Prolog

"Paa, kapan kita akan sampai ke daratan?"

Pertanyaan yang muncul dari bibir gadis kecil itu menyentakkan lelaki paruh baya yang sedang melamun menatap layar monitor di hadapannya. Lelaki itu menoleh dan tersenyum menyambut sang gadis kecil.

"Kenapa, Leda kecilku? Kamu sudah bosan?" Lelaki itu, Por, adalah seorang kapten kapal yang mengarungi perairan di planet Nilakandi. Leda adalah sebutan untuk kapten kapal yang dinamai Astral tersebut.

Gadis kecil itu menggeleng, tetapi bibirnya cemberut. "Moni bilang, ia sungguh tak sabar ingin melihat daratan. Ia ingin menanam bunga-bunga dan lain-lain. Apa itu bunga, Paa?"

Por tercenung, mencoba memikirkan sesuatu yang bisa menjawab pertanyaan sang putri. Namun pada akhirnya ia menggeleng. "Entahlah, Sayang. Paa juga tidak tahu. Namun moni pernah bercerita bahwa bunga adalah sejenis tanaman yang tumbuh di daratan. Bentuk dan warnanya cantik-cantik. Hanya saja, Paa sulit menggambarkannya karena tidak pernah tahu."

"Memangnya moni pernah melihatnya?"

"Sepertinya itu ada di database lama tentang sejarah bumi. Namun kita tidak pernah mengaksesnya lagi demi mengirit bahan bakar kapal ini." Por mengusap kepala putri kecilnya yang serba ingin tahu dan cerdas itu. "Orang tua moni adalah manusia terakhir di bumi yang selamat dari kiamat."

"Memangnya apa menariknya bumi itu, Paa? Mengapa setiap orang di kapal ini begitu tergila-gila padanya?"

Por tersenyum. "Mungkin kalau tahun ini kita bisa mencapai daratan, kita akan tahu jawabannya. Apa kau sudah tak sabar?"

Gadis kecil itu mengangguk ragu.

"Mari kita ke atas dan berlatih kemampuan domki-mu."

Por mengeluarkan sebilah benda tajam yang berbentuk seperti bulan sabit, dengan gerigi pada sisinya yang melengkung ke luar. Gadis kecilnya mengenakan pakaian pelindung dan memegang senjata yang serupa. Di luar kapal, sinar bintang besar terang yang mereka sebut gaia membuat bilah senjata itu berkilauan.

Mereka saling beradu senjata, meskipun Por melakukannya dengan hati-hati agar tak melukai putrinya.

"Kamu semakin mahir tampaknya."

"Paa terlalu meremehkanku," balas gadis kecil itu yang menampilkan seringaian di wajahnya.

Kemudian terdengar suara yang cukup keras menyerupai lolongan. Por menoleh, lantas memasang sikap siaga. "Sayang, masuklah dan peringatkan Ron untuk memegang kendali."

Namun belum sempat gadis kecil itu berlari masuk, sebuah tentakel panjang berwarna biru gelap menangkapnya. Por terkesiap, kemudian menyabetkan domki untuk memotong benda tersebut. Gadis kecil itu terjatuh di atas dek dengan cairan biru yang membasahi wajah dan pakaiannya yang segera diselamatkan oleh ayahnya.

Ada beberapa awak kapal yang mendengar dan membantu leda mereka dengan senjata yang mereka punya dengan beraneka bentuk.

Ron, wakil leda pun datang. Namun serangan monster yang entah apa namanya itu kian mengganas, hingga tentakelnya menyabet beberapa awak yang bergelimpangan di dek.

Serangan demi serangan menghunjam kapal tersebut, menjadikan mata sang leda melirik gelisah ke setiap bagian yang rusak, juga anak buahnya yang kewalahan.

"Ron, bawa putriku masuk dan segera kemudikan kapal ini menjauh. Aku akan menghalau makhluk ini!"

"Baik, Leda!" Sang wakil menggendong gadis kecil itu dan segera masuk ke ruang kemudi lalu menyalakan mesinnya. Namun rupanya sang monster yang mengetahui niat mereka, segera menahan salah satu baling-baling kapal dengan tentakelnya. "Leda, salah satu kaki makhluk itu menahan baling-baling!" teriak Ron melalui microphone yang terhubung ke luar kapal.

"Pergilah, aku akan turun ke bawah dan memotong sulurnya!" Por memberikan perintah melalui benda kecil yang tersemat di kerah bajunya, yang suaranya bisa terdengar ke ruang kemudi. Lelaki itu segera terjun ke perairan tawar itu.

"Paaa!" pekik sang gadis kecil yang berlari keluar ruang kemudi dan menuju dek. "Paaa! Paaa!"

Por berhasil memotong tentakel yang membelit baling-baling, kemudian berenang ke permukaan air. Porsha melihat wajah ayahnya, berteriak kegirangan kemudian melemparkan pelampung ke arah ayahnya. "Ayo naik, Paa!" Sebagian awak kapal membantu gadis itu menarik pelampung yang menyeret sang leda.

"Yeah, kamu memang calon leda yang hebat, Sayang!"

Namun gadis kecil itu tak sempat mengucapkan balasan atas perkataan sang ayah. Karena itu adalah saat terakhir, Porsha, putri sang leda, melihat ayahnya dalam kondisi hidup.

*prolog*

Dictionary
Paa : ayah
Leda : kapten, pemimpin
Moni : nenek
Domki : pedang yang berbentuk bulan sabit berukuran besar.
Gaia : matahari

Hai, Keliners!

Akhirnya cerita ini launching juga ya. Aku sungguh deg-degan menuliskan kisah ini karena belum pernah menyentuh fiksi ilmiah. Kalau fantasi yang mirip ini pernah, judulnya Trapped, tapi tingkat kesulitannya tidak seperti cerita ini 😅😅

Untuk gambaran planet Nilakandi itu seperti apa, mungkin kalian bisa nonton Interstellar, di mana salah satu planet tempat mereka mendarat itu dipenuhi air. Mataharinya pun memancarkan sinar berwarna putih mirip dengan bumi.

Oh ya, akan ada banyak bahasa asing yang kugunakan di sini, semoga kalian tidak bingung dengan narasinya ya. Aku akan membuat kamusnya di bawah part, jadi kalian bisa memahami bahasa yang digunakan.

Oke, segitu dulu basa-basiku. Aku mau lanjut nulis lagi, soalnya deadlinenya mepet banget dan sudah ada tim yang  siap menerorku kalau aku belum update 🙈🙈

Love,
DhiAZ

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top