Episode 15 Tawa Sang Kapten

Lepas dari pengawasan Porsha, Talvar menghabiskan waktunya untuk mengajar. Penduduk Astral memang tipikal orang yang patuh pada peraturan, karena meski pun tatapan mereka kepada orang baru di kapal itu sungguh penuh rasa ingin tahu, mereka tak pernah mengganggu Talvar. Ada satu atau dua orang yang menghampiri lelaki itu, bertanya apakah Talvar mengizinkan mereka untuk bertanya tentang daratan suatu saat. Talvar mengiyakan karena setelah mengajar, ia sendiri tidak punya kegiatan lain.

Namun situasi di bawah, memang lebih ramai ketimbang di ruang kemudi. Di sana, orang-orang Astral tinggal di kamar-kamar yang tersusun rapi dan memiliki papan nama di pintunya. Satu keluarga menghuni satu kamar. Bentuknya memang seragam, tetapi hiasan yang ada di pintu terlihat berbeda satu sama lain. Untuk makan, penduduk Astral memiliki jam makan yang teratur. Mereka makan di suatu tempat seperti kantin atau kafetaria, yang menyediakan makanan tepat pada pukul sembilan, lima belas dan dua puluh satu. Ron, bertugas sebagai chef yang memasakkan makanan dan menyajikannya.

Talvar menyukai semua makanan aneh yang baru ia temui seumur hidupnya. Sang chef, suka sekali menjelaskan nama dan kandungan makanan yang sedang disajikan hari itu, bahkan sengaja memberikan sedikit porsi tambahan untuk Talvar.

Yang paling lelaki itu sukai adalah ikan panggang dengan bentuk yang berbeda-beda setiap harinya. Juga sup ganggang laut dengan potongan kerang yang segar. Talvar sangat menyukai rasanya.

Hari ini kata Orion, kapal sedang berhenti karena hari memancing. Raga dan timnya sudah menyiapkan jaring dan perlengkapan mereka sejak pagi. Talvar ingin sekali ikut, tetapi ia merasa malas kalau harus menemui Porsha lagi untuk meminta izin. Ia tak ingin melihat mata bulat yang menggemaskan itu karena hanya akan menyakiti hatinya.

Namun, sepertinya keberuntungan berada di pihaknya. Raga yang bersiap-siap ke atas, memanggil namanya. "Hei, Talvar, kamu ingin ikut kami memancing?"

"Memangnya boleh?" Wajah Talvar mulai terlihat antusias. Sejak ia menikmati makanan pertamanya di kapal ini, ia penasaran bagaimana cara mereka mendapatkannya.

Raga

"Heish, ikut saja. Kapten takkan keberatan. Jongha kan mengawalmu." Raga terkekeh. Talvar mengangguk dan mengikuti langkah Raga yang bersemangat. Jongha di belakangnya, berjalan dalam diam seperti biasa, meskipun saat sedang bosan, Talvar dan lelaki itu suka sekali bertukar lelucon.

"Kudengar radar leda menangkap adanya sarang kraken di bawah sana ya?" tanya Jongha ketika mereka sudah di atas dek dan bersiap memasang jaring.

"Bukan kraken, tapi cuma gurita kecil. Karena itu aku menyiapkan jaring khusus. Sudah lama kita tidak makan gurita segar, aku akan bekerja keras mendapatkannya dan mempersembahkannya untuk leda." Raga berkacak pinggang dan tersenyum bangga.

"Gurita? Apa itu? Dan kenapa harus dipersembahkan untuk leda?"

"Oh, kau tak tahu ya? Di sini, kraken itu menjadi hewan yang melambangkan kekuatan. Siapapun yang ingin menjadi kapten, harus bisa membunuh kraken. Dan gurita bentuknya seperti kraken versi mini. Kapten dan wakilnya akan menikmati seporsi gurita demi membuat mereka panjang umur dan kuat selalu," papar Raga dengan antusias.

Talvar manggut-manggut. "Memangnya leda kalian berhasil membunuh kraken? Aku tak yakin karena tubuhnya kan kecil sekali."

Raut wajah Raga berubah suram. "Jangan pernah ragukan kekuatan leda kami. Kau tahu di usia berapa dia berhasil membunuh kraken pertamanya?"

Gelengan kepala Talvar menjadi jawaban pertanyaan retoris tersebut.

"Sepuluh tahun. Leda kami, dengan kekuatannya sendiri menghabisi kraken yang sangat besar pada waktu itu."

⛴️⛴️⛴️⛴️

Sorak sorai memenuhi ruang makan malam itu. Raga berhasil menangkap banyak gurita, dan semua warga berkumpul demi melihat Porsha turun untuk memotong dan memakan gurita. Bagi warga Astral, ritual seperti itu sungguh menghibur.

Talvar berdiri bersama kerumunan ketika Porsha dan Ronas turun ke bawah. Porsha mengenakan pakaian putih dan celana cokelat, sementara Ronas memakai pakaian seperti jubah berwarna biru. Ketika mereka menghampiri para warga, Talvar mencibir sekaligus kesal. Mereka berdua memang sangat serasi. Hati lelaki itu semakin terbakar karena Ronas seakan menjaga Porsha, ketika gadis itu tak sengaja tersandung. Sang wakil sigap memegang tangan gadis itu, mencegahnya terjatuh.

"Hari ini, adalah hari istimewa. Selamat datang, Leda Porsha. Dan mari kita rayakan hasil pancingan hari ini, dengan berpesta!" Ron mengumumkan kedatangan kaptennya. Kerumunan menghalangi penglihatan Talvar, tetapi kemudian Ron menghampiri dan menarik tangannya. "Kita juga merayakan kedatangan tamu agung kita yang berasal dari daratan. Semoga dengan adanya beliau, kita akan semakin dekat dengan impian kita."

Porsha duduk di kursi yang diletakkan tepat di tengah ruang makan, bersebelahan dengan Ronas. Lalu Talvar yang sebenarnya enggan bergabung bersama mereka, kini dengan canggung duduk di sebelah kanan Porsha. Tatapan mereka sempat saling bertaut, sebelum Talvar memalingkan muka.

"Hei, bagaimana kalau Talvar diberi kesempatan untuk makan terlebih dahulu, karena dia orang baru di sini?" tanya Raga dengan suara keras.

Kerumunan warga berdengung mengiyakan. Begitu pula Ron, yang kini menatap Talvar dengan antusias.

"Ah, aku ..." Lelaki itu bingung menjawab apa. Ia tak pernah tahu seperti apa bentuk gurita itu, saat memancing tadi sepertinya ia banyak melihat bentuk hewan yang berbeda yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

Porsha yang menangkap keraguan di wajah lelaki itu segera menengahi, "Ini mungkin tidak biasa baginya. Apalagi tidak semua orang menyukai gurita. Mungkin kita sajikan saja makanan terbaik kita yang lain untuknya. Aku takut, dia takkan tahan dengan... "

Telinga Talvar terasa panas mendengarnya. Ia menggebrak meja sampai semua orang terkejut. "Kata siapa aku tak tahan? Aku ... menyukai semua makanan di sini!" bantah lelaki itu, walaupun jantungnya mencelus ketika mata bulat Porsha kembali terarah padanya. "Aku akan memakannya, apa pun itu."

"Talvar," panggil Porsha yang menatapnya dengan ekspresi cemas. "Ini ... bukan seperti makanan seperti biasanya. Dan kamu belum tentu bisa... "

Degup jantung lelaki itu terasa lebih kencang daripada biasanya, tetapi senyuman sinis di bibir Ronas membuatnya kembali dipenuhi api cemburu. "Aku bukan lelaki pengecut dan bodoh. Ayo, kita mulai saja pestanya."

Talvar bertekad akan mengalahkan Ronas kalau bisa. Ia tak tahan dengan senyuman lelaki itu yang terasa mengejeknya. Ia bersungguh-sungguh. Namun, ternyata omong besarnya menjadi bumerang baginya hari ini.

Karena ia tak menyangka bahwa Porsha kemudian mengambil sebuah hewan berkepala licin dengan banyak tentakel menggeliat-geliat dan menaruhnya di hadapannya. Binatang itu masih hidup!

Talvar menyadari bahwa sekarang para warga duduk dengan rapi, di hadapan mereka tersaji beberapa potongan kaki gurita yang masih tampak menggeliat, membuat lelaki itu menahan mual.

Di hadapan sang kapten juga tersaji gurita yang masih hidup, dengan tentakel yang masih menempel lengket di piring aluminium. Namun, dengan cekatan, Porsha mengambil pisau dan memotong semua tentakelnya, lalu mengangkat kepala hewan itu dan mengangkatnya ke udara. Hal itu diikuti oleh seluruh warga yang mengacungkan potongan tentakel ke udara, tak terkecuali Ron yang kini memandang Talvar dengan antusias.

"Untuk daratan!" seru Porsha dan memasukkan kepala gurita yang masih hidup itu ke mulutnya.

"Untuk daratan!" Warga Astral mengikuti sang kapten dengan memakan potongan tentakel yang masih bergerak itu.

Talvar menatap gurita yang sedang melotot ke arahnya, memancarkan aura permusuhan yang kental. Namun, semua orang kini tengah menatapnya, menunggu lelaki itu menyantap guritanya.

"Untuk daratan!" Talvar berteriak keras, kemudian berusaha memasukkan hewan yang kini melawan dengan menempelkan tentakelnya ke pipi dan bibir Talvar, seakan menolak untuk dimakan. Hal itu membuat Talvar menjerit kesakitan, karena daya hisap tentakel gurita itu sungguh kuat seakan sedang menyedot semua darah yang ada di tubuh lelaki itu.

Sang chef bergegas menghampiri Talvar dan mengambil gurita yang sepertinya tahu kelemahan sang tamu, karena tentakelnya tak mau lepas. Sang chef bahkan tak bisa menyembunyikan tawanya. Ekspresi Talvar campur aduk antara menahan rasa sakit sekaligus malu karena ia kalah dari Ronas. Sebagian warga ada yang tertawa dan melanjutkan santap malam mereka, ada yang panik mengkhawatirkan Talvar.

Porsha yang menatap wajah Talvar yang tampak lucu meskipun sedang kesakitan, tertawa lepas. Ia membantu Ron melepaskan gurita itu dengan mudah, lalu memasukkan hewan itu ke dalam mulutnya. Namun, gadis itu masih berwajah berseri-seri, bahkan ketika ia menuntaskan gurita yang menyerang Talvar, ia masih tertawa.

Lelaki itu merasa pipi dan bibirnya yang bengkak serta berdenyut kesakitan seakan menghilang. Tawa sang kapten seperti udara sejuk di pagi hari yang biasa Talvar hirup di daratan, menenangkan sekaligus menyejukkan. Ah, lelaki itu memang sedang jatuh cinta.

*episode15*

Mohon maaf banget kalo part ini banyak makanan, tapi makanannya agak ... ehm.

Mohon maaf kalo postingan ini bikin kalian yang lagi puasa jaditergoda (semoga enggak ya).

Nah, bagi sebagian besar orang makan gurita hidup itu menjijikkan. Kalau menurut kalian gimana? Apakah mau makan seandainya diperbolehkan makan gurita hidup? Kasih tahu aku di komen.

Betewe, part ini bikin Talvar jadi dah dig dug ser. Jadi bonusnya kukasih fotonya dia yang lagi senyum malu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top