4. Gajah Muncul Malam-malam
Bunga anggrek mulai muncul, bunganya berwarana putih dan ada pola biru seperti bercak bayangan, bunga-bunga bermekaran dibawah cahaya bulan, dibatang pohon beringin.
Malam itu tepat malam selasa kliwon, beberapa mahasiswa sepakat akan melakukan uji nyali disebuah pohon beringin tua dibelakang kampus, siapa yang kesurupan akan disumpal kain yang sudah disemprot obat bius peromon.
Ada pohon beringin tua, disana juga ada bunga anggrek bulan yang tumbuh dibatangnya, disana bekas mahasiswi hamil gantung diri, katanya dihamili om-om, setiap selasa keliwon ada bau harum bunga disekitar pohon, harum bunga lavender katanya.
Malam itu ada empat mahasiawa yang punya nyali, ada Yanto wakil capres dari PNL (partai nasional libral), namun para mahasiswa sering terbalik menyebutnya yang seharusnya PNL jadi PLN. Lalu ada Devi capres dari PDP (partai demokratik pekerja), ada Agus dari capres PLI ( partai liga isalam), lalu ada Maman yang datang cuma mau melihat.
Yantolah sebenarnya yang mengajak mereka, pada mulanya Yanto mengira mereka bertiga bakal menolak, eh ternyata mereka mau.
Malam ini seharusnya uji nyali dipohon beringin dibelakang kampus, tapi batal karena disekitar pohon beringin kini ada bau aneh yang muncul, bau pesing, "ini pasti kerjaanya mahasiswa sableng! Kencing disana mereka setan!" Sumpah Yanto.
"Alah To! Kita datang jauh-jauh malam-malam lagi, masa kita pulang, kan kampret momen," kata Agus.
"Ya sudah, kita uji nyalinya disumur tua diparkiran ujung mahasiswa disana," kata Devi.
"Eh Devi yang betul kamu, itu penghuni sumur parkiran sana itu Jin Ifrit! Ini sih kampret momen!" Agus tidak setuju.
Tiba-tiba Maman seperti memangil seseorang dari arah gerbang kampus, "kesini boy! Datang juga mereka ini."
Lalu muncul Tito, Badri dan Ati, mereka membawa banyak kantong plastik berisi sesuatu.
"Eh si Ati! Kenapa kesini, sama dua bandit gipsy ini, hati-hati Ti bisa dihamili mereka kamu," kata Agus.
"Alah kau Gus, bilang saja kau naksir Ati," celetuk Tito.
"Hah benar itu Gus?" Tanya Badri, Agus cuma diam sambil cemberut.
"Nah, kita makan dulu, mana nasi sama martabaknya?" Kata Maman. Maman memang mahasiswa sugih, memang anak kampung si Maman, tapi bapaknya itu pengusaha sawit sukses di kampung, pergaulan bapak Maman itu kelas internasional, habis suka gaul sama menir-menir Inggris. Keju, anggur, roti, sosis itu makan menir Inggris, kalau bapak Maman makanya sih tetap nasi sama singkong, katanya keju sama sosis itu bahaya, takut tidak halal.
"Lho kok cuma nasi lauk martabak?" Kata Yanto, "nasi padang dong Man."
"Pitsa dong Man," kata Agus.
"Pizza Gus," kata Devi.
"Masih untung dikasih makan," balas Badri.
"Ini nasi bukan sebarang nasi, ini nasi sudah dimasak, lalu digoreng," kata Tito.
"Nasi goreng," kata mereka.
"Ati," panggil Agus, " kamu kok diam aja?"
"Anu bang, apa jadi uji nyalinya di pohon beringin didalam?"
"Gak jadi Ti."
"Lalu?"
"Di sumur parkiran ujung."
"Eh onta! Itu sumur sarang Jin kafir!" Teriak Tito dan Badri.
Jam menunjukan pukul dua malam, udara dingin terasa, awan-awan, cahaya bulan, suara kodok dan burung hantu bersahut-sahutan. Yanto kena giliran pertama, peraturan uji nyalinya mudah, cuma 20 menit berada didekat sumur, setelah itu gantian dengan Devi, lalu Agus terakhir.
"Gus, kamu bawa Yasin tidak?" Tanya Yanto.
"Aku ini Salafi, tak pakai aku Yasin."
"Alah si Yanto, orang libral kaya kamu emang bisa ngaji," kata Maman.
"Aku ada, bukan yasin sih, nih catatan wirit sholat sama doa qunut," kata Badri.
"Biar lah," Yanto mengambil kertas catatan doa yang diberikan Badri, "lho kok arab gundul tulisanya."
"Iya itu arab gundul."
"Aduh Dri! Mana bisa aku baca."
"Bawa aja, siapa tau Jinnya kabur kalau liat itu."
Yanto cuma geleng-geleng kepala, dilipatnya itu kertas, lalu masuklah kekantong baju si Yanto, "To bawa ini juga," kata Tito, " lampu petromak sama kemenyan buat obat nyamuk."
"Badui totok! Kalau pakai kemenyan bisa keluar Jinnya."
"Ah si Yanto, bawa aja dari pada kenyamukan," balas Devi.
Yanto pun mulai berjalan kearah sumur, "aduh kayanya malam ini bakal..." kata Agus cemas, "kampret moment."
"Misi datu, misi mbah, misi om jin," kata Yanto yang sudah berada didekat sumur, maka dinyalakan itu kemenyan buat mengusir nyamuk. Maka bau lah tempat parkiran, baunya mirip bau rumah mbah dukun.
Belum sampai dua menit kemenyan dinyalakan, ada bunyi seperti tanah dihantam sebatang pohon, namun bunyinya juga mirip orang berjalan. Tiba-tiba dari jauh diujung parkiran, Tito, Badri, Ati, Devi, Agus dan Maman lari tunggang-langang kaya orang baru saja melihat jin.
"Kampret moment!" Maki Yanto, Yanto melihat kearah belakang tempat suara itu berasal, maka terlihat sosok makluk menyerupai gajah setinggi tiang listrik, "Jin kafir!," teriak Yanto sambil kabur.
"Woi bangsat! Siapa yang jin kafir!?" Kata sosok itu, sosok itu adalah Jin penghuni parkiran disana, "sembarangan! Mahasiswa kafir!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top