menyelesaikan masalah dengan tenang dan tak lupa dengan senyumannya. Batin Langit.
💙💙💙
Kehidupan Langit sekarang, hanya terporos pada Senja. Entah sejak kapan, dia bisa seakrab itu dengan perempuan. Biasanya dia tidak pernah sekali pun dekat dengan perempuan seperti saat ini.
Dia berbeda. Senja berbeda dari perempuan yang lainnya. Dia bukan berniat bergerombol untuk bergosip ria.
"Nja, pulang sekolah ...." Belum sempat Langit mengutarakan ajakannya, Okta masuk di ikuti Anji di belakangnya.
"Kak, pulang sekarang. Kita ke rumah sakit." Okta sudah membereskan semua buku-buku Senja.
Okta memanggul ransel Senja, dan memegang skruk agar Senja mudah untuk memakainya.
Langit penasaran, dia ikut membantu Senja berjalan dan mengajak mereka masuk ke mobilnya. Okta hanya menjelaskan singkat kalau Mawar dalam keadaan kritis.
Langit tahu ini adalah keadaan darurat, jadi dia tidak perlu untuk bertanya pada mereka berdua.
Mereka menuju ruangan ICU yang banyak di kerumuni beberapa keluarga. Almira bahkan menangis sesenggukan saat melihat Mawar sudah di pindahkan dari ruang ICU menuju kamar jenazah.
Mawar meninggal dunia.
Almira berjalan cepat menuju Senja yang hanya duduk dan menangis dalam diam. Satu tamparan lolos mengenai pipi Senja.
"Lagi-lagi kamu." Dia menunjuk Senja setelah menampar pipinya. "Kamu pembawa sial. Pergi kamu dari sini! Dan jangan pernah dekati kami lagi. Dasar anak haram," teriaknya penuh frustasi.
Langit, dia memeluk Senja yang masih shock, Akibat amukan Almira. Senja menangis dan menggumamkan Mama.
"Mira, Senja bukan anak haram atau pun anak pembawa sial." Oki menunjuk Senja yang tengah di pelukan Langit. "Senja anak kandungnya mas Adam."
Mira bungkam, dia terkejut dengan fakta yang ada. Senja adalah anak kandung Adam. Lalu selama ini tidak ada yang berniat untuk memberitahukan Mira.
💙💙💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top