Sixth Landing
Siang ini, Ryu kembali menggeleng gemas menatap Reinya. Gadis itu dengan kaki yang masih terpincang pincang berjalan ke tengah lapangan. Bergabung dengan anak anak dan juga wanita pedalaman yang sedang asik bermain. Dengan begitu ceria, gadis itu tertawa. Dengan sangat luwes melenggak lenggokkan tubuhnya seirama tabuhan gendang.
" Ayo, ikuti gerakanku." Teriaknya keras kepada anak anak yang malu malu mengikuti gerakannya.
Tangan Reinya merentang lurus ke atas dan dengan gemulai gadis itu menggoyangkan pinggulnya.
" Nah, kau yang berkuncir. Kau sudah bisa meniruku." Teriaknya senang. Tawanya begitu lepas. Ryu yang sedang menatapinya, merasakan hatinya begitu nyaman mendengar tawa riang itu.
" Gadis nakal." Gumam Ryu sambil meraba dadanya.
Lalu gadis itu melangkah ke arah Ryu dengan langkah pelan lalu menarik tangannya.
" Kita ajak Komandan menari." Teriaknya sambil mengalungkan kedua tangannya di leher Ryu. Lelaki itu menatap tajam Reinya tapi gadis itu tidak peduli.
" Pegang pinggangku, Komandan." Perintahnya sambil menempatkan kedua tangan Ryu di pinggangnya. Lalu dia mengalungkan kembali tangannya di leher Ryu. Lalu mulai menggoyangkan pinggulnya.
" Bergerak, Komandan. Ayo ikuti langkahku. Jangan diam kaku seperti itu." Ucapnya sambil kini kakinya melangkah ke kiri dan ke kanan.
Seolah seperti orang bodoh Ryu mengikutinya. Membuat orang orang yang menonton mereka bersorak dengan ramai dan riang. Beberapa prajurit bertepuk tangan. Hanya dokter Deasy yang menatapnya dengan mata sinis penuh kekesalan.
Keringat mulai mengalir di tubuh Reinya. Rambutnya terlihat basah dengan kening berpeluh. Tanpa sadar Ryu menghapus peluh itu, lembut. Sangat lembut. Seakan lelaki itu tidak ingin menyakiti gadis yang terlihat begitu bahagia itu. Reinya mengulas senyum.
" Sudah cukup. Nanti kau kelelahan. Kakimu itu juga belum sembuh benar." Ucap Ryu sambil mengangkat tubuh Reinya. Gadis itu terpekik dengan tawa riangnya. Lalu seolah tanpa dosa melambai lambaikan tangannya.
" Sampai besok." Teriaknya riang. Ryu sampai meringis, karena Reinya berteriak di dekat telinganya. Sebelum kedua tangannya mengalungi lehernya.
" Suara kau lebih keras dari terompet pemberitahuan bahaya." Ucap Ryu dengan nada dingin. Reinya terkekeh.
" Kau lebih dingin dari eskimo." Celetuk Reinya yang membuat Ryu melotot menatapnya. Reinya kembali terkekeh. Ryu mendengus.
Lalu ketika Ryu menempatkan tubuh itu di atas tempat tidur, gadis itu tampak lekat menatap Ryu.
" Ada apa?" Tanya Ryu dengan wajah kakunya.
" Apa kau belum juga dapat menghubungi orang tuaku?" Tanya Reinya pelan. Ryu menatap Reinya yang kini tertunduk.
" Apa kau merindukan mereka?" Ryu balik bertanya. Reinya segera saja mengangguk.
" Aku sudah berkomunikasi dengan Ayahmu." Ucap Ryu tenang. Reinya menatap lelaki itu.
" Daddy. Lalu apa, kenapa Daddy tidak menjemputku. Tega sekali mereka. Daddy bisa kan memakai pesawatnya untuk menjemputku. Lagi pula, kenapa sih. Kau tidak pernah mau meminjamkan ponselmu itu?" Suara Reinya sudah macam rengekan saat ini, ada air mata juga yang menemani ucapannya itu. Ryu sedikit tidak tega.
" Bukan tidak mau tapi cuaca saat ini memang tidak menentu. Ayahmu tidak mau mengambil resiko." Jawab Ryu dengan nada tenang. Reinya menatapnya.
" Tapi kau bilang bisa lewat darat, bukannya biasanya ada yang suka keluar untuk membeli kebutuhan sehari hari?" Tanya Reinya lagi kali kali ini gadis itu memposisikan tubuhnya untuk merebah.
" Ya, minggu depan akan ada yang keluar untuk membeli kebutuhan sehari hari. Nanti aku akan sekalian meminta mereka untuk mengantar." Suara Ryu terdengar sedikit resah. Reinya menatapnya. Tangan gadis itu merentang.
" Peluk aku. Aku kangen dipeluk. Biasanya kalau Mommy, Grandma atau Daddy tidak memelukku. Ryker akan memelukku atau Memo. Jika sedang bepergian untuk pengambilan gambar. Memo yang dengan sangat baik hati memelukku."
Ucapan Reinya membuat Ryu menegang. Lelaki itu menggeleng . Tadi saja ketika Reinya mengajaknya menari, ada sesuatu yang begitu cepat muncul dibenaknya. Mengalirkan sebuah rasa yang sebelumnya belum pernah terasa. Ryu melirik gadis itu yang masih merentangkan tangannya dengan tatapan begitu memohon. Membuatnya menggerakkan kakinya dan memposisikan diri di sebelah gadis itu yang langsung memeluknya.
" Siapa Memo?" Tanya Ryu pelan dalam pelukan Reinya. Lelaki itu cepat merengkuh tubuh itu begitu wangi tubuh gadis itu mengguar. Ada rasa nyaman yang dirasakannya.
" Assistantku. Dia gay." Jawab Reinya sambil mulai menyusupkan kepala ke dada lelaki itu. Ryu tersenyum samar.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top