Anak Haram
.
.
.
Sabar adalah penentu setiap amarah.
"Almira!"
Suara tegas dari seorang Pria berusia 35 tahun itu telah membuat Almira mengalihkan pandangannya dari Senja yang terlihat ketakutan. Bahkan tubuh Senja sudah menggigil, saat Almira mendekatinya.
"Jaga ucapan kamu. Dia bukan anak haram Mir." Dengan nada tegas, lelaki itu menggenggam tangan Almira dan melepaskan cengkramannya dari kemeja Senja.
Senja masih terlihat shock dengan sebutan anak haram yang telah Almira sematkan padanya. Dia hanya diam, seolah telinganya tuli akan perdebatan yang dilakukan oleh Anjas dan Almira. Bahkan selama tiga tahun dirinya tinggal bersama Adam dan Mawar, Almira sangat tidak suka padanya. Dan dia memperlihatkannya secara terang-terangan. Bahkan tidak jarang dia melukai hati Senja dengan beragam umpatan atau sebagainya.
"Abang tau darimana kalau dia bukan anak haram?" Tunjuknya pada Senja.
Lelaki yang dia panggil abang itu menghela napas sejenak. Dia bahkan ingin sekali menjelaskan tentang Senja. Tapi ini bukan saatnya Almira tahu, ada saatnya nanti Almira akan tahu semuanya tentang Senja. Lelaki itu membelai rambut Almira, adik bungsunya penuh kasih sayang. Kehidupan yang broken home telah merubah sisi Almira yang manis, menjadi sosok wanita yang keras kepala dan jahat, bahkan hampir tidak punya hati. Anjas bahkan masih ingat bagaimana ayah kandungnya pergi meninggalkan rumah karena seorang perempuan yang datang ke rumah, dengan pengakuan gilanya. Perempuan itu mengatakan hamil anak ayahnya dan yang lebih gilanya lagi, perempuan itu adalah seketaris ayahnya.
Saat itu, dia berusia 17 tahun sama seperti Senja. Bahkan dia menguatkan hati ibu tercintanya, bahkan dia melupakan bagaimana perasaan adik bungsunya ini, hingga dia berubah menjadi sosok wanita yang seperti saat ini. Anjas merasa bersalah, dia tidak memperhatikan bagaimana perasaan Almira saat itu, yang dia pentingkan adalah Diah, ibunya. Dia bahkan takut, jika Diah akan nekat dan memilih jalan bunuh diri.
Anjas membelai rambut Almira sekali lagi. "Kamu pulang Mir, jaga ibu di rumah. Biar abang yang jagain kak Mawar," pinta Anjas dengan lembut.
Almira mengangguk setuju, lalu pandangannya beralih ke arah Senja yang hanya diam di sampingnya. Almira menunjuk Senja dengan jari telunjuknya yang memiliki kuku yang terawat.
"Suruh dia jauh-jauh dari kak Mawar. Anak haram pembawa sial!" Lengkap sudah makian yang diterima oleh Senja hari ini.
Dia hanya menunduk menyembunyikan segala kesedihan yang amat dalam. Dia bukan anak haram, dia bukan anak pembawa sial. Ingin sekali dia menjerit seperti itu di depan Almira. Tapi Senja tahu, ini hanya sia-sia. Almira tidak akan percaya jika dia menjelaskan secara detail. Hanya akan menghabiskan napasnya setengah dan sia-sia. Almira pergi dari hadapan mereka berdua. Anjas mengajak Senja untuk duduk di kursi depannya. Anjas tahu bagaimana perasaan Senja saat ini.
"Sudah, jangan kamu masukkan hati. Almira memang seperti itu." Senja memandang Anjas tidak mengerti. "Almira berubah sejak saat itu."
Anjas hanya mengatakan sejak saat itu beberapa kali, jika dia melihat Almira sudah pergi, setelah puas mengeluarkan kata-kata pedasnya untuk Senja. Senja tahu, ini pasti rahasia keluarga mereka. Dia bahkan tidak pernah se kepo itu untuk mengungkap Almira yang sesungguhnya. Dia tidak punya nyali, lebih tepatnya. Senja mengangguk paham, dia hanya tersenyum tipis dan menyemangati hatinya sendiri. Bahwa perkataan Almira tidak ada benarnya.
Senja punya bunda, sebelum dia dititipkan kepada mendiang ayahnya itu. Tapi sampai saat ini, bundanya menghilang bagai di telan bumi. Senja tidak mengetahui di mana bundanya pergi setelah menitipkan dirinya begitu saja. Senja ingin sekali berteriak saat ini, dia rindu sekali dengan bundanya. Dia bahkan masih ingat jelas bagaimana shocknya Mawar saat dia di perkenalkan ke Mawar, bahwa dia adalah anak kandung Adam. Mawar saat itu sama seperti Almira, dia bahkan menjauhi Senja selama beberapa bulan. Tapi setelahnya, Mawar bersikap penuh kasih sayang padanya, walau hanya sebentar, setelah itu dia kembali acuh padanya.
Anjas mengusap kepala Senja lembut,membuat kesadaran dirinya yang entah berkelana ke mana, kembali lagi. Terlalu banyak dia memikirkan di mana keberadaan ibu kandungnya.
Senja kangen Bunda. Lirihnya dalam hati.
"Kamu istirahat, kembali ke kamar kamu. Mbak Oki akan ke sini untuk merawat kamu." Senja mengangguk dan dia menyalami Anjas. Berbalik kembali ke kamar inapnya.
Tiba di kamar inapnya, dia melihat perempuan berumur 37 tahun itu sedang merapikan tempat tidurnya dan menata buah yang dia bawa.
"Tante Oki!" Senja berlari memeluk Oki, "Senja kangen tante."
Oki terkekeh dan mengusap kepala Senja penuh kasih Sayang. Dia menyuruh Senja untuk kembali ke brankar ini. Oki sama seperti Adam, mereka berdua penyayang. Bahkan Oki bisa murka sewaktu-waktu jika melihat keponakan tersayangnya itu terluka. Oki sangat menyayangi Senja, sama seperti dia menyanyangi Okta, anaknya sendiri. Perbedaan usia Senja dan Okta hanya setahun. Bahkan mereka bagaikan saudara kembar. Ke mana-mana harus bersama.
"Kamu darimana Kak?" Oki memang memanggilnya kakak sejak awal, agar Okta mengikuti panggilannya.
"Lihat mama, Tante." Oki berdecak sebal, dia sangat hafal betul bagaimana Almira menjaga ketat Mawar di ruangan ICU.
Bisa di pastikan, kalau Senja tidak akan bisa masuk ke sana. Belum lagi mulut pedas Almira yang akan Meluncur dengan manisnya tanpa diminta.
"Halo epery body bohay asoy geboy muzaer, Okta si tampan kombek nih!" teriaknya dari pintu.
Oki langsung menjewer manja anak semata wayangnya itu tanpa Ampun. Bahkan Senja sampai tertawa melihatnya.
"Mama tuh gitu Kak, cuma sayang sama papa aku aja. Aku jadi sangsi deh, apa Mama bukan Mama kandung aku? Apa aku anak yang tertukar?" Senja sudah terbahak-bahak mendengar Okta yang terlalu hyperbole, "Tolong Ma, kembalikan saya pada Mama kandung saya."
"Astaga Okta, perasaan Mama waktu hamil kamu dulu, gak ngidam jedotin kepala deh ke tembok, kok kamu geser otaknya?" Penjelasan Oki membuat Okta melebarkan matanya tak percaya.
"Ini anak Mama lho. Tuhan, tolong ampuni dosa Mama hamba, Tuhan." Lalu dia mengusap wajahnya lembut setelah berdoa.
"Okta Wisnu Hutama, kamu bener-bener buat Mama menambah keriput saja!" Senja benar-benar terhibur jika menyaksikan drama ibu dan anak ini.
"Eyang uti aja santai kok meski keriput, lha Mama kenapa ngegas sih? Terima aja umur Mama udah setengah abad, perbanyak istighfar Ma. Dosa Mama di ampuni Tuhan kok." Oki bahkan sudah kehabisan kata-kata sejak Okta mulai cerewet seperti bapak moyangnya.
"Kamu bener-bener kloningan papa kamu. Urus aja tuh anak kamu Mas!" Okan yang baru masuk langsung tahu jika anak mereka sudah berbuat ulah.
Okan memandang Okta tajam. Seperti mengatakan apa-yang-sudah-kamu-lakukan-ke istri-Papa.
"Apa sih? Aku diam aku kalem. Tanya aja Kakak kalau gak percaya. Aku tuh anak ganteng yang gak banyak tingkah dan kata," elaknya jika dia harus di hadapkan langsung dengan Okan, Papanya, yang lebih julid dari dirinya.
Senja bahkan sudah terbahak-bahak melihat wajah tak berdaya Okta saat dia mendapatkan tatapan tajam papanya. Sungguh menyenangkan jika dia sudah masuk ke keluarga ini. Keluarga penuh kasih Sayang yang selalu dia rindukan jika tinggal bersama Mawar dan Adam. Senja memeluk Oki yang yang berdiri bersidekap dada memandang Okta tajam.
"Senja sayang sama Tante, Om dan Okta."
💙💙💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top