Eighth Landing

Ryu membawa langkahnya menuju rumah kecilnya. Dadanya terasa berdentum, membayangkan gadis nakal yang akan menyambutnya dengan tawa riangnya. Tapi wajah yang tadi menyungging senyum itu terlihat kesal.

" Kemana dia?" Lirihnya sambil kembali membawa langkahnya keluar rumah.

Mata lelaki itu menyapu lapangan rumput luas dihadapannya. Berharap sosok yang dicarinya ada di sana. Tapi lagi lagi dia harus kecewa. Lelaki itu tidak mendapati apa yang di cari.

" Coba kutanya dokter Deasy." Gumamnya sambil melangkah ke Posko kesehatan dan mendapati dokter yang selalu tersenyum ramah padanya itu menyambutnya.

" Komandan, kau mencariku?"  Tanya wanita itu dengan senyumnya.

" Ya. eh, tidak. Maksudku aku mencari Reinya." Ucap Ryu cepat. Bibir dokter Deasy yang tadi tersenyum menjadi mengkerut.

" Dia pergi ke hutan bersama Eric." Ketusnya. Ryu menatap tajam dokter Deasy seolah meyakinkan.

" Ya, sekitar sejam yang lalu. Kau tanya saja yang lain, jika kau tidak percaya."

Ryu segera saja melangkah pergi, meninggalkan dokter Deasy yang tersenyum masam. Matanya tajam menatap ke arah hutan dan langkah terlihat begitu tergesa.

" Itu dia." Ucapnya dengan mata berbinar dengan hanya mendengar gelak tawanya. Lelaki itu semakin mempercepat langkahnya.

Lalu langkahnya terhenti seketika, matanya yang menyorot tajam terlihat berkilat marah. Mata itu lalu merapat. Menahan rasa yang hadir menyusupi dadanya.

" Kenapa melihatnya berdekatan dengan lelaki lain, membuatku ingin marah." Keluhnya sambil menatap Reinya yang begitu ceria menerima buah yang diangsurkan oleh Eric.

Ryu mengusap pelan dadanya yang terasa nyeri. Lelaki berwajah kaku itu meringis. Menghela napasnya lalu menghembuskannya dengan kasar.

Lalu ketika langkahnya hendak berbalik, sebuah suara yang selalu membuatnya merindu itu menerpa pendengarannya.

" Ryu, kau telah kembali."

Lalu tubuh pemilik suara itu melesat menghampirinya. Menubrukkan tubuhnya. Dengan tangan yang melingkari lehernya dan kaki yang memeluk pinggangnya. Wajahnya tepat berada beberapa centi saja dihadapannya. Untungnya Ryu dapat menahan tubuhnya sehingga tidak tertungkal. Lelaki itu malah memeluk erat tubuh itu. Harum tubuh yang mengguar seakan menenangkan dan menghilangkan rasa lelah dan juga amarahnya.

" Aku bosan menunggumu, jadi aku meminta Eric untuk menemaniku." Ucap Reinya dengan nada ceria.

Ryu tersenyum samar melihat tingkah  manja gadis yang kini menempatkan kepalanya di ceruk leher Ryu. Lelaki itu kembali harus menahan diri. Semua itu terlihat jelas di wajahnya. Eric pun tersenyum menatapnya.

" Mampukah aku menahannya?" Batin Ryu sambil memejamkan matanya.

" Ayo kita pulang " Ucap Ryu pelan yang cepat diangguki oleh Reinya.

Seolah tanpa beban Ryu melangkah sambil memeluk tubuh yang dengan erat dipeluknya. Membuat beberapa pasang mata menatapnya dan juga menyungging senyuman di bibir mereka. Tapi tidak dengan dokter Deasy yang terlihat begitu sinis.

" Gadis itu memang perayu, aku heran kenapa Komandan begitu mudah sekali terpikat." Ucap dokter Deasy ketus.

" Gadis manja dan selalu bikin ulah." Gerutu dokter Deasy kesal.

Ryu segera melangkahkan kakinya memasuki rumah, masih dengan Reinya yang erat berada dalam gendongannya. Lalu ketika lelaki itu menempatkan tubuh gadis itu, diatas tempat tidur. Dengan tertawa lucu, gadis itu tidak melepaskan rangkulan. Jadinya Ryu ikut terbawa, tubuhnya menindih tubuh Reinya. Gadis itu langsung diam. Tawa cerianya seolah tertelan. Ryu sendiri, menatap lekat gadis yang kini berada di bawahnya itu.

Lalu entah siapa yang memulai, mereka saling mendekatkan diri. Dekat, sangat dekat. Seakan tidak ada lagi jarak diantara mereka. Saling menghimpitkan tubuh mereka dan bibir mereka pun saling menyatu. Ryu tanpa merasa ragu sedikit pun segera meraup bibir tipis itu. Merasakan sensasi yang belum pernah sekalipun dirasainya.

" Kau membuatku menggila, Rei. Kau dengar itu. Kau yang seakan selalu mengodaku." Lirih Ryu frustasi.

" Jangan pernah hentikan aku." Lanjutnya. Reinya tidak kuasa untuk menolaknya. Ryu seolah membuat dirinya diam dalam kepasrahan.

Dari awal bertemu, Ryu sudah berpikiran bahwa semua ini akan terjadi. Lelaki itu tidak akan mampu mengelak dari godaan akan rasa dan  hasratnya. Terlebih gadis itu seakan tidak bosan selalu saja bisa menggoda gairahnya.

" Kau tahu, Rei. Hanya kau yang bisa membuatku seperti ini." Lirih Ryu di telinga Reinya yang kini bersandar dipelukannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top