Day 12 - Keluarga

Aku berusaha keras menetralkan ekspresi saat merasakan tatapan Bunda yang intens. Ah, egois sekali aku ini. Mengira hanya aku yang tersiksa oleh rasa sesak kenangan dengan Ayah. Bunda Dyah juga pasti masih merasakan hal yang sama.

"Kenapa, Kak? Kok malah murung gitu?" tanya Bunda saat kami menepi di sudut taman sambil membuka perbekalan yang sudah disiapkan.

"Ih, siapa yang murung?" balasku dengan nada menggoda, membuat Bunda menatap curiga. Aku hanya mengulum senyum gugup saat ditatapi begitu rupa. Tak bertahan lama, Bunda kembali sibuk mengatur anak-anak yang mulai rusuh.

"Abis ini kita pindah ke mesjid dulu, ya. Udah mau zuhur soalnya. Setelah zuhur, nanti lanjut lagi mainnya."

Suara Bang Fatih yang jernih membuatku mengalihkan perhatian. Kak Nara terlihat sedang sibuk membantu Bunda membenahi kotak-kotak bekal. Aku bangkit dari tempat dudukku untuk ikut membantu.

Seperti biasa, anak-anak lumayan ribut dalam perjalanan ke masjid. Bahkan saat sampai di pelataran masjid At Tiin pun, trio R malah sibuk kejar-kejaran.

Aku berkacak pinggang hendak menegur mereka saat satu-satunya cowok paling 'dewasa' di Andalusia justru berlari melewati tempatku berdiri.

"Darwin!"

Yang kupanggil dengan nada tinggi jelas tak menanggapi. Aku baru saja akan menghampiri mereka saat Bang Fatih berseru memberikan 'komando'.

"Ayo, udahan dulu mainnya. Udah mau azan nih. Kita masuk yuk!"

Ajaib, tanpa perlu disuruh dua kali gerombolan trouble maker tadi sudah bubar dan masuk ke masjid dengan tertib. Aku mendengus sebal. Ah, ya aku lupa kalau sedang 'tidak punya kuasa' dengan adanya Bang Fatih di sini.

"Suntuk amat Kak, tuh muka. Senyum dikit dooong," goda Medina saat aku berjalan menuju tempat wudu. Aku hanya mengendikkan bahu mendengar ledekannya.

Keluar dari kamar mandi aku agak terkejut menemukan Rana, Nizwa, Zia dan Thena berjejer rapi menunggu.

"Kok masih di sini? Kak Xandria sama Kak Medina mana?"

"Kan Kak Dria sama Kak Medina nggak solat, Kak. Makanya kita nungguin Kakak di sini. Ayok ke atas," pinta Rana sambil mengambil tanganku.

Dalam perjalanan menuju ke ruang solat, aku tersenyum kecil melihat empat sekawan di depanku. Yah, seribut dan semenyebalkan apapun mereka, kehadiran mereka selalu menjadi tempat berpulang yang paling nyaman.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top