Day 10 - Kincir Angin

Aku tersenyum lega melihat anak-anak sangat antusias mengantri untuk menaiki kincir angin yang ada di area Teater Keong Mas. Berjarak sekitar tiga minggu setelah obrolan kecil di hutan mangrove, aku dan Nara merealisasikan ide piknik kami bersama anak-anak Andalusia. Bukan Dufan, bukan juga Ancol. Tapi Taman Mini Indonesia Indah yang menjadi destinasi kami. Pilihan tempat ini berdasarkan usulan Bunda Dyah. Tidak terlalu jauh dari Andalusia dan ada banyak wahana yang bisa dikunjungi di sini.

Fokusku teralih saat merasakan seseorang menggenggam tanganku.

Nara tersenyum manis saat aku mengalihkan pandangan padanya.  "Untung aja weekend ini nggak terlalu rame. Jadi kita bisa enjoy mainnya," ujar Nara sambil memperhatikan anak-anak yang saat ini mulai berbaris.

Aku mengeratkan pegangan tangan kami. "Makasih banyak udah ngusulin ide ini."

"Jadi, ini 'antimainstream date' kita yang ketiga?" tanya Nara dengan nada jail. Membuatku tertawa kecil.

"Darwin, sini!"
Aku mendengar Via memanggil Darwin agar ikut naik ke gondolanya.

"Aku bareng Bang Fatih, Kak," sahut Darwin agak memelas. Via lalu berjalan menghampirinya dan membisikkan sesuatu. Yang membuat anak itu dengan berat hati menaiki gondola yang sedang berhenti.

"Kalo Darwin mau bareng abang nggak apa-apa kok, Vi," kataku pada sosok Via yang baru akan menjauh.

Via tampak sedikit terkejut. Lalu mengerling pada tautan tanganku dan Nara.

"Ngg, nanti ganggu Bang Fatih sama Kak Nara takutnya," jawab gadis berkerudung biru itu beralasan lalu kembali masuk.

Hmm, ini hanya perasaanku saja atau memang Via kembali canggung di sekitarku seperti saat awal-awal kunjunganku di Andalusia?

"Via nggak akrab sama kamu, ya?" tanya Nara saat kami sudah naik.

"Apa?"

"Dari kunjungan kita sebulan terakhir, kayaknya cuma Via yang nggak antusias pas kamu dateng."

Aku memang tak terlalu akrab dengan Via sebelumnya. Ia bahkan bersikap acuh dan skeptis saat aku mulai berkunjung rutin setiap jum'at malam. Tapi seingatku sikapnya sudah mulai berubah setahun terakhir. Ia bahkan berdiskusi denganku saat ingin memilih jurusan kuliah untuk SBMPTN lalu.

"Hmm, nggak terlalu akrab sih memang. Tapi sama kamu dia mau ngobrol kan?"

"Yah, lumayan. Girls talk sama anak-anak abg lainnya. Kayaknya kita harus bikin jadwal rutin begini, deh. Anak-anak antusias banget soalnya."

Perkataan Nara barusan membuatku berpikir. Kapan terakhir kali anak-anak main ke luar seperti ini, ya? Sepertinya sudah cukup lama. Ah, iya terakhir kali itu saat kunjungan ke ragunan. Sebelum kepergian Ayah Raihan hampir lebih dari satu tahun yang lalu.

Ingatan itu membuatku mengernyitkan dahi. Via mulai akrab denganku setelah kepergian Ayah Raihan. Tapi kenapa sekarang ia kembali canggung?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top