10

Pagi itu, Alea baru selesai sarapan saat bel berbunyi. Segera ia membuka pintu depan. Dua orang pria dengan tampilan rapi sudah berada dihadapannya.

"Selamat pagi pak, ada yang bisa saya bantu?" Sapa gadis itu ramah.

"Selamat pagi, perkenalkan saya Ronald dan ini rekan saya Mathius. Kami adalah kuasa hukum dari bapak Langit Dirgantara. Bisa kami bertemu dengan Bapak Darma Suryaatmaja?"

"Silahkan masuk dulu pak" jawab Alea dengan suara bergetar.

Setelah mempersilahkan tamunya duduk. Ia segera mencari keberadaan papanya. Selama pembicaraan mereka berlangsung, Alea tidak berani mendekat. Ia takut melihat wajah terluka sang ayah. Akhirnya Alea memutuskan untuk masuk ke kamar.

Sesampai disana diraihnya ponsel yang ada di atas nakas. Terburu buru dicarinya nomor milik Langit dan segera menghubungi. Tiga kali tidak diangkat, Alea  merasa putus asa. Ia melempar ponsel keatas tempat tidur. Bingung harus berbuat apa.

Tak lama terdengar pintu depan ditutup. Ia segera berlari turun. Dilihatnya papa duduk tertunduk di kursi. Sementara mama berjalan kearah dapur sambil membawa nampan berisi dua buah cangkir. Alea segera duduk disamping papa dan memeluk bahunya. Papa menoleh kearahnya sambil tersenyum sedih.

"Kita kehilangan semua, karena kesalahan papa. Maafkan papa ya Lea"

Alea tidak menjawab. Ia hanya memeluk papa.

Tidak pa, kita tidak akan kehilangan apapun. Alea akan berusaha menemui Langit. agar papa bisa tersenyum kembali. Alea nggak akan peduli  apapun bayaran yang dia minta.

Lama mereka duduk diruang tamu, sampai kemudian mama datang. Wajah perempuan paruh baya itu terlihat lusuh. Matanya sembab pertanda habis menangis.

"Lea, Langit meminta semua dilakukan dengan proses yang cepat. Kita harus pindah dari rumah ini. Mau temani mama nyari rumah yang lebih kecil?"

***

Alea pov

Aku memasuki kamar setelah menyetujui permintaan mama. Kututup kedua mata mencoba membayangkan apa yang akan terjadi. Papa akan menganggur, mama akan terluka karena tidak ada yang tersisa. Sedari kecil mama tidak terbiasa hidup susah. Selain dari papa, mama juga rutin mendapat penghasilan bulanan dari perkebunan sawit warisan keluarganya. Sayang, ternyata selama ini om Pri mengirimi keuntungan sawit dari hasil merampok Darma Lautan. Sekarang saat perusahaan papa bangkrut, om Pri kabur entah kemana.

Anak anak di sekolah juga pasti terlantar. Ada seratusan murid yang duduk di kelas satu sampai enam. Kami tidak akan membuka kelas baru. Lalu bagaimana nanti dengan pendidikan mereka? Sanggupkan aku kehilangan keceriaan mereka? Sementara biaya operasional sekolah cukup tinggi. Darimana uang untuk membiayai semua? Sementara untuk makanpun kami sudah pas pasan.

Semua melibatkan orang orang yang sangat kucintai. Kembali kuraih ponsel diatas tempat tidur. Mencoba menghubungi Langit. Sayang tetap tidak diangkat. Kupejamkan mata, aku tahu dibawah sana papa pasti sangat bingung. Aku harus melakukan sesuatu agar keluarga kami tidak bertambah hancur.

Kuraih kunci mobil, dan memutuskan berangkat sekarang juga ke Sukabumi. Aku pamit ke sekolah pada papa dan mama. Cepat cepat aku keluar dari kamar mereka, karena tidak enak sudah berbohong. Ini bukan perjalanan yang nyaman. Harus menyetir disaat suasana hatiku tidak bisa berkompromi dengan pikiranku.

***

Langit pov

Kutatap ponselku, berulang kali kembang sepatu menghubungi. Kubiarkan, palingan Ronald dan Mathius sudah sampai di rumah mereka. Aku memang sengaja, untuk memancing agar Alea menemuiku. Ia akan merasa tertekan. Aku mengenal tipikal perempuan seperti dia.

Aku yakin, tak lama lagi ia akan muncul disini. Ikan itu akan datang dengan sendiri kalau pancinganmu bagus. Kuraih beberapa laporan yang ada diatas meja. Menunggu kedatangan Alea. Kubaca dan kupelajari semua dengan teliti.

Sekitar jam satu siang, sekretarisku mengetuk pintu.

"Pak, ada tamu bernama Alea datang"

"Suruh masuk" jawabku.

Benarkan, buruanku sudah datang.

Alea memasuki ruangan dengan wajah pucat. Pasti banyak yang tengah ia pikirkan.

"Silahkan duduk" ucapku sambil menjaga intonasi suara. Meski dalam hati aku ingin tertawa.

Kembang sepatuku duduk perlahan. Aku tahu apa maksud kedatangannya.

***

"Kak.."

Langit tampak menikmati kegugupan Alea.

"Ada apa?"

"Tadi pagi pengacara kakak datang"

"Lalu?"

"Bisakah...."

Langit tetap diam menunggu kelanjutan kalimat Alea.

"Bisakah itu ditunda atau diakhiri saja?"

"Maksud kamu? Saya harus melupakan uang puluhan milyar yang tertanam di Darma Lautan?"

Alea menggeleng

"Bukan kak, bagaimana kalau kakak kembali saja pada kesepakatan semula. Kakak tetap di Darma Lautan. Dan papa tetap pada posisinya"

"Azalea Putri SuryaAtmaja, kamu lulusan fakultas apa?"

"Keguruan kak"

"Wajar, kamu tidak tahu sudah sejauh mana konflik ini. Saya jelaskan ke kamu, bahwa perjanjian saya dan papa kamu itu atas dasar hukum. Ada pasal pasal yang harus kami patuhi. Dan sama sama sudah kami setujui. Makanya kami tanda tangani.

Lalu dikemudian hari, papa kamu meminta pembatalan. Sementara saya tidak tahu salah saya dimana. Karena semua sudah berjalan baik. Uang saya juga sudah digunakan untuk membenahi semua sistem diperusahaan. Kalau kamu jadi saya, apa kamu akan mundur begitu saja? Apa kamu tidak meminta uang kamu kembali? Jangan lupa, papa kamu yang menawarkan penggantian uang saya. Lalu sekarang saya menuntut janjinya.

Kalau ternyata aset kalian tidak bisa menutupi semuanya, apakah itu menjadi kesalahan saya?"

Alea terdiam, ia tidak punya jawaban atas pertanyaan Langit.

"Apa yang harus saya lakukan kak? Saya tidak mungkin membiarkan papa terpuruk dan mama harus hidup susah. Kasihan karyawan juga, mereka sudah mulai khawatir"

"Atau kamu yang sebenarnya takut susah Alea?"

Alea menatap Langit tak berkedip. Kembang sepatu ini memang sangat menggemaskan.

"Aku tidak tega pada orang tuaku kak. Sementara aku tidak bisa menolong mereka"

"Kamu bisa menolong mereka"

"Dengan cara?"

"Menjadi istri saya! Dengan begitu papa kamu bebas dari tuntutan. Darma Lautan juga akan tetap jalan. Dan ia tetap memiliki posisinya. Anak anak kamu disekolah juga tetap bisa belajar. Karyawan kalian juga bisa bekerja dengan tenang"

Alea ternganga, Langit tahu persis apa yang ada dikepalanya.

"Kakak serius?"

"Ya, papa kamu kemarin  menuntut saya untuk mundur. Maka sekarang saya yang menuntut jaminan agar hal ini tidak terjadi lagi. Bisa saja suatu saat nanti Darma Lautan mencapai titik puncak dan saya kembali didepak. Saya butuh ikatan dengan perusahaan keluarga kalian. Hanya keledai bodoh yang terperosok dua kali dalam lubang yang sama Alea"

Alea terdiam

"Kakak pasti bercanda. Kita nggak mungkin menikah. Lea sudah punya pacar kak"

Langit menatap wajah polos itu. Ia heran, ternyata Jakarta tidak bisa mengubah kepribadian seorang Alea. Langit tertawa kecil.

"Sayangnya saya serius"

"Kakak mencintai saya?"

"Tidak"

"Lalu kenapa mau menikah?"

"Karena saya ingin punya istri"

"Pernikahan akan gagal kalau tidak dilandasi cinta kak"

"Ibu saya sangat mencintai ayah saya. Dan akhirnya mereka gagal juga. Lalu dimana salahnya?"

Alea terdiam kembali

"Tidak ada cinta abadi Alea. Yang ada hanya kepentingan yang abadi. Apa tujuan orang menikah. Menyatukan cinta? No! Cinta itu tidak menuntut untuk disatukan.  Cinta itu menerima. Lalu berapa lama orang akan bisa menerima? Seumur hidup? Berapa yang menikmatinya? Berapa yang berakhir benar benar bahagia? Toh banyak juga yang gagal"

"Tapi dalam pernikahan harus ada cinta kak. Karena tidak mungkin menyatukan perbedaan tanpa melibatkan cinta didalamnya"

"Apa yang kamu tahu tentang cinta?"

"Memberikan diri tanpa syarat. Kakak mengajukan syarat padaku kan?"

"Aku tidak mengajukan syarat Alea. Aku hanya memberikan penawaran. Jadi istriku lalu masalah kamu selesai. Kalau kamu menolak itu adalah hak kamu. Tidak ada pemaksaan dalam kesepakatan kita"

"Tapi menikah sekali untuk seumur hidup kak, bukan lahan percobaan"

"Saya tahu itu, dan kamu bisa pegang kata kata saya. Saya tidak butuh cinta, tapi saya akan berkomitmen. Karena perkawinan lebih membutuhkan komitmen. Cinta bisa hilang hanya dalam beberapa saat. Tapi orang yang berkomitmen akan terus bertahan"

"Apa tidak ada cara lain kak?"

"Sayangnya tidak"

"Beri waktu supaya aku berpikir"

"Dua puluh empat jam cukup? Aku tidak suka membuang waktu"

Alea terhenyak. Langit benar benar sudah menguncinya.


***


Alea kembali ke rumah saat malam tiba. Papanya tampak gelisah menunggu di depan pintu. Dan tampak lebih tenang saat Alea sudah memasuki rumah.

"Darimana saja Lea. Sudah malam baru pulang. Papa sama mama cemas nunggu kamu dari tadi"

Alea hanya tersenyum sambil memeluk papanya.

"Dari tempat kak Langit pa"

"Untuk apa?" Tanya papa gusar.

"Alea meminta dia menangguhkan eksekusi terhadap Darma Lautan"

"Alea, dia pasti tidak mau"

Alea hanya mengangguk.

"Alea hanya mencoba pa. Nggak ada keinginan lain. Selama belum sampai ke pengadilan nggak ada salahnya kan?"

"Langit terlalu berbahaya Lea"

Alea hanya menggelengkan kepalanya.

"Lea mandi dulu pa. Habis ini kita makan bareng ya"

Papa hanya mengangguk.

Alea memasuki kamarnya. Kemudian menghempaskan tubuh keatas ranjang. Papa benar, Langit tampak berbahaya. Ia merasa bahwa pria itu sebenarnya menyimpan rencana yang lebih besar daei sekarang. Tapi apa?

Alea memejamkan mata, ia tidak mungkin mengkhianati Dimas kekasihnya. Apalagi mereka sudah punya rencana untuk menikah. Apa nanti kata orang kalau tiba tiba ia menikah dengan Langit?

Tapi masalah yang didepan matanya membutuhkan pengambilan keputusan cepat. Sudah hampir akhir bulan, gaji karyawan juga harus dibayar. Bagaimana cara papa mencari uang untuk menutupi semuanya? Sementara untuk membayar Langit saja mereka jelas tidak mampu.

Apakah ini merupakan jalan terakhir? Alea menghembuskan nafas kasar. Ia sangat lelah. Rasa bersalah pada Dimas dan juga pada kedua orang tuanya membuat Alea dilema. Semoga besik pagi keputusan itu sudah ada.

***

Pagi itu Langit tengah menikmati kopinya di halaman belakang. Baru saja ia selesai jogging bersama Hendra dan Wanto. Ditemani setangkup roti gandum, Langit melahap koran pagi itu.

Ponsel yang sebenarnya menjadi pusat perhatiannya sejak tadi malam tiba tiba berbunyi. Dari Alea


"Pagi Alea"

"Pagi kak"

"Sudah bisa memutuskan?"

Tak ada suara diseberang sana.

"Kamu masih punya waktu beberapa jam. Saya akan menunggu"

"Bolehkah aku juga mengajukan persyaratan kak?"

"Apakah kamu memerlukan pengacara?"

"Maksud kakak?"

"Menyangkut harta dari pihak kamu?"

Alea terkejut, jujur ia tidak pernah berpikir dari segi harta. Ia hanya ingin menyelamatkan wajah keluarganya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nanti teman teman mama akan menatapnya. Bagaimana dengan harga diri papa diantara koleganya.

"Sebuah perjanjian, bahwa kakak tidak akan megambil hak orang tuaku di Darma Lautan. Tetap membiarkan papa menduduki jabatannya. Juga membantu keuangan sekolah.  Cuma itu yang aku inginkan"

"Tidak adakah untuk dirimu sendiri?"

"Tidak kak"

"Baiklah, saya setuju. Siang ini saya akan bertemu papamu di kantor pengacara. Kami hanya akan bicara berdua, saya janji"

***

Happy reading

Maaf untuk typo

14.05.19



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top