Chapter 8

Pada malam itu, udara di Balai Sipil terasa berat dengan ketegangan yang menggantung. Lampu-lampu bohlam menerangi ruang besar yang dipenuhi oleh petinggi pemerintahan dan militer Persemakmuran Melayu Batam, duduk dalam formasi yang teratur. Di ujung meja, Tom duduk dengan wajah serius, pandangannya menyapu ruangan sebelum akhirnya mendarat pada Laksamana Amir, komandan angkatan laut yang telah lama dipercaya.

"Amir, kawan ku." Tom memulai dengan nada suara yang dalam. "Apakah ada tanda-tanda kapal musuh di sekitar perairan kita?"

Laksamana Amir berdiri, tubuh tegapnya memancarkan kepercayaan diri. "Sejauh ini kami belum menemukan keberadaan mereka, Tuan." Katanya. "Tapi kami berjanji tidak akan ada satupun dari mereka yang berhasil masuk lebih dalam ke perairan kita."

Tom mengangguk perlahan, matanya penuh dengan beban tanggung jawab. "Bagus... Bagus..." Katanya sebelum mengalihkan pandangannya ke Jenderal Muh, pemimpin tertinggi Angkatan Darat Persemakmuran yang telah ditunjuknya dengan pertimbangan matang.

"Jenderal Muh, bagaimana kondisi pasukan darat kita?" Tanyanya dengan nada penuh harap.

Jenderal Muh berdiri dengan tenang, wajahnya menunjukkan kesiapan yang sudah teruji waktu. "600 Infanteri siap berangkat bersama kuda-kuda milik kita. Keledai Uap juga sudah kami persiapkan untuk ekspedisi kali ini." Balasnya, menyebutkan kendaraan uap yang baru saja diperkenalkan ke medan perang.

Tom menyipitkan matanya, memikirkan strategi berikutnya. "Separuh dari mereka sudah memakai senapan mesin terbaru, bukan?"

"Benar, Tuan." Jawab Jenderal Muh dengan nada tegas. "Sundang MK-1 sudah 200 unit terbuat dan tersebar ke seluruh Kompi. Beberapa purwarupa dari Sundang MK-2, yang kita sebut sebagai senapan mesin berat, juga sudah disebarkan."

Napoleon, yang duduk di sisi ruangan, menatap dengan penuh minat. Sebagai seorang pemimpin militer yang brilian, ia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya terhadap inovasi senjata yang disebutkan. "Monsieur Tom." Napoleon berkata dengan senyum tipis. "Sepertinya kalian memiliki teknologi yang belum kami miliki di Eropa. Sundang MK-1 dan MK-2 ini, apakah saya boleh melihatnya nanti?"

Tom mengangguk sopan, tapi pikirannya terus berputar, fokus pada ancaman yang dihadapi. Ela, seperti biasa, hanya hadir di pikirannya, berbisik lembut namun tegas. "Mon chéri." Bisiknya. "Kau harus bisa memutus logistik kedua kesultanan. Tanpa suplai, mereka akan melemah dengan cepat."

Tom mengangkat alis, teringat akan saran Ela yang selalu tepat sasaran. "Kita perlu memutus jalur logistik mereka." Katanya, mengulang saran Ela kepada yang lain. "Amir, kirimkan kapal-kapal kita untuk memblokade jalur laut ke Karimun dan Tarempa. Kita akan membuat mereka kelaparan dari dalam."

"Segera, Tuan." Jawab Amir tanpa ragu.

Tom beralih kembali ke Jenderal Muh. "Siapkan pasukan untuk serangan ke Karimun. Kita harus merebutnya sebelum mereka dapat memperkuat tempat itu dengan baik."

"Tentu, Tuan. Kami akan bergerak sesuai perintah Anda." Kata Muh, siap untuk menjalankan strategi yang dirancang dengan teliti.

Napoleon, yang mendengarkan setiap kata dengan seksama, menyela dengan antusiasme yang mulai terbentuk. "Saya akan mengirim beberapa penasihat militer Prancis untuk membantu Anda. Kita bisa belajar banyak dari satu sama lain, Monsieur Tom."

Tom mengangguk, menghargai tawaran itu, tetapi masih penuh kehati-hatian. "Terima kasih, Napoleon. Namun, ini adalah pertarungan kami. Bantuan Anda akan sangat dihargai, tetapi kami harus berdiri di atas kaki kami sendiri."

Ela berbisik sekali lagi, memberinya dorongan tambahan. "Kau memimpin dengan kepala yang dingin, mon chéri. Ini akan menjadi kemenangan kita."

Tom menarik napas dalam-dalam, memandang ke seluruh ruangan, ke orang-orang yang mempercayainya untuk memimpin mereka melewati masa sulit ini. "Baiklah." Tom berkata. "Mari kita pastikan bahwa kemenangan ini akan menjadi milik kita."

Dengan kata-kata itu, rapat malam itu berakhir, membawa semangat dan tekad yang baru bagi semua yang hadir. Perang telah dimulai, tetapi Persemakmuran tidak akan mundur.

Keesokan paginya, matahari terbit dengan cerah di atas Kota Batu Ampar, menerangi jalan-jalan yang penuh dengan penduduk Persemakmuran Melayu Batam yang berkumpul di alun-alun utama. Di tengah-tengah mereka, Tom berdiri di atas panggung yang telah dipersiapkan, tampak tegas dan berwibawa. Kerumunan yang penuh harap dan cemas menantikan kata-kata dari pemimpin mereka, yang telah membimbing mereka melalui masa-masa sulit dengan kebijaksanaan dan keberanian.

Tom mengangkat tangan, meminta keheningan. Suara berbisik perlahan mereda, hanya menyisakan angin lembut yang menyapu wajah-wajah penuh harap. Dengan suara yang dalam dan penuh keyakinan, Tom mulai berbicara.

"Saudara-saudaraku, rakyat Persemakmuran Melayu Batam yang tercinta." Suaranya menggema di udara, membawa perhatian setiap orang yang hadir. "Hari ini, kita berdiri di hadapan tantangan besar. Perang telah melanda tanah kita, sebuah cobaan yang menguji keteguhan hati dan kesetiaan kita kepada Persemakmuran ini."

Tom berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya meresap ke dalam hati rakyatnya. Ia menatap wajah-wajah mereka, melihat campuran rasa takut dan keberanian.

"Namun, aku berjanji kepada kalian semua." Lanjut Tom dengan nada yang lebih tegas. "Bahwa perang ini akan secepatnya diselesaikan. Kami tidak akan membiarkan musuh menginjak-injak tanah kita tanpa perlawanan yang gigih."

Wajah Tom menegang, menunjukkan ketegasan dan determinasi yang menggetarkan hati mereka yang mendengarnya.

"Aku meminta kalian." Tom melanjutkan, kini dengan lebih lembut. "Untuk melanjutkan kehidupan kalian seperti biasa. Jangan biarkan ketakutan menguasai kalian. Tetaplah bekerja, tetaplah berdoa, dan tetaplah percaya bahwa kita akan melewati ini bersama."

Suasana di alun-alun itu mulai berubah, dari ketakutan menjadi harapan yang perlahan tumbuh. Tom melihat perubahan itu, merasakan energi baru yang mengalir melalui kerumunan.

"Dengan dukungan kalian." Katanya dengan penuh keyakinan. "Dan dengan restu dari Yang Maha Kuasa, kita akan mengalahkan musuh-musuh kita dan menjaga kedamaian serta kemakmuran di tanah ini."

Tom mengakhiri pidatonya dengan mengangkat tangan ke udara, menguatkan semangat rakyatnya. Sorakan perlahan-lahan memenuhi udara, menggema di seluruh Kota Batu Ampar. Rakyat Persemakmuran Melayu Batam merasa terinspirasi dan bersemangat, siap menghadapi apa pun yang datang dengan kepala tegak dan hati yang penuh keberanian.

Setelah menyelesaikan pidatonya, Tom merasa perlu menenangkan pikirannya. Pagi itu, ia memutuskan untuk melakukan perjalanan ke desa tempat ia pertama kali tinggal ketika tiba di Batam, sebuah tempat yang selalu memberinya rasa damai dan nostalgia. Dia ingin berkeluh kesah kepada dua orang yang ia anggap paling dekat setelah Ela: Tok Penghulu Hassan yang semakin menua dan Encik Ibrahim, kepala desa yang bijaksana.

Perjalanan ke desa itu membawa Tom melewati jalan-jalan yang dipenuhi dengan kenangan masa lalu. Ia teringat bagaimana desa itu, yang dulu hanya terdiri dari beberapa gubuk sederhana, kini telah berkembang pesat berkat kerja keras penduduknya dan bimbingan yang ia berikan bersama Ela. Meskipun begitu, desa ini tetap mempertahankan kesederhanaan dan ketenangannya.

Saat Tom tiba di desa, ia langsung menuju ke rumah Tok Penghulu Hassan. Rumah itu masih sama seperti yang ia ingat, dengan halaman kecil yang dipenuhi tanaman hijau dan kursi kayu tua di beranda. Tok Penghulu Hassan sedang duduk di sana, menatap langit pagi yang cerah. Matanya yang keriput berbinar ketika melihat Tom mendekat.

"Ah, Tom, kawanku." Kata Tok Penghulu Hassan dengan suara yang lemah namun penuh kasih. "Apa yang membawamu ke sini di pagi yang cerah ini?"

Tom tersenyum, merasa hangat oleh sambutan itu. "Aku butuh nasihatmu, Tok." Katanya dengan jujur. "Dan juga sedikit ketenangan."

Tok Penghulu Hassan mengangguk, mempersilakan Tom duduk di sebelahnya. "Ketenangan selalu ada di sini, Tom. Dan nasihat, aku akan memberikannya sebisa yang aku mampu."

Tak lama kemudian, Encik Ibrahim bergabung dengan mereka. Dia membawa teh panas dan beberapa kue tradisional yang selalu ia buat setiap pagi. "Tom." Sapa Encik Ibrahim sambil duduk di sebelah mereka. "Kabar apa yang kau bawa kali ini?"

Tom menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Perang, Ibrahim. Kesultanan Johor dan Riau-Lingga telah menyatakan perang terhadap kita."

Encik Ibrahim dan Tok Penghulu Hassan saling berpandangan, raut wajah mereka berubah menjadi serius. "Ini adalah ujian besar, Tom." Kata Encik Ibrahim perlahan. "Tapi aku tahu kau memiliki hati yang kuat dan pikiran yang tajam untuk melewati ini."

Tom mengangguk, merasa dukungan mereka menguatkannya. "Itulah mengapa aku datang ke sini. Aku butuh nasihat kalian. Aku ingin memastikan setiap keputusan yang aku buat adalah yang terbaik untuk rakyat kita."

Tok Penghulu Hassan meletakkan tangannya di bahu Tom. "Kau telah membimbing kami sejauh ini, Tom. Percayalah pada instingmu, seperti yang selalu kau lakukan. Dan ingat, kami semua di sini bersamamu."

Kata-kata itu, sederhana namun penuh makna, memberi Tom ketenangan yang ia cari. Di tengah kehangatan dan dukungan mereka, Tom merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan yang akan datang.

Kembali ke Kota Batu Ampar setelah kunjungannya ke desa, Tom segera memanggil rapat darurat dengan para perwira Angkatan Laut Persemakmuran Melayu Batam. Rapat ini diadakan di ruang pertemuan militer yang terletak di dekat pelabuhan utama. Di dalam ruangan itu, hadir Laksamana Amir dan beberapa perwira tinggi Angkatan Laut lainnya. Selain itu, terdapat perwakilan dari Prancis dan Batavia yang telah menunjukkan kesediaan mereka untuk membantu Persemakmuran dalam perang resmi pertama mereka.

Tom memasuki ruangan dengan langkah tegas, pandangan matanya tajam menunjukkan bahwa ia telah memutuskan untuk mengambil tindakan yang tegas dan cepat. Semua yang hadir berdiri dan memberi hormat sebelum duduk kembali ketika Tom mengisyaratkan mereka untuk duduk.

"Kita semua tahu alasan kita berkumpul di sini." Tom memulai dengan nada serius. "Kesultanan Johor dan Riau-Lingga telah menyatakan perang terhadap kita. Ini adalah ujian terbesar bagi Persemakmuran sejak berdirinya. Kita harus merespons dengan kekuatan penuh dan strategi yang matang."

Laksamana Amir berbicara pertama. "Tuan, Angkatan Laut kita telah mempersiapkan diri. Empat kapal perang kita berada dalam kondisi terbaik, dan latihan intensif yang kita lakukan telah meningkatkan kesiapan mereka. Namun, kita tetap membutuhkan strategi yang tepat untuk menguasai lautan di sekitar Karimun dan mencegah musuh mendekati Batam."

Tom mengangguk, menatap perwakilan Prancis dan Batavia. "Tuan-tuan, kami berterima kasih atas dukungan kalian. Bagaimana kalian melihat kontribusi yang bisa kalian berikan dalam konflik ini?"

Perwakilan Prancis, seorang perwira bernama Kapten Pierre, berbicara dengan semangat. "Kami sangat terkesan dengan perkembangan Persemakmuran dalam waktu yang singkat. Armada kami siap memberikan dukungan, terutama dalam pengawasan dan penguasaan lautan di sekitar wilayah kalian. Kami juga membawa beberapa meriam tambahan yang bisa ditempatkan di kapal kalian untuk memperkuat daya tembak."

Delegasi dari Batavia, Kapten Willem, melanjutkan. "Republik Batavia memiliki armada yang cukup untuk membantu kalian. Kami akan mengirim beberapa kapal menuju Kepulauan Anambas untuk merebut Tarempa dan menghalangi suplai musuh ke Karimun. Kami juga bisa menyediakan logistik tambahan untuk memperkuat operasi kalian."

Tom mendengarkan dengan seksama, menimbang setiap saran. Ia menatap Laksamana Amir lagi. "Kita akan membentuk tiga armada. Armada pertama akan menyerbu Karimun, dipimpin langsung olehmu, Amir. Armada kedua akan bekerja sama dengan Batavia untuk menguasai Tarempa. Armada ketiga, di bawah komando Prancis, akan bertugas melindungi jalur laut kita dan mendukung operasi lainnya."

Semua yang hadir mengangguk setuju. "Strategi ini akan memberi kita keuntungan di laut." Kata Tom dengan tegas. "Kita harus bertindak cepat dan taktis. Pertahanan Batam harus tetap kuat sementara kita memusatkan kekuatan kita untuk menyerang. Kita tidak bisa membiarkan musuh mengambil inisiatif."

Dengan itu, rapat berakhir dengan keputusan untuk segera melaksanakan operasi tersebut. Tom memastikan bahwa semua pasukan siap dan bahwa koordinasi dengan sekutu mereka berjalan lancar. Hari-hari ke depan akan menjadi penentu bagi masa depan Persemakmuran Melayu Batam.

Sore yang mendung di pelabuhan utama Kota Batu Ampar dipenuhi dengan hiruk-pikuk aktivitas. Para prajurit Angkatan Darat Persemakmuran Melayu Batam yang dipimpin oleh Jenderal Muh bersiap-siap menaiki kapal-kapal kayu yang berjajar di sepanjang dermaga. Kapal-kapal ini adalah hasil kerja keras di galangan kapal yang dikelola oleh Pak Edmund, mantan tawanan Inggris yang kini menjadi warga negara Batam dan berkontribusi besar dalam membangun kekuatan maritim Persemakmuran.

"Ayo, cepat! Jangan ada yang tertinggal!" Teriak Jenderal Muh, memimpin dari depan. Suaranya menggema di atas suara deru ombak dan aktivitas pelabuhan. Prajurit-prajurit itu, dengan semangat yang membara, mulai menaiki kapal-kapal mereka, membawa serta peralatan tempur, persediaan logistik, dan senjata terbaru mereka, termasuk Sundang MK-1 dan beberapa purwarupa Sundang MK-2.

Tak hanya prajurit, kuda-kuda perang juga mulai dinaikkan ke kapal-kapal yang telah disiapkan untuk menampung mereka. Kuda-kuda ini telah dilatih untuk tetap tenang di atas kapal, sebuah keterampilan yang sangat dibutuhkan untuk operasi amfibi yang akan mereka lakukan. Di antara mereka, Keledai Uap, kendaraan uap eksperimental yang dirancang untuk membantu membawa logistik di medan berat, juga dipersiapkan dan dinaikkan dengan hati-hati.

Pak Edmund, dengan mata tajam dan langkah yang sigap, memeriksa setiap kapal sebelum mereka berlayar. "Pastikan semua tali pengikat kuat dan setiap kapal lambungnya tidak bermasalah." Perintahnya kepada para pekerja galangan. "Kita tidak bisa mengambil risiko di tengah lautan."

Di atas salah satu kapal, Tom berdiri mengamati persiapan yang sedang berlangsung. Di dalam benaknya, Ela berbicara dengan tenang, memberi saran dan memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai rencana. "Mereka semua terlihat siap, Tom. Tapi ingat, ini baru permulaan. Kita harus terus waspada."

Tom mengangguk sedikit, menyadari beratnya tanggung jawab yang ada di pundaknya. "Ya, Ela. Aku akan memastikan mereka pulang dengan kemenangan."

Ketika semua siap, Jenderal Muh menaiki kapal utama, berdiri tegap di dek, dan mengangkat tangan kanannya sebagai tanda kepada semua kapal. "Kita berlayar menuju Karimun! Demi Persemakmuran!" Teriaknya dengan penuh semangat.

"Demi Persemakmuran!" Balas para prajurit serempak, suara mereka membahana di udara, menggema dengan semangat juang yang berkobar-kobar. Kapal-kapal mulai bergerak, layar mereka membentang dan menangkap angin, perlahan meninggalkan pelabuhan menuju lautan yang terbentang luas, membawa harapan dan tekad mereka untuk merebut Karimun.

...
....

23 April 1804.

Pagi hari di perairan Karimun, kapal-kapal Persemakmuran Melayu Batam mulai mendekati pantai dengan hati-hati. Pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Muh dan Laksamana Amir bersiap melakukan operasi pendaratan yang telah direncanakan dengan cermat. Keempat kapal perang mengawal kapal-kapal pendarat yang membawa 600 prajurit, kuda-kuda perang, Keledai Uap, serta logistik yang diperlukan.

"Ingat." Ujar Jenderal Muh di hadapan para prajurit di kapal utama. "Kita memiliki senjata yang lebih baik, tapi musuh kita bukanlah lawan yang bisa diremehkan. Mereka telah memperkuat Karimun dengan baik."

Para prajurit mengangguk dengan tegas, memahami bahwa meskipun mereka memiliki keunggulan teknologi, musuh yang berpengalaman dalam medan ini tetap menjadi ancaman serius.

Saat kapal pendarat mendekati pantai, kesunyian yang tegang menyelimuti. Namun, begitu kapal pertama menyentuh daratan, rentetan tembakan dari pasukan Kesultanan Riau-Lingga dan Johor yang telah menunggu dari posisi strategis mereka di benteng-benteng pasir dan pepohonan segera menyambut.

"Cari perlindungan!" Teriak seorang perwira, dan para prajurit Batam segera berlindung di balik perisai-perisai kapal dan alat-alat berat yang mereka bawa.

Laksamana Amir, yang mengamati dari Kapal Bendera, KPB Merdeka, segera memerintahkan tembakan balasan dari artileri kapal. "Tembak ke garis pertahanan musuh! Berikan mereka tekanan!"

Meriam-meriam kapal Batam meledak dengan gemuruh, menghancurkan beberapa posisi musuh yang terlihat. Namun, para prajurit Kesultanan yang bertahan dengan gigih berpindah-pindah posisi, membuat pasukan Batam sulit untuk mendapatkan keunggulan langsung.

Di daratan, Jenderal Muh memimpin langsung pendaratan lebih lanjut. "Maju! Jangan biarkan mereka mengisolasi kita di pantai!"

Pasukan Batam yang telah terlatih dengan taktik modern mulai mendorong maju, menggunakan formasi berlapis dan tembakan terarah dari Sundang MK-1 mereka. Keledai Uap yang mereka bawa membantu mengangkut amunisi dan peralatan berat, memastikan pasokan tetap lancar. Namun, musuh tidak tinggal diam; mereka menggunakan taktik gerilya, menyerang dari sudut-sudut tak terduga, membuat pergerakan pasukan Batam lebih lambat dari yang direncanakan.

Pertempuran sengit berlangsung sepanjang hari. Walaupun teknologi Batam lebih baik, perlawanan sengit dari prajurit-prajurit Kesultanan yang mempertahankan tanah mereka membuat pertempuran ini menjadi ujian berat. Pasukan Batam menderita banyak korban luka-luka, tetapi berkat disiplin dan pelatihan mereka, korban jiwa tetap relatif rendah. Sebaliknya, Kesultanan mengalami korban jiwa yang lebih banyak, namun semangat juang mereka tetap tidak surut.

Di tengah-tengah pertempuran, Jenderal Muh menyesuaikan strategi, memanfaatkan setiap peluang untuk menekan pertahanan musuh dan mengurangi perlawanan mereka secara bertahap. Laksamana Amir, dari laut, terus memberikan dukungan artileri, memastikan bahwa pasukan darat tidak pernah merasa terisolasi.

Namun, pertempuran belum selesai. Benteng-benteng utama di Karimun masih berdiri kokoh, dan Tom yang memantau perkembangan dari markas utama di Benteng Ford menerima laporan bahwa pertempuran ini mungkin akan berlangsung lebih lama dari yang diharapkan. "Ela, imi benar-benar diluar kendali." Pikir Tom. "Mereka tetap melawan bahkan ketika tahu akan kalah."

Ela menjawab lembut, memberikan arahan dan strategi tambahan yang membuat Tom tetap tenang dan fokus. "Kita harus memenangkan hati rakyat Karimun, Tom. Perang ini harus berakhir dengan kemenangan moral, bukan hanya militer."

Dan dengan itu, pertempuran di Karimun terus berlangsung, menunggu momen krusial yang akan menentukan nasib kedua belah pihak.

Pasukan Batam yang dipimpin oleh Jenderal Muh bergerak dengan metodis dan penuh perhitungan. Sebagian besar prajurit berkuda dilengkapi dengan Sundang MK-1, senapan mesin ringan yang dirancang untuk kecepatan dan mobilitas, memungkinkan mereka untuk menyerang musuh dari tempat-tempat yang tak terduga dengan ganas dan presisi tinggi. Pasukan berkuda ini menjadi ancaman yang konstan, menyerbu dari arah yang tak terduga, menimbulkan kekacauan di garis pertahanan musuh.

Jenderal Muh, dengan dua ratus prajurit, memimpin serangan besar-besaran terhadap benteng pertama di Karimun. Benteng ini terletak di posisi strategis, menjaga jalur masuk utama ke pulau itu. Selama beberapa hari, serangan berlanjut dengan intensitas tinggi. Pasukan Batam menggunakan taktik pengepungan, mengurangi persediaan musuh, sambil terus menekan dengan serangan sporadis yang membuat pertahanan musuh melemah.

Sundang MK-2, senapan mesin berat yang menyerupai Lewis Machine Gun, digunakan secara strategis di atas Keledai Uap. Keledai Uap ini memainkan peran penting dalam menjaga konvoi logistik tetap aman, mengangkut amunisi dan suplai ke garis depan. Dengan Sundang MK-2 yang dipasang di atas mereka, Keledai Uap memberikan perlindungan tembakan berat, memungkinkan pasukan logistik untuk bergerak dengan aman melalui rute-rute yang rawan serangan.

Pertempuran untuk benteng pertama ini sangat melelahkan, memakan waktu berhari-hari sebelum akhirnya pasukan Batam berhasil meruntuhkan dinding pertahanan dan mengambil alih benteng tersebut. Jenderal Muh dan para perwiranya segera mengatur kembali pasukan mereka, memperkuat posisi di benteng yang direbut, sambil bersiap untuk melanjutkan serangan ke benteng-benteng berikutnya di Karimun.

Sementara itu, pasukan musuh yang tertekan dan mulai kehabisan sumber daya tetap gigih. Mereka melancarkan serangan balik yang penuh semangat, meskipun hasilnya minim karena keunggulan taktik dan teknologi pasukan Batam yang lebih unggul. Jenderal Muh, dengan arahan dari Tom dan Ela, terus memantau dan menyesuaikan strategi untuk memastikan kemenangan yang akhirnya datang dengan harga yang seminimal mungkin bagi pasukan mereka.

Napoleon dan delegasi Prancis, yang memantau dari jarak jauh, sangat terkesan dengan ketangguhan dan inovasi militer Persemakmuran Melayu Batam, memberikan mereka dukungan moral dan logistik tambahan untuk menyelesaikan kampanye di Karimun dengan sukses.

Di lautan, Armada Batavia yang dipimpin oleh Laksamana Frans Van Der Meer, bergerak dengan efisiensi luar biasa, seperti mesin perang yang tak terbendung. Tugas mereka jelas: membombardir dan membumihanguskan Tarempa, memastikan kota itu tidak dapat digunakan lagi sebagai basis oleh Kesultanan Riau-Lingga dan Johor.

Armada Batavia terdiri dari kapal-kapal perang yang dilengkapi dengan meriam-meriam berat. Mereka berlayar dengan koordinasi yang sempurna, setiap kapal bergerak seperti bagian dari mesin besar yang berfungsi dengan presisi. Taktik mereka adalah menggunakan keunggulan jarak tembak mereka untuk menjaga jarak aman dari pertahanan pantai Tarempa sambil terus membombardir kota itu tanpa henti.

Serangan dimulai saat fajar, meriam-meriam besar Batavia mulai menggelegar, melepaskan rentetan peluru yang menghantam benteng-benteng pertahanan dan fasilitas penting di Tarempa. Ledakan demi ledakan mengguncang kota, menghancurkan infrastruktur vital dan memutus jalur logistik musuh. Gudang senjata, pos komando, dan jalur transportasi utama hancur lebur dalam serangan tanpa ampun ini.

Setiap kapal di armada itu beroperasi dengan kecepatan dan ketepatan luar biasa. Laksamana Frans Van Der Meer mengarahkan operasi dari kapal induk utama, memastikan bahwa setiap serangan mencapai sasaran dengan akurat dan efektif. Tidak ada ruang untuk kesalahan, dan armada Batavia menunjukkan disiplin yang ketat dalam setiap langkah mereka.

Dalam waktu kurang dari dua hari, Tarempa berubah menjadi puing-puing. Kota itu lumpuh, tidak lagi dapat mendukung operasi militer dari Kedua Kesultanan. Pasukan musuh yang selamat terpaksa mundur ke daerah-daerah yang lebih aman, meninggalkan Tarempa yang kini tidak lebih dari reruntuhan.

Kemenangan ini sangat signifikan bagi kampanye militer Persemakmuran Melayu Batam dan sekutu-sekutunya. Dengan Tarempa dihancurkan, musuh kehilangan salah satu basis strategis utama mereka di wilayah tersebut, yang pada akhirnya memperkuat posisi Batam dalam konflik ini. Napoleon, yang terus menerima laporan dari armada Batavia, merasa puas dengan keberhasilan operasi ini, semakin mempererat aliansi antara Prancis, Batavia, dan Persemakmuran Melayu Batam.

Republik Batavia menaikkan intensitas militer mereka, melancarkan blokade maritim yang ketat terhadap Kesultanan Riau-Lingga dan Johor. Blokade ini bertujuan untuk memutus jalur suplai dan dukungan logistik ke pulau-pulau yang masih dikuasai oleh kedua kesultanan tersebut, khususnya Karimun, yang menjadi pusat pertempuran sengit antara pasukan Persemakmuran Melayu Batam dan pasukan kesultanan.

Kapal-kapal perang Batavia berpatroli di perairan sekitar Karimun dengan disiplin dan ketat, menghentikan setiap upaya pengiriman logistik dari darat atau laut menuju pulau itu. Tidak ada kapal yang bisa mendekat tanpa terdeteksi dan dihentikan oleh armada Batavia yang siap tempur. Setiap jalur laut utama diawasi ketat, memastikan tidak ada bantuan yang dapat mencapai pasukan kesultanan di Karimun.

Karena blokade ini, Karimun terisolasi. Pasukan kesultanan di pulau itu, yang sebelumnya bergantung pada suplai dari daratan utama dan pulau-pulau lain, kini harus bertahan sendiri dengan sumber daya yang terbatas. Tekanan meningkat bagi mereka karena persediaan mulai menipis, dan mereka tidak dapat menerima dukungan tambahan baik dalam bentuk pasukan maupun peralatan.

Sementara itu, pasukan Batam, yang dipimpin oleh Jenderal Muh, terus memperluas penguasaan mereka di Karimun. Dengan pengetahuan medan yang baik dan strategi militer yang cerdas, pasukan Batam membangun posisi-posisi kunci di sekitar pulau, memperkuat kontrol mereka dan menghancurkan perlawanan yang tersisa. Sundang MK-1 dan Keledai Uap digunakan dengan efisiensi tinggi, memberikan keunggulan teknologi yang signifikan di medan perang.

Pasukan kesultanan yang terperangkap di Karimun mulai kehilangan moral dan kekuatan. Kehilangan dukungan logistik membuat mereka rentan terhadap serangan Batam yang semakin agresif. Pertempuran berkepanjangan dan kondisi sulit memaksa mereka untuk bertempur dalam keadaan yang semakin buruk, sementara pasukan Batam terus menekan dan mengepung mereka dari semua sisi.

Blokade ini menjadi faktor penentu dalam melemahkan posisi musuh dan mempercepat kemenangan Persemakmuran Melayu Batam di Karimun. Dengan Karimun semakin melemah, fokus kini bisa dialihkan ke operasi militer lain untuk menekan kedua kesultanan lebih jauh, memastikan dominasi penuh Batam di wilayah tersebut.

Korps Angkatan Darat Prancis, yang berjumlah 500 orang, termasuk kavaleri, artileri, dan perlengkapan lengkap, akhirnya mendarat di Karimun untuk mendukung Jenderal Muh dan pasukan darat Batam. Pasukan elit ini, yang kebetulan mengikuti Napoleon sebagai pengawal pribadinya, membawa pengalaman militer mereka ke medan perang.

Saat mendarat di Karimun, pasukan Prancis segera berkoordinasi dengan Jenderal Muh. Kolaborasi strategis antara kedua pasukan ini memperkuat pertahanan Batam dan mempercepat serangan terhadap posisi-posisi kesultanan yang tersisa. Kavaleri Prancis, dengan keterampilan manuver mereka yang luar biasa, membantu membuka jalur untuk infanteri Batam, sementara artileri mereka memberikan dukungan tembakan jarak jauh yang menghancurkan pertahanan musuh.

Keahlian militer yang dimiliki oleh pasukan Prancis memberikan keunggulan taktis. Mereka memperkenalkan taktik baru yang belum pernah digunakan oleh pasukan Batam sebelumnya. Jenderal Muh dan perwira-perwiranya dengan cepat mengadopsi taktik baru ini, menciptakan sinergi yang kuat antara pasukan lokal dan pasukan asing.

Pasukan kesultanan di Karimun kini menghadapi tekanan yang jauh lebih besar. Kehadiran Prancis membuat mereka kewalahan, karena mereka harus menghadapi serangan yang lebih terorganisir dan mematikan. Pertahanan yang mereka bangun dengan susah payah mulai runtuh satu per satu, mempercepat keruntuhan total mereka.

Dengan Korps Prancis yang terlibat langsung dalam pertempuran, Karimun semakin dekat dengan penaklukan penuh oleh Persemakmuran Melayu Batam. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat hubungan militer antara Batam dan Prancis, tetapi juga menunjukkan komitmen nyata dari Republik Prancis dalam mendukung sekutu baru mereka di wilayah tersebut.



TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top