Episode 10 Kekecewaan
Porsha terengah-engah di permukaan, setelah sekian kalinya ia gagal menemukan lelaki berambut seperti pel itu.
Ia menatap kapalnya dari kejauhan, terbersit sebuah keinginan untuk kembali ke sana dan membiarkan timnya mencari Talvar. Namun ia menggeleng kuat-kuat ketika seraut wajah mulai memenuhi benaknya.
"Tidak. Tidak ada yang boleh mati sekarang. Tidak bisa!"
Saat ia nyaris putus asa, matanya kemudian menemukan Talvar yang berada tak jauh darinya, nyaris menyentuh dasar laut. Porsha terbelalak, tetapi ia sudah tak bisa menahan napas lebih lama, sehingga ia kembali ke permukaan untuk menghirup oksigen banyak-banyak.
Kapten itu meloncat kembali ke dalam air, menghampiri Talvar yang sepertinya sudah menelan banyak air. Bahkan ketika gadis itu meraih tubuhnya, lelaki itu sudah lemas dan tak sadarkan diri.
"Aish, sialan kau, Talvar. Baru beberapa hari dan kau sudah membuat banyak masalah!" gerutu Porsha yang menarik tubuh lelaki itu dan segera berenang menuju kapalnya.
Ronas telah berdiri di sana, dan menolong Porsha memapah Talvar yang tak sadarkan diri. "Aku sungguh khawatir padamu, Leda."
Gadis itu menggeleng. "Aku tak apa-apa. Ini medan yang biasa kita hadapi, tapi bukan yang biasa dihadapi olehnya. Sekarang di mana mero-nya?"
"Sedang dibawa ke atas. Aku akan segera menjemputnya!" Ronas segera berlari masuk ke dalam kapal. "Tadi ada masalah dengan perlengkapan tim dua."
Wajah Talvar tampak pucat pasi, sementara matanya terpejam. Tangan Porsha beberapa kali menepuk pipi lelaki itu, tetapi sama sekali tak ada gerakan.
"Hei, hei, Talvar! Bangun, bangunlah!" Gadis itu mulai panik. Dada lelaki itu sama sekali tidak bergerak, juga tidak tampak bernapas. "Di mana mero-ku!"
Kini, Porsha menaruh kedua tangannya tepat di dada lelaki itu, mencoba memompa agar paru-paru lelaki itu bisa berfungsi kembali.
"Bangun, bangunlah kau lelaki bodoh!" maki Porsha di sela-sela gerakannya menekan-nekan dada Talvar. "Dasar kau tukang bikin onar! Bangunlah!"
Sama sekali tak ada gerakan, sementara mero yang biasanya bertugas menyedot air dari korban tenggelam sedang dalam perjalanan.
"Sialan, sialan kau, Talvar!"
Kini, gadis itu mulai memberikan napas buatan, dengan meniupkan udara ke mulut Talvar. Ia melakukan gerakan itu bergantian dengan menekan dada Talvar, seraya memanggil nama lelaki itu.
"Hei, kau Balenji sialan! Bangun!" Porsha mulai merasakan matanya mengembun. Tidak, ia tak mau melihat ada orang mati di depan matanya lagi.
Ia kembali memencet hidung dan meniupkan udara ke mulut Talvar. Sampai air keluar dari mulutnya dan laki itu terbatuk-batuk. Ronas datang dengan menggendong hewan yang berbentuk seperti kura-kura berwarna biru itu di bahunya.
"Mero datang, bagaimana kondisinya?"
Talvar masih memejamkan mata, tetapi mulutnya mengerucut seakan sedang mencium seseorang. Mata Porsha menyipit, saat lelaki itu kembali mengulangi gerakan yang sama.
Porsha mengelap mulutnya, kemudian ia meraih mero di bahu Ronas dan menaruh bokong hewan itu di atas kepala Talvar tepat di hidungnya, sampai ia gelagapan.
"Uoo ... ya ampun!" seru lelaki itu menyingkirkan mero yang bersuara seperti lumba-lumba itu. Ronas sigap mengamankan binatang itu karena merawatnya butuh penanganan khusus yang tidak boleh sembarangan.
Raga pun datang dan kebingungan melihat adegan tersebut. "Apa yang ... "
"Dasar Balenji sialan, kau mengambil kesempatan untuk menciumku, hah!" Porsha mengarahkan kakinya untuk menginjak lelaki yang masih terpejam itu. Namun, Ronas dan Raga segera menyeret kaptennya yang masih memuntahkan sumpah serapah menuju ruang kemudi.
Tim dua yang baru saja sampai, tak mengerti apa yang terjadi, hanya bisa ternganga, melihat Talvar yang bajunya basah kuyup, cengengesan.
"Tim dua, ada sesuatu di depan sana, yang menghalangi laju kapal kita. Sensor kita tak bisa mengidentifikasi, jadi segeralah periksa." Sebuah suara muncul di benda mungil hitam yang menempel di dada mereka.
"Baik, Levida."
Para penyelam terbaik itu pun segera melakukan tugasnya, meninggalkan Talvar yang masih terbaring dengan wajah bahagia.
"Itu tadi sebuah kebodohan. Yang mendapat balasan yang menyenangkan. Haaa .... hatiku rasanya mengembang," ujar lelaki itu, tak bisa menghilangkan senyuman di wajahnya.
Sementara itu di ruang kemudi, Porsha masih menyumpah-nyumpah. Ronas menyingkirkan semua barang penting agar tidak menjadi sasaran kemarahan sang kapten.
"Raga, bawa Talvar ke ruang pengobatan. Mungkin dia perlu ditangani lebih lanjut." Ronas segera memberi perintah.
Kepala tim pemancing itu pun mengangguk dan melakukan perintah wakil kapten, tanpa membantah.
"Akan kubalas dia nanti! Aargh! Aku tak sabar ingin melumat tubuhnya di perapian dan menjadikannya abu kremasi!" Porsha masih mengeluarkan sisa amarahnya.
"Dengar. Kau baru saja menyelamatkan seseorang dan itu bagus. Jadi jangan membesarkan masalah lagi dan mari kita fokus kepada halangan di depan kapal kita," pinta Ronas yang memegang bahu gadis itu.
"Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya?" gelegar sang kapten, wajahnya merah padam.
"Leda, memangnya Anda nggak pernah melakukan CPR? Sering kan? Lantas mengapa... "
"CPR dengan mero dan CPR secara langsung itu berbeda, Ronas!" sergah sang kapten.
"Leda, kami menemukan sesuatu," ujar pemimpin tim dua yang mengalihkan kemarahan Porsha.
Gadis itu seakan baru saja dari dimensi lain, karena mimik mukanya kembali serius dan berbicara melalui interkom, "Apa yang kautemukan? Bisakah kamu membawanya ke kapal?"
"Err, ya. Cukup berat sekali, Leda. Anggota tim kami tidak akan mampu membawanya."
"Arahkan kameramu pada benda itu." Porsha duduk di kursinya, mengabaikan fakta bahwa bajunya basah kuyup. Kakinya beberapa kali menghentak ke lantai, sementara giginya bergemeletuk. Tangan yang memegang mouse juga mulai gemetar.
Ronas membuka lemari dan mengeluarkan sebuah mantel lalu menyampirkannya ke tubuh sang kapten. Ia kemudian mengusap rambut gadis itu dengan handuk, memastikan agar gadis itu tidak kedinginan.
"Ronas, lihat!" Wajah gadis itu berseri, tangannya meraih tangan Ronas yang sedang mengeringkan rambutnya. "Bukankah itu seperti sampel daratan yang pernah kita lihat dalam arsip bumi?"
Lelaki itu menoleh dan tercengang. "Benarkah?" Matanya terpusat ke arah monitor.
Di layar, tampak benda berukuran besar yang berwarna cokelat seperti tanah. Di atasnya ada spesimen berwarna hijau.
"Ukurannya sekitar 15 x 5 meter. Sebenarnya benda ini tidak terlalu berat, Leda, tetapi sesuatu yang menempel padanya itu yang membuatnya seperti berukuran besar. Dan berat sekali."
Mendengar perkataan itu, senyuman Porsha segera surut. Ukuran itu terlalu kecil untuk dibilang daratan. Lebih cocok seukuran sampan atau sekoci yang ada di kapalnya.
"Apa?"
"Kami akan mencoba menyeretnya kembali ke kapal, Leda. Mohon ijin." Kembali, pemimpin tim dua penyelam itu melaporkan kondisinya.
Porsha menghela napas, semangatnya mengempis. Matanya bertaut dengan mata Ronas yang memberikan senyum kecut. "Ya, kuijinkan. Silakan kembali dan bawa temuan kalian."
"Lain kali, Levida. Kita akan menemukan daratan lain kali," bisik Porsha, dengan senyum ragu. Kemudian ia menyingkirkan handuk yang disampirkan oleh Ronas tadi dan melangkah ke kamar mandi. "Aku ... akan berganti baju sebentar."
*episode10*
Hai, Hai. Karena tadi Talvar protes nggak pernah di kasih adegan mesra sama Porsha dan request adegan hot, maka kukabulkan sekarang. Kan mumpung udah buka puasa 🤭🤭🤭
Meskipun aslinya bukan adegan hot ya, ini adegan cool, tapi senyuman Talvar kayaknya bakal bertahan setahun 🤣🤣🤣
Perjalanan menemukan daratan masih panjang, Kels. Si Ronas sampe kecewa banget ketika di php sama entah apa itu yang ditemukan sama timnya.
Betewe, aku kemarin bikin trailer ala-ala. Mungkin kalian bisa tonton dulu biar makin penasaran sama jalan ceritanya
Ngomong-ngomong, kenapa ya Porsha suka sekali ngatain Talvar dengan Balenji? Apakah muka mereka mirip? 🤭🤭
Oke, segini dulu ya. Aku dah mulai ngantuk-ngantuk nih ngetiknya, jadi mau kulanjut besok aja.
Salam dari Talvar, yang senyum-senyum terus dari tadi
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top