2 SR
Jujur Langit Biru adalah suatu cerita tersulit untuk saya. Membuat obrolan ibu dan langit yang hanya boleh dilakukan dengan kalimat pendek. Juga saya belum bisa menulis dari banyak sisi.
Tapi saya tertantang untuk keluar dari zona nyaman. Semoga kalian suka...
☘🌷☘🌷☘🌷
Hari hari baru bagi Langit telah tiba. Senang karena sekarang punya penghasilan lebih. Ia begitu bersemangat dalam bekerja. Sehingga paklik Diran sangat bangga padanya. Lagipula ia selalu terlihat ramah pada siapapun. Dan berusaha memenuhi pesanan pelanggan.
Sayang Langit tidak lagi sanggup untuk berkonsentrasi di sekolah. Meski tetap berusaha hadir setiap hari agar bisa lulus. Kadang ia ketiduran di kelas, kadang juga lupa mengerjakan pekerjaan rumah. Tubuhnya yang letih membuat matanya seringkali mengantuk saat dikelas. Ini mengundang pertanyaan dari banyak guru.
Maka siang itu ia dipanggil menghadap wali kelas. Dengan wajah tertunduk Langit menjawab semua pertanyaan. Sementara bu Darwati menatapnya dengan penuh rasa sayang.
"Ayo Langit, cerita ke ibu. Sebulan selama kamu kelas tiga ini. Hampir semua guru melaporkan, kamu sering tertidur di kelas saat pelajaran berlangsung. Apa kamu tidak sayang lagi dengan sekolahmu?"
"Maaf, kadang saya memang ngantuk bu." jawabnya jujur menahan malu.
"Kenapa? Ayo tatap ibu jangan menunduk seperti itu."
Langit menatap wajah ibu gurunya. Wajah itu sangat teduh. Membuatnya merasa menjadi tenang.
"Saya jualan sayur ke kota dari jam delapan malam sampai jam dua pagi bu. Siangnya saya masih harus mengumpulkan sayur dan buah dari petani untuk dibawa besok."
Bu Darwati terkejut.
"Untuk apa?"
"Modal kuliah bu. Ibu saya tidak akan sanggup membiayai saya. Supaya nanti tidak menganggur dulu, maka saya harus cari uang dari sekarang."
Bu Darwati tahu benar kondisi keluarga Langit. Itu sudah menjadi rahasia umum di sekolah mereka. Bahwa muridnya tersebut harus bekerja keras agar bisa sekolah. Kemudian perempuan paruh baya itu menatapnya penuh rasa kasihan.
"Tapi tidak baik kalau sekolah kamu terbengkalai. Kalau nanti kamu tidak lulus, percuma juga, kamu tidak akan bisa kuliah."
Langit terkejut, itu tidak pernah ada dalam pikirannya. Terlalu letih dalam menjalani hari. Membuatnya melupakan beberapa hal penting.
"Begini saja, apa tiap hari kamu bekerja?"
"Kecuali minggu bu. Banyak petani yang tidak ke kebun."
"Kalau begitu, setiap hari minggu pagi, ibu mewajibkanmu datang ke rumah ibu. Nanti ibu akan minta rangkuman pelajaran seminggu kepada gutu lain. Kamu belajar di rumah ibu. Kemudian kita bahas soal bersama."
Jawaban bu Darwati membuat mata Langit seketika bercahaya. Ia tersenyum lebar, dan mencium tangan bu Darwati. Sambil mengucapkan terima kasih berulang kali.
***
Bulan ke enam berjualan, Langit sudah mampu memiliki satu orang karyawan. Yakni Suwanto. Teman SMPnya yang putus sekolah. Suwanto bertugas mengambil sayur dan buah memakai sepeda motor. Langit sendiri mengambil ke ladang yang bisa dilalui mobil. Ia membayar Suwanto secara harian. Kebetulan temannya sudah menikah. Jadi merasa lumayan, karena punya tambahan penghasilan. Suwanto juga menggantikan tugas paklik Diran menemaninya ke kota.
Kadang ia juga menerima pesanan selain sayur dan buah. Sering ada pelanggan dikota yang memesan ayam kampung. Karena kebetulan dikampungnya banyak yang beternak ayam. Maka ia akan membawakannya. Juga beberapa kali ada permintaan sapi atau kambing. Apa saja, yang penting bagi Langit ia bisa mendapatkan uang halal.
Demikian juga sebaliknya. Banyak tetangganya di kampung yang menitip. Minta dibelikan sesuatu. Dan Langit akan menerima uang lelah dari situ.
Tidak selamanya ia beruntung, pernah juga merugi dan ditipu pelanggan. Namun Langit tetap bisa berdiri tegak. Berkat dorongan ibu. Kalau ia sudah lelah dan sedih, biasanya ibu akan menasehati. Bahwa hidup ini tidak selamanya musim hujan. Kadang juga kemarau. Jadi harus tetap dijalani. Yang penting tidak putus asa.
Sore itu kebetulan hari minggu. Sepulang dari rumah ibu Darwati langit melihat ibu sedang termenung dihalaman belakang. Disentuhnya bahu ibu perlahan.
Ibu kenapa? Tanya Langit dalam hati. Tak biasanya ibu termenung seperti ini. Ibu hanya menggeleng.
Langit segera duduk disisi ibu. Dan memeluk bahu itu dengan lembut. Diraihnya kembali telapak tangan ibu.
"Ibu mikir apa?"
Ibu tersenyum.
"Nggak terasa kamu sudah besar. Sepertinya baru kemarin ibu melahirkan kamu. Sekarang kamu malah sudah mau lulus SMA. Sudah berapa lama kita hidup seperti ini?"
"Jangan menghitung waktu bu."
"Waktu memang tak harus dihitung. Ia akan berlalu tanpa kita sadari. Ibu cuma kasihan sama kamu. Ayahmu pasti hidup berkecukupan. Tapi kamu? Harus seperti ini."
"Yang penting berkah bu, Langit nggak apa apa kok. Nggak usah ingat ayah lagi."
Daripada melihat ibu menangis karena kesakitan setiap hari, akibat pukulan ayah. Lebih baik seperti ini.
"Memang berkah, tapi kamu punya hak atas apa yang dimiliki ayahmu. Sayangnya ibu tidak bisa memperjuangkannya. Kamu masih muda, tidak seharusnya kamu bekerja keras terlalu keras seperti ini."
"Sudahlah bu, kita juga kan nggak kekurangan makan sekarang?"
"Kamu baik sekali Lang. Semoga nanti hidupmu bahagia. Ibu akan terus doakan kamu. Maafkan ibu" terlihat ibu kembali menangis.
"Tidak apa apa. Yang penting ibu sehat. Terima kasih atas doanya." jawab Langit.
***
Langit baru saja keluar dari kamar mandi. Saat mencium aroma masakan ibu. Ia tersenyum, hari ini ibu memasak sayur lodeh, tak lupa juga sambal dan ikan asin kesukaannya. Masakan ibu paling enak diantara makanan yang pernah dimakan.
Meski ibu sudah buta, tapi tetap mahir di dapur. Ia bisa memasak hanya dengan menggunakan perasaannya. Bahkan ibu tahu ketepatan bumbunya. Ia bangga pada ibu. Dalam kekurangannya perempuan yang telah melahirkannya iti tak pernah mengeluh.
Terbayang dulu saat ibu masih muda dan cantik. Ia juga sering berada di dapur. Bersama eyang dari pihak ayah. Sayang semua kebahagiaan berakhir semenjak eyang meninggal. Ayah berubah jadi kasar. Entah kenapa. Pernah terdengar karena ayah tidak mencintai ibu. Mereka dipaksa menikah padahal saat itu ayah sudah punya kekasih.
Ayahnya marah pada ibu, karena merasa bahwa ibu adalah sumber dari semua kesalahan. Saat eyang masih hidup, ayah tak mampu melawan. Namun setelah eyang tidak adalagi, sang ayah mulai menunjukkan kekuasaannya.
Apalagi setelah perempuan bernama Amara itu semakin dekat dengan ayah. Ibu selalu salah dimatanya. Dan akhirnya ayah mulai sering memukuli ibu. Membenturkan tubuh dan kepala ibu kedinding. Ibu hanya diam tak bicara. Dan yang membuatnya sangat menyesal adalah, saat itu tak mampu menolong ibu.
Sampai sekarang Langit masih teringat tatapan mata perempuan itu. Yang selalu memandang sinis padanya. Dan lirikan yang terlihat melecehkan ibu. Seakan tatapannya berkata, aku lebih berkuasa daripada kalian. Apalagi setelah simlanan ayahnya itu membawa Dimas ke rumah. Seolah olah mereka adalah pemilik sah rumah. Sementara Langit dan ibunya hanyalah parasit yang menempel dalam kehidupan ayahnya.
Kembali Langit menggelengkan kepala. Berusaha melupakan bayangan buruk itu. Sudah bertahun lalu, namun tetap tak mampu menjauh. Ia masih menyimpan marah pada ayah dan perempuan itu. Bukan... bukan karena kemiskinan yang mereka derita. Tapi karena kedua orang itu sudah membuat ibunya buta dan tuli. Suatu saat ia akan membalaskan dendam ini.
Kelak keluarga mereka akan merasakan sakit yang sama. Demi ibu, ia bersumpah. Ada saatnya mereka akan bertelut dibawah kakinya. Dan pada saat itu nanti, airmata ibu selama ini akan terhapus.
Mereka tidak tahu bagaimana rasanya tumbuh dibawah pengasuhan ibu yang buta dan tuli. Bagaimana ia menangis setiap malam saat tahu bahwa ibu benar benar tidak bisa mendengar dan melihat. Bagaimana rasa sakit saat pergi ke seorang dokter spesialis dan bertanya berapa biaya setiap periksa. Jumlah yang sangat mahal dan cukup untuk biaya hidup selama sebulan. Sementara ayahnya dan perempuan itu hidup bergelimangan harta.
Tak lama lagi ia akan lulus SMA. Setelah kuliah, akan lebih bebas mencari uang. Karena kata orang kuliah itu tidak seperti sekolah. Waktunya lebih sedikit. Ia akan tetap bisa berjualan. Saat ini disela waktu ke kebun, Langit mulai membuka buka buku pelajaran. Termasuk melatih soal soal ujian. Hanya saja ia tidak akan mengambil ujian untuk masuk ke universitas negeri. Karena letaknya sangat jauh, dan merasa tidak punya waktu lagi untuk berjualan. Sementara itulah satubsatunya sumber penghasilannya. Pemuda itu memutuskan akan kuliah di kabupaten saja. Universitas swasta tidak apa apa. Yang penting bisa jadi sarjana.
Kelak, ia akan memajang foto wisuda bersama ibu yang bediri disampingnya. Meski tak lagi bisa melihat ia tahu kalau ibu akan sangat bangga. Bahwa Langit, anak tunggalnya mampu setara dengan anak ayah yang lain.
***
Nama perempuan itu adalah Sitha, ibu dari Langit. Ia sangat bangga pada putranya. Yang telah tumbuh menjadi laki laki pekerja keras. Sebenarnya hal itu menurun dari keluarga David mantan suaminya. Laki laki yang sangat dicintainya sekaligus yang telah menghancurkan hidupnya. Laki laki yang sudah membuatnya menjadi buta serta tuli.
Beruntung, putra tunggalnya bisa memahami kekurangan sang ibu. Anaknya itu tidak pernah mengeluh, bahkan disaat ia putra kebanggaannya lelah. Sering ia meraba wajahnya saat tidur. Dari nafasnya Sitha tahu, pemuda itu terlelap karena terlalu lelah bekerja. Tak seharusnya ia seperti itu diusia yang masih sangat muda.
Sitha juga tahu, nafasnya selalu memburu saat mendengar nama ayahnya disebut. Itu yang sangat ditakutkannya, meski kadang tidak mampu menahan kata kata. Langit sangat membenci ayahnya. Mungkin karena ia melihat sendiri bagaimana dulu ia diperlakukan.
Hanya ada barisan doanyang terucap dari bibir Sitha seriap hari. Ya Tuhan, jangan biarkan putraku hidup dalam kebencian yang sama denganku. Ia sangat takut kalau kelak sang putra tidak mampu menguasai diri. Dan membalas dendam pada ayahnya. Itu akan sangat menyakitkan baginya. Karena putranya pasti akan terluka.
Ia tidak ingin ananya menderita seperti. Membenci seorang yang sangat dicintai adalah hal yang sulit. Apalagi membenci karena cinta Langit padanya. Putranya bisa saja berbohong dengan mengatakan kalau ia baik baik saja. Tapi Sitha tahu dari nafas dan tubuhnya yang sedang memendam amarah yang besar.
Ya Tuhan, ia sangat takut. Jangan sampai kelak melihat semua yang dibangunnya hancur karena amarah. Semoga Tuhan masih mengijinkannya sebagai ibu untuk selalu mengingatkan putranya. Meski ia juga memiliki rasa sakit sendiri.
Dari dulu, Sitha tahu kalau David tidak pernah mencintainya. Iapun bertahan hanya karena kebaikan dari sang ibu mertua. Beruntung, kedua orang tuanya tidak sempat melihat penderitaan putrinya. Karena keduanya meninggal saat Sitha masih terlihat bahagia. Meski semua adalah fana. Kenyataannya hubungan dengan David sangat dingin.
Tidak ada yang tahu kalau mereka jarang tidur dikamar yang sama. Itu hanya dilakukan kalau kedua orang tua mereka menginap. Bahkan kehadiran Langit adalah sebuah berkat baginya. Itulah saat pertama dan terakhir kali David menyentuhnya. Selebihnya Sitha tahu, dimana sang suami menghabiskan malam malamnya.
Sitha juga tahu tentang Amara. Bagaimana perempuan itu sangat membencinya. Dan menyimpan dendam dalam dirinya. Karena menganggap ia sudah merebut David. Meski Perkawinan itu terjadi karena perjodohan antara orang tua. Amara tetap menjalankan misinya untuk mempertahankan David sang kekasih. Serta menyingkirkan Sitha dan Langit dari kehidupan mereka.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
Awal mei 2019.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top