6
Selamat menjalankan ibadah puasa bagi teman teman yang muslim. Semoga ibadah kalian lancar ya. Salam hangat dari medan untuk kalian...❤❤❤
🌷☘🌷☘🌷☘
Langit tiba di rumah saat hari sudah malam. Suwanto menyambut diteras seperti biasa.
"Sudah selesai semua Lang?" Tanya teman kecil Langit itu.
"Sudah To, kamu kok belum tidur?"
"Aku sengaja nunggu kamu. Mau nanya, pengiriman terakhir sebelum lebaran kapan? Aku mau minta ijin mudik. Supaya bisa pesan tiket"
"Nggak usah beli tiket. Aku sudah pesankan tiket buat kamu dan Hendra. H minus tiga"
"Makasih Lang, ijinku berapa hari?"
"Lima hari cukup nggak To? Aku khawatir panen nanti"
"Bolehlah, tapi tiket balikku kesini duluan ya. Istri sama anak anak belakangan. Si mbah mereka kangen sekali katanya"
Sang pemilik usaha hanya mengangguk setuju sambil memasuki rumah. Tanpa mandi, ia memasuki kamar ibu. Seorang perawat tengah mengganti kain sarungnya. Ibu sedikit meringis. Langit segera mendekat dan membantu memapah ibu. Agar kain sprei bisa diganti.
Ibu tersenyum, Langit mencium pipinya.
"Hafan.... ha....thang..." kapan datang
Langit meletakkan ibu baru kemudian menulis
"Baru"
Ibu kembali tersenyum. Langit senang, ibu mulai bisa berbicara meski tidak jelas. Ia merebahkan tubuhnya disamping ibu dan memeluk dari samping.
"Hamu... ffhau.... fhhhelluum... ffanddi" kamu bau belum mandi.
Langit tidak peduli. Ia menyurukkan kepalanya ke leher ibu. Ia suka aroma ibu. Sangat khas. Dan ia selalu merindukan ini diluar sana. Lama ia berada di kamar ibu. Bahkan sempat tertidur. Lewat tengah malam barulah ia memasuki kamarnya sendiri.
***
Siang itu Langit sedang berada di kantor. Sebuah bangunan berlantai dua, tepatnya berada disamping rumah. Dari sana ia memantau beberapa lokasi kebun, sawah dan peternakan. Baik itu yang organik maupun non organik.
Ponselnya berdenting, tanda ada pesan masuk. Kembang sepatu? Ada apa? Menghilangkan rasa penasaran ia segera membuka pesan.
"Aku mau mengucapkan terima kasih ya, atas bantuan kakak kemarin. Anak anak sangat senang"
Langit menarik nafas dalam. Ia tidak mengharapkan ini. Baginya kalau sudah membantu berarti selesai. Tidak ada embel embel lain. Namun tak urung ia membalas
"Sama sama"
Sementara diujung sana Alea menghembus nafas kesal. Ini orang memang nggak ada manis manisnya. Padahal ia masih ingin melanjutkan percakapan. Membiarkan kolom tulisan WA tetap aktif, membuat Langit mengerenyitkan dahi.
"Kamu mau ngomong apa?"
Membaca itu Alea terkejut. Dan akhirnya menyadari, ada huruf yang menggantung tak selesai disana.
"Boleh nelfon kak?"
Langit menggelengkan kepala sambil tersenyum. Ia segera menghubungi Alea. Membuat gadis itu bertambah kaget.
"Kamu mau bicara apa?" Tanya Langit langsung.
Alea seperti tersedak.
"Maaf kak, kalau mengganggu."
"Kebetulan enggak."
"Gini kak, anak anak sedang ada mata pelajaran tentang tanaman. Apa boleh kami meminta kakak untuk mengajar? Sebagai guru tamu. Siapa tahu juga nanti anak anak ada yang tertarik menjadi petani."
"Apa saya layak mengajar mereka? Saya tidak punya background itu."
"Penilaian saya, kakak kan expert dibidang itu. Kami tidak punya alat peraga yang cukup untuk menjelaskan detail kepada anal anak mengenai tanaman organik. Karena keterbatasan dana operasional" ucap Alea jujur. Semenjak perusahaan papa hampir bangkrut. Mereka memang memiliki masalah, yakni keterbatasan dana.
"Bawa saja mereka kemari. Supaya lebih mudah."
Alea terkejut. Tawaran ini bener kan?
"Tapi apa nanti malah tidak merepotkan? Jumlah mereka banyak lho kak. Nanti malah mengganggu aktifitas disana."
"Tidak sama sekali. Disini banyak orang yang ahli dibidang itu. Bisa saja saya tidak sempat atau tiba tiba ada urusan mendadak."
"Bener kak?" Pekik Alea diseberang sana.
"Ya, tentukan harinya, saya akan minta supir untuk menjemput mereka. Benar kamu bilang, siapa tahu setelah ini ada yang tertarik menjadi petani."
Alea hampir berteriak. Namun akhirnya menahan diri. Ia tidak mau dicap sebagai gadis yang tak punya sopan santun.
"Terima kasih banyak kak."
Sampai disitu percakapan mereka. Langit tersenyum. Azalea, sampai bertemu besok! Yang Alea tidak tahu, bibir Bima selalu tersenyum saat mengingat namanya.
***
Siang itu Langit menerima kehadiran anak anak dari sekolah milik Alea. Semua tampak antusias dan tidak sabar. Melihat hamparan tanaman hijau yang terawat rapi. Langit menyambut mereka di depan pintu pagar menuju kebun.
"Selamat siang semua. Selamat datang di lahan pertanian ini. Kalian akan masuk kedalam. Silahkan antri dan tertib. Bapak minta, jangan memetik sembarangan. Karena kalian belum tahu mana tanaman yang sudah cukup umur untuk dipanen. Kecuali atas ijin pembimbing kalian.
Semoga kalian bisa belajar banyak nanti. Di dalam kalian akan ditemani oleh pak Suwanto dan Pak Hendra. Mereka akan menawab semua pertanyaan kalian.
Saya sendiri masih punya beberapa pekerjaan. Saya tinggal kalian disini, dan akhirnya selamat belajar dan bersenang senang" pamit Langit.
Anak anak berteriak kegirangan memasuki gerbang. Langit menatap mereka dengan sendu. Ia tidak pernah punya kehidupan seperti itu dulu. Hari harinya diisi dengan bekerja dan mengurus ibu. Mereka, meski kebanyakan adalah anak pemulung dan juga anak jalanan. Mereka bisa berbahagia sejenak.
Langit akhirnya mundur dan melangkah memasuki teras kantor. Dari jauh kembali ditatapnya anak anak yang berlarian dengan bebas. Beberapa kali terdengar teriakan Alea dan beberapa pendamping. Ia menggeleng kepala dan akhirnya masuk kedalam.
Hari ini ia ada janji dengan pak Darma. Menyebut nama itu, hatinya terasa tenang. Seolah menemukan figur ayah padanya yang hilang selama bertahun tahun.
.
.
.
"Selamat siang pak, jauh ya tempat saya?" Sapa Langit sambil menyambut tamunya.
"Selamat siang Lang, letih itu terbayar dengan udara disini. Pantas kamu terlihat sehat. Oh iya kenalkan ini Gayatri istri saya"
Langit membalas uluran tangan sang ibu. Dan menyapa dengan ramah. Akhirnya mereka memasuki ruang kerja Langit dilantai dua. Pak Darma tampak kagum. Ruangan itu sangat bersih juga rapi.
Setelah duduk Darma menyerahkan aurat kontrak kerja yang sudah direvisi sesuai keinginan Langit. Kembali pria itu meneliti point point penting dalam kerjasama mereka.
"Selain kapal container apa ada kapal jenis lain pak?"
"Ada juga tugboat untuk menarik tongkang. Itu beroperasi di Kalimantan untuk mengangkut batubara"
"Yang itu tidak bermasalah?"
"Tidak, yang membuat saya colaps kemarin saat dua kapal container tenggelam dalam waktu yang berdekatan"
"Ada asuransi kan?"
Darma menarik nafas panjang.
"Kapalnya ya, tapi krunya tidak. Karena orang yang keluar masuk sangat banyak.
Dan orang kantor kewalahan dengan itu. Saya harus membayar uang duka yang cukup tinggi"
"Bagaimana dengan perawatan kapal?"
"Seperti biasa, setiap tahun ada kapal yang masuk dock. Untuk perbaikan. Hanya saja sparepart sangat mahal sekarang. Kita harus mengikuti dollar kan? Jadi akhir akhir ini, untuk yang mahal, kami mengandalkan dipasaran barang bekas"
Langit mengangguk. Masalahnya cukup pelik ternyata.
"Apakah pasokan minyak dari Pertamina cukup?"
"Untuk yang di Kalimantan saja yang bermasalah. Karena terlalu banyak mafia yang bermain. Semoga nanti nak Langit bisa melobi Pertamina. Supaya kita bisa mendapat kuota tambahan. Selama ini birokrasi mereka sangat sulit ditembus. Jadi kami mengandalkan dari pasar gelap"
Langit hanya diam, kemudian ia menandatangani surat kesepakatan kerjasama mereka sambil tersenyum. Meski tahu banyak uang yang harus digelontorkan.
"Saya ingin bertemu dengan para kapten dan juga chef engineer secepatnya. Kita akan evaluasi kebijakan bersama sama pak"
"Kenapa nak Langit tertarik pada bisnis ini?"
"Saya ingin merambah pasar Kalimantan. Prospek ke depan sangat bagus. Pertumbuhan ekonomi di daerah itu juga sedang pesat. Terlebih banyak bahan makanan kualitas tinggi yang masih mengandalkan pengiriman dari Jawa."
Darma menatap Langit dengan takjub. Intuisi pria muda di depannya ini cukup sangat tajam. Selama ini mereka tidak pernah berbicara sesantai ini. Karena Langit sangat sibuk. Laki laki tua itu tersenyum. Pertemuan mereka diakhir dengan makan siang bersama.
Saat hendak pulang, mata Darma menyipit, dikejauhan ia menangkap sosok Alea putri tunggalnya. Sedang berjalan kemari sambil.mengiringi anak anak. Langit mengikuti pandangan Darma.
"Itu seperti putri saya"
"Oh ya? Mereka dari sekolah gratis yang sedang belajar" jawab Langit.
"Iya, kemarin eya bicara dengan saya. Akan bawa anak anak ke lahan pertanian. Tapi saya tidak tahu kalau kami ketempat yang sama" kali ini istri Darma yang berbicara.
"Bapak yang punya sekolah itu?" Tanya Langit.
"Sebenarnya itu proyek istri saya. Karena dia mantan guru dan sangat mencintai anak anak. Sayangnya kami hanya dianugerahi seorang putri. Saat dulu pekerjaan saya sedang bagus bagusnya. Istri saya berkeinginan membuka sekolah gratis bagi anak anak kurang mampu. Tanpa harus mengurus surat surat seperti sekolah formal. Kebanyakan anak anak itu kan tidak punya surat surat kependudukan. Jadi semua diurus sambil jalan. Bukan saat pendaftaran.
Setelah lulus SMU, Alea juga mulai terjun kesana. Sambil kuliah, ia juga mengajar. Sepertinya dunia pendidikan menarik minatnya"
Langit hanya mengangguk. Ia ikut menatap Alea dari kejauhan. Ia akan semakin mendekati pak Darma setelah ini. Mencapai tujuan itu tidak harus menyulitkan hidup. Malah ada tantangan didalamnya. Semua hanya untuk satu pencapaian. Kehancuran David!
***
Alea memasuki rumah dengan tubuh lelah. Didapatinya mama sedang memasak di dapur. Ia segera memeluk perempuan setengah baya itu dari belakang.
"Mama masak apa?"
"Tumis sayur sama ikan panggang aja, tadi kebetulan dibawain pak Langit, sayur organik sama fillet ikan dori ya"
"Ini, aku juga bawa. Dia kasih oleh oleh untuk setiap anak. Dikasih makan siang sama souvenit juga"
"Kayaknya mereka lagi promo besar besaran ya kak, karena mau bangun Agrowisata itu"
"Kayaknya sih ma. Tapi aku suka konsepnya. Dan anak anak tadi senang sekali"
"Oh iya, kamu sudah urus ke dinas berkas anak anak ujian paket A kak?"
"Ini lagi diurus ma. Aku juga mau masukin proposal ke tempat kak Langit"
"Nggak usah ya, itu perusahaannya Langit yang kasih tambahan modal ke papa kamu. Jadi mudah mudahan sekolah bisa jalan terus"
"Oh ya? Kok papa nggak kasih tahu aku?"
"Kamu kan jarang ke kantor. Lagian sering nggak mau tahu urusan kantor malah."
"Sorry ma, aku kan sibuk kuliah sama di sekolah"
"Ya sudah, kamu mandi gih, supaya kita makan"
"Papa dimana?"
"Di kamar sedang istirahat"
"Ya udah, aku mandi dulu ya ma"
Mamanya hanya tersenyum.
***
Langit mengetuk ngetukan jemarinya dimeja. Langkah awal sudah dimulai. Tidak ada kebetulan yang sia sia dalam hidup. Pertemuan di bank dengan pak Darma membuatnya semakin dekat menuju Alea. Ia tersenyum lebar.
Tidak akan ada yang tahu, ia sudah mempelajari semua dengan cermat. Agar kelak tidak salah langkah. Ia pun tidak akan memprovokasi pihak Dimas dengan mendekati Alea terang terangan. Biarlah semua menjadi kejutan bagi mereka. Langit tersenyum. Takkan lama lagi.
***
Hapoy reading
Maaf untuk typo
07.05.19
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top