Day 24- Berapi-api

"Tanah ini adalah amanah yang Allah berikan kepada kita. Jika ada orang asing yang ingin merampasnya, tanah ini harus kita beli!"

Sedetik, dua detik. Tawa Xandria dan Medina berderai tak tertahan. Aku menutup muka dengan bantal sofa saat tertawa agar tak melihat tatapan tersinggung Darwin di hadapan kami.

"Ih, Kaaaaak!" protesnya keras sambil menyerang kami dengan rencong dari kardus yang sedari tadi ia pegang.

"Kamu salah dialog Win! Ih, masa harus kita beli! Ini mau ngelawan penjajah apa makelar tanah deh?" tanya Medina di sela-sela tawanya.

Darwin hanya menggaruk kepalanya bingung. Aku masih mengulum senyum geli melihat tingkah Darwin beberapa menit yang lalu.

Dia sedang berlatih untuk drama hari pahlawan di sekolahnya. Mengenakan sorban dan jubah putih bak pangeran Diponegoro, Darwin tampak sangat meyakinkan memerankan tokoh Panglima Nanta Seutia dari Aceh. Sayangnya, dialog berapi-api yang ia ucapkan sepenuh hati jadi buyar karena salah ucap.

"Tadi udah bagus tahu, Win. Coba diulangi, deh. Ini kita serius juga kok, nyimaknya," bujukku pada Darwin yang memasang wajah manyun.

Berdeham sejenak, Darwin kembali berpose sambil mengacungkan rencong di tangan kanannya.

"Tanah ini adalah amanah yang Allah berikan kepada kita. Jika ada orang asing yang ingin merampasnya, tanah ini harus kita bela!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top