Fifteenth Landing

Maxwell menatap lekat Reinya yang tertunduk sambil memainkan ujung kaosnya. Mata gadis itu merebakkan air mata. Gadis itu mulai terisak pelan.

" Kau, ya Tuhan. Dear, Fanny. Cepat sedikit " Maxwell sedikit berteriak.

Fanny terlihat setengah berlari menghampiri mereka. Tangannya cepat mengusap lengan Maxwell yang terlihat marah.

" Tenang dulu, Daddy. Jangan marah begitu." Lembut Fanny berucap.

" Daddy, aku minta maaf." Lirih Reinya sambil terisak. Tangannya menyentuh lengan Maxwell.

" Aku yakin kau tidak salah, baby. Tapi Komandan brengsek itu yang memperdayamu." Rutuk Maxwell geram. Reinya menggeleng.

" Dia baik Daddy. Ryu baik. Aku yang nakal." Rengek Reinya manja sambil tangannya menggoyang goyangkan lengan Maxwell. Lelaki itu berdecak.

" Jangan membelanya." Ucap Maxwell sengit. Fanny terus mengusap lengan Suaminya. Reinya malah terisak lebih keras.

" Daddy, aku tidak membelanya. Aku yang menggodanya. Aku memeluknya setiap malam dan aku.."

Reinya menatap Maxwell takut takut. Lelaki itu lekat menatap putri tercinta yang manja dan nakal itu.

" Aku suka menciumnya." Reinya berkata polos.

" Reinya.." Geram Maxwell.

" Daddy, aku pikir itu tidak akan membuatnya bangun." Ucap Reinya yang membuat Maxwell dan Fanny saling menatap.

" Rei, apa yang bangun?" Tanya Fanny sambil menatap Reinya yang terisak.

" Hasratnya, Mommy. Ciumanku membangunkan hasratnya." Cetus Reinya santai.

" Ya Tuhan, Reinya. Sekarang, lebih baik Daddy bawa Ryu ke sini, segera." Ucap Fanny dengan nada sedikit tinggi.

" Iya, Dad. Sekarang, karena minggu depan dia akan tugas keluar kota. Siapa tahu nanti di kota itu, dia bertemu gadis cantik. Nanti dia tidak mau pulang." Ucap Reinya sambil cemberut.

" Aku akan menembak kepalanya kalau itu terjadi." Ucap Maxwell ketus.

" Jangan, Daddy. Kalau Daddy sampai menembaknya, kasihan nanti cucu Daddy tidak punya Ayah." Reinya mendelikkan matanya. Maxwell berdecak. Fanny hanya mengangguk.

" Baiklah, Daddy akan menjemput Ryu. Akan Daddy beri pelajaran sedikit." Ucap Maxwell sambil beranjak pergi.

" Daddy, jangan memukulnya. Aku tidak mau calon Suamiku babak belur di hari pernikahan nanti." Teriak Reinya yang membuat Maxwell menghentikan langkahnya lalu menghela napasnya. Reinya tersenyum samar.

" Yes.." Ucapnya sambil tertawa, tubuh cantik itu bergoyang goyang.

" Kenapa kau bergoyang goyang seperti itu?" Tanya Fanny yang membuat Reinya terjengat. Gadis itu lupa Mommy masih berdiri di sana dan menatapnya.

" Ehm, aku. Eh, senang akan menikah dengan Ryu. Komandan ganteng itu tapi dingin." Ucap Reinya sedikit tergagap dan dengan nada pelan.

" Dingin, lalu bagaimana bisa dia membuatmu ehm, .."

" Hamil, awalnya dingin tapi aku menggodanya." Potong Reinya cepat sambil terkekeh. Fanny terdiam menatapnya.

" Kau nakal, little girl." Desis Fanny. Reinya malah tertawa lalu berjalan menuju kamarnya.

Gadis itu merebahkan tubuhnya lalu berguling guling sambil tertawa. Lalu dia segera mengambil ponselnya dan melakukan panggilan Video.

" Memo, Neva..aku akan menikah." Ucapnya sedikit berteriak, ketika terpampang wajah Memo dan Neva di layar.

" Serius, dengan Komandan itu?" Tanya Memo tidak yakin.

" Tentu. Daddy akan menjemputnya." Jawab Reinya sambil mengangguk.

" Bagaimana bisa, Daddy mau saja menjemputnya?" Tanya Neva sambil melotot.

" Aku bilang, aku hamil." Ucap Reinya sambil tergelak. Memo dan Neva saling berpandangan.

" Ya Tuhan, Rei." Ucap mereka berbarengan. Reinya dengan tanpa dosa tertawa keras.

" Bagaimana jika Daddy marah dan memukul Ryu?" Tanya Neva khawatir.

" Tidak, aku sudah meminta Daddy untuk tidak memukulnya." Jawab Reinya sambil tersenyum. Neva dan Memo menggelengkan kepalanya.

" Apa kau sudah mengabari Ryu?" Tanya Neva lagi. Reinya menggeleng.

" Tidak, aku tidak akan mengabari Ryu. Biar jadi kejutan." Ucap Reinya tenang.

" Tapi bagaimana jika Daddy bicara pada Ryu, bahwa kau hamil. Lalu Ryu tidak mau ikut karena merasa tidak pernah melakukannya." Ucap Neva dengan tatapan cemas.

" Waduh, aku tidak berpikir sampai ke sana. Apa yang harus kulakukan?" Reinya terlihat panik. Memo dan Neva tergugu.

" Jawab, apa yang harus kulakukan?" Ulang Reinya sambil bangun dari tidurnya.

" Segera kau hubungi Ryu dan katakan terus terang." Ucap Memo yang segera diangguki Neva. Reinya berdecak.

" Okay, akan aku hubungi Ryu." Putus Reinya sedikit gusar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top