fifth Landing

Reinya menatap kosong ke depan, ke jajaran pepohonan tinggi menjulang. Kicauan burung merdu bersahutan, sedikit menenangkan hatinya yang sebenarnya resah. Sinar matahari yang mengintip disela pepohonan, terkadang menyilaukan matanya. Sekejap mata bening itu memicing, lalu suara tawa pelannya terdengar.

" Kenapa kau malah seenaknya duduk berayun ayun di situ, sementara aku dan beberapa orang prajurit sibuk mencarimu?"

Teriakan seorang lelaki yang Reinya hapal betul, menyentuh gendang pendengarannya. Gadis itu segera menundukkan wajahnya, menatap ke bawah sana. Lalu senyumnya terukir dengan mata yang mengerjap lucu.

" Kenapa kau mencariku, kangen ya?" Reinya malah balas bertanya yang membuat Ryu berdecak.

" Turun." Perintahnya tegas. Reinya tertawa pelan. Lalu menatap dengan mata menyipit.

" Aku dari tadi sedang berpikir, bagaimana turun dari pohon ini." Ucap Reinya tenang. Ryu terlihat kesal. Lelaki itu menggelengkan kepalanya.

" Kau bisa naik tapi tidak bisa turun." Gerutu Ryu. Reinya terkekeh.

" Lompat." Ucap Ryu tegas. Reinya segera menggeleng.

" Ayo, aku akan membantumu. Sini, ulurkan tangannya." Ucap Ryu sambil mengulurkan tangannya. Ragu ragu Reinya menyambut uluran tangan itu.

" Nah, ayo. Lompatlah." Ucap Ryu sambil memandang Reinya yang terlihat meringis.

Reinya menghentakkan tubuhnya untuk melompat turun. Tapi kakinya tidak menumpu sempurna. Sebelah kakinya tertekuk dibagian mata kaki. Tubuhnya limbung dan menubruk tubuh Ryu. Untungnya tubuh kekar itu mampu menahan tubuh Reinya. Dengan sigap Ryu memeluk tubuh itu.

" Aduuh.." Suara rengekan Reinya terdengar dan seolah menggelitik telinga Ryu. Lelaki itu cepat menatap gadis itu yang segera berjongkok dan memegangi mata kakinya.

Ryu segera berjongkok dan meneliti mata kaki Reinya yang memar.

" Sepertinya terkilir." Gumam Ryu. Reinya mengurut urut kakinya sambil meringis.

" Oh my gosh.." Teriak gadis itu begitu tubuhnya serasa melayang ke udara. Ryu menggendongnya. Gadis itu menatap heran wajah lelaki yang begitu dekat dihadapannya.

" Mengapa terlihat tampan jika berdekatan begini." Bisik hati Reinya yang menyenandungkan irama berdentum indah. Gadis itu dengan ringan segera saja kedua tangannya mengalung di leher Ryu.

Lalu kepalanya jadi menyender manja dengan mata yang memejam, begitu langkah lelaki itu mulai memasuki posko kesehatan. Ryu mengulum senyum melihat tingkah gadis nakal yang berada dalam gendongannya itu.

" Kenapa lagi?" Tanya dokter Deasy dengan nada sedikit ketus.

" Terkilir." Jawab Ryu singkat sambil menempatkan tubuh Reinya di atas ranjang periksa.

" Jangan pergi, ini pasti sakit." Suara manja Reinya dengan tangan yang mencengkeram lengan Ryu, membuat dokter Deasy segera saja mengalihkan tatapannya.

Ryu yang hendak beranjak, kembali berdiri di sisi Reinya. Gadis itu malah dengan manja memeluk pinggang Ryu yang membuat lelaki itu jadi merapat ke arahnya. Ada getaran yang hadir merayapi dada lelaki itu.

" Sudah, selesai. Jangan bergerak dulu untuk beberapa jam." Ucap dokter Deasy sambil menatap Reinya dengan wajah sinis. Reinya malah mengulas senyum.

" Berarti, gendong lagi." Ucap Reinya sambil menyusupkan kepalanya ke pinggang Ryu yang kini menatap gadis itu dengan tatapan penuh arti.

Lalu dengan gerakan yang sangat ringan Ryu menggendong Reinya. Gadis itu tertawa pelan sambil merangkul leher Ryu. Mengayun ayunkan kakinya santai sepanjang perjalanan menuju rumah.

" Diam. Jangan bergerak gerak." Ucap Ryu yang seakan tidak diperdulikan oleh Reinya. Gadis itu tetap saja mengayunkan kakinya. Lalu jemari lentiknya seenaknya menelusuri pipi Ryu yang ditumbuhi bulu bulu halus.

" Seperti Daddy, berbulu. Kalau Ryker, selalu saja mencukur habis. Sampai kelimis." Ucapnya santai dengan senyum.

" Siapa Ryker?" Tanya Ryu spontan. Reinya menatap wajah lelaki yang hanya berjarak beberapa centi saja dihadapannya.

" Abangku." Jawab Reinya singkat. Ryu tampak menatap Reinya, seolah mencari kebenaran.

" Dokter Ryker Gabriel Moretti." Ucap Reinya lagi. Ryu mengangguk samar.

Lalu begitu memasuki rumah, lelaki itu menempatkan gadis itu di atas tempat tidur dengan sangat hati hati. Reinya tidak sedikit pun melepaskan rangkulan di leher Ryu. Gadis itu malah mengulas senyum cantik yang membuat Ryu sedikit salah tingkah.

" Terima kasih."

Bukan ucapan singkat dan pelan Reinya yang membuat Ryu menegang. Tapi sebuah kecupan ringan yang mendarat di pipinya itu yang membuatnya seakan gila dengan debaran jantung yang berdentum keras. Ryu meraba pipinya sambil melangkah keluar dan Reinya, gadis itu hanya tertawa pelan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top