Hujan







Satu persatu, suara hujan yangmenghantam jendela semakin tipis jarak antara satu dan lainya, gemuruh hujan di sertai sambaran kilat putih yang menyinari langit dalam seperkian detik kini membuatku berhenti dari mengetik di atas papan keyboardku.

Selain aku, Mbak Nana dan Mbak Erica juga seperti itu, dua perempuan yang sedang berbicara ringan soal projek baru kami yang akan di sosialisasikan ke seluruh team divisi lusa nanti, bahanya sudah sempurna, perizinan dengan atas juga sudah di urus dari dua bulan lalu oleh mbak Erica dan aku, jadi sambil menunggu waktu tiba kami mendadak tidak sesibuk biasanya.

Dua hari ini hujan terus menerus tampa henti, jakarta yang sudah tidak kuat menampung manusia itu kini di perberat dengan harus menampung air hujan, tanah tanah di gantikan beton, sedalam rasutan meter gedung gedung pencakar langit menancapkan paku-paku bumi, tidak ada irigasi, tidak ada penyerapan. Tidak butuh waktu lama, jakarta sudah banjir.

Mbak Nana menoleh ke arahku, "kamu kemarin pulang naik apa, Ra?" Tanyanya

Kemarin sore hujan deras, karena hujan deras maka jakarta akan 2x lipat kemacetanya, jadi aku memilih pulang bersama yogi dan meninggalkan mobilku, kami bisa bergantian menyetir kita benar benar terjebak macet dalam waktu lama, itu juga alasan tadi malam kami bisa satu atap.

Belum menjawab pertanyaan Mbak Nana, aku mentup laptopku, mengambil secangkir teh hangatku dan bergabung dengan mereka yang sedang duduk duduk santai di sudut ruangan kami yang tertata sofa allset untuk meeting atau pertemuan dengan klient, sekaligus tempat paling nyaman untuk mengobrol di tengah siang yang gelap ini.

"Sama temen, Mbak." Jawabku

Mbak Erica menaikan alisnya, "sama Cezka?"

aku menganguk, berbohong. mbak Nana beroh ria mendengar jawabanku. Kemarin emang sempat papasan sama mbak nana di lobby teras kantor, sama sama sedang memandang langit yang masih menurunkan airnya.

Mbak Erica menunjukan gelagatnya akan bertanya kembali, "Omong-omong, kasihan juga ya divisi progaming. Divisi kita juga kasihan, tapi mereka lebih sengsara karena kehilangan jejeran atasnya, Cezka pasti bingung," katanya dengan ekpresi iba.

Mbak Erica adalah perempuan yang skriptis, logical, and to the point. Jadi ketika dia merasa simpati artinya memang keadaan yang benar benar menyedihkan.

Dari penampilanya yang terkenal bold dan tajam, sepertinya orang orang juga bisa menebak sikap mbak Erica seperti apa. Tubuhnya tinggi badanya langsing bak model fashion week paris, tulang tubuhnya jelas apalagi tulang rahangnya yang menonjol, bibirnya tebal serta rambutnya hitam mengkilap yang gemar di biarkan panjangnya terurai.

Biar terkesan galak seperti itu, Mbak Erica sudah menikah, empat bulan lalu. Suaminya seorang seniman berdarah pranciss. kalian harus lihat anak perempuanya yang begitu manis.

berbeda dengan Mbak Erica yang terkesan jutek, Mbak Nana malah sangat terlihat Aura keibuanya. Mbak Nana di usung usung, Foreman paling baik hati, paling ramah. Para team juga lebih gemar berbicara dengan Mbak Nana jika ada suatu kendala, nanti membiarkan Mbak Nana yang berbicara dengan kami menjelaskan jika ada suatu kendala.

Jika kalian pernah melihat karakter dari umminya Nusa, itu adalah Mbak Nana. Putih, tinggi, langsing, cantik dengan wajah nya khas timur tengah. Mbak Nana ini perempuan dari keluarga Turki, nama aslinya adalah Najwaa keish.  Sudah menikah juga, dulu mbak nana jadi inceran satu perusahaan karena parasnya, secara tiba tiba mbak nana menyebarkan undangan pernikhaan adalah hati patah hari nasional satu perusahaan.

Umur mbak nana dengan mbak erica, sama. Maka dari itu keduanya sangat akrab, di luar maupun di dalam kantor. 10 tahun lebih tua dariku.

Karena foreman divisi lifestyle beranggotakan 4 orang, ada satu lagi Diantara kami yang sedang absen hari ini. Namanya Mbak Leia, nanti lain kesempatan aku akan ceritakan perempuan asal padang itu.

Kembali ke percakapan, aku menganguk setuju dengan pertanyaan mbak Erica. "Iya, mbak. Pasti sengsara ngehandle banyak acara"

Mbak erica hanya menunjukan ekpresi sedihnya, tanganya meraih cangkir kopi lalu menyeruputnya dengan seksama, sesekali mbak erica memandangi jendela yang menunjukan gelapnya langit serta derasnya hujan.

"Eh, tapi kan ada si Hadinata Bastoro." Celetuk Mbak Nana sambil menyentuh pundaku.  "Yang ganteng itu" lanjutnya dengan ekpresi penuh arti.

Aku tertawa kecil mendengar bicaranya, aduh mbak nana ini malah terlihat seperti ibuku jika jiwa gossipnya keluar.

"Tapikan, dia gak ada basic media, Mbak." Jawabku, "cezka bakal extra buat ngebimbingnya"

Mbak Erica menoleh ke arah kita, fakta ini sepertinya membuatnya tertarik. "Si bontot bastoro?"

Kini gantian mbak nana yang berekpresi sedih sambil menganguk ke arah mbak erica. "Yahh, sayang sih. Pehamannya soal media bener bener 0."

"tapi dia ganteng" kembali, mbak nana menegaskan fakta ini. "Terkenal banget tuh satu perusahaan yang jomblo jomblo perawan gossipin dia, hadinata si bungsu tampan."

Sebagai mantan permata yang di rebutin seluruh pria jomblo di perusahaan, sepertinya mbak nana gak sadar kalau dulu ia berada di posisi hadinata.

Di mata Mbak Erica, tampan terdengar tidak begitu penting, di otaknya sepertinya sudah tertanam fakta buruk tentang hadinata. "iya tapi tetep aja, bego" cibirnya

Mbak Nana tampak jengkel karena bujangan kebangaanya di katain hal buruk seperti itu. "Yakan wajar, Rica. Nanti juga sehebat abangnya. Cezka juga perempuan pintar yang bisa membimbing kok" jelasnya

"Betul!" Aku menimpali

sambil memutar bola matanya, mbak erica menghela nafas. "tahu dari mana bakal berkembang? Kalian ini kaya cenayang aja"

Sudah terlihat malas menanggapi pesimis dari mbak erica, mbak nana kembali menoleh kepadaku. "Kamu gimana, Ra? Sama pacarnya aman?"

mbak erica buru buru menyelak pertanyaan mbak nana terhadapku. "Oh iya, katanya pacarmu orang media juga? Media mana, ra? Bisa kali di ajak colaborasi dengan divisi kita" idenya.

seperti perdebatan lainya, mbak Nana kembali menyela mbak erica dengan cepat. "Erica, jangan campurkan urusan pekerjaan dalam hubungan kaya gitu! Gak boleh nanti rusak!"

Terdiam, mbak erica menganguk setelah berfikir beberapa detik. "Bener juga"

kini keduanya menoleh kepadaku, menunggu responku.

Responku tertawa pelan, "hehe, baik, mbak." Juga seta berdoa semoga tidak tanya lebih jauh soal si pacar yang aku sembunyikan identitasnya.

Keduanya menganguk-anguk.

"Na, kamu gak berusaha jodohin Ra sama si bujangan kesayangan kamu kan?" mbak erica lagi lagi bertanya sinis kepada mbak Nana.

Mbak nana tentu saja mengeleng kuat, "yakali, ric? Aku emang gila apaa?!! Lagian selain gosip hadinata yang terkenal kegantenganyaa nihh, gossip rahasianya juga nempel sama cezka. Wah aku yakin banget benerapa bulan lagi ada pasangan baru di perusahaan kita" tuturnya dengan girang

Aku ikut tersenyum lebar, "SAMA MBAK! AKU JUGA PENDUKUNG MEREKA BERDUA WALAU SI HADIN ITU BEBAN" ujarku lantang.

Mbak Nana tertawa kencang melihat pendapatku yang sama denganya, deretan gigi rapihnya mendadak ia pamerkan. Haduh walau sudah beranak dua saja beliau masih terlihat cantik dan sejuk. "Semoga deh, ra. Lumayan kamu punya temen deket yang bakal jadi nyonya kedua bst" katanya

Kembali, mbak erica mencibir pendapat mbak nana. "Aduh, Na. Si Ra ini kan emang deket sama pak Danny choi juga, sama pak Yogi. Ngapain butuh koneksi dari orang lain, koneksi ra ini juga kenceng, makanya dia bisa jadi anggota foreman tampa pengalaman kerja sama sekali di bst, kan?" sindir mbak Erica.

Menangapi sindiranya, aku tersenyum lebar. "Jadi aku kurang layak, begitu mbak?"

Mbak Erica tertawa kecil. "Aku bukan bilang kamu gak layak, kamu bagus, aku akui kinerja kamu sudah setara dengan foreman, sayang sekali jika di tempatkan di team di bawah foreman. Cuman yang semakin membuat kamu beruntung ya, koneksi."

situasi mendadak jadi kembali serius, mbak nana menyentuh pundaku dengan tatapan bangganya. "Lanjutin ya, Ra. Aku menyebut kamu sebagai si pembawa keberutungan, koneksi kamu bisa di manfaatkan oleh satu divisi. Pak kai lebih jinak kalau kamu yang bicara, selain itu juga cuman kamu yang berani melapor ada kasus korupsi di divisi kita"

sebelumnya yang menduduki kursi sebelahku ini adalah Bu Yaniar, usinya sudah mendekati pensiun. beliau foreman yang mengawasi aliran dana divisi kami, tampa di duga duga malah beliau sumber dana semakin hari semakin menipis tampa alasan yang jelas. Ini si sumber utama divisi ini tidak maju dan semakin merosot.

Foreman berisi lima hanya dua bulan, setelah itu aku mengajukan ada kasus ini ke pak Kai, di bantu sama Mbak Erica. Setelah itu kasus kami di tindak serius oleh para atasan perusahaan, sampai sampai Yogi ikut hadir dalam rapat pelaporan kami.

ya benar juga sih perkataan Mbak erica soal koneksiku disini yang membuatku berutung dan di dengarkan. Aku tidak menyangkalnya, malahan alasan aku berani bertindak macam macam karena ya koneksi, aku dekat dengan danny, aku gemar makan siang dengan Bian dan Cezka, ditambah Atas rekomendasi Yogi sendiri yang membuatku masuk ke sini.

"aku bakal manfaatin itu buat kemajuan divisi kita kok mbak." jawabku dengan yakin.

Si mbak nana malah memeluku gemas. "Aduh kamu nih kaya adiku tau, ra!" ujarnya

memang benar sih aku di perlakukan seperti adik mereka karena umurku yang selampau 10 tahun dengan mereka, bahkan 15 tahun dengan mbak Leia.

"Nanti malem di Raca mau? Makan makan sebelum sibuk karena projek program baru" usul mbak erica

Aku percaya satu hal,

Hujan selalu membawa seseorang mengenal lebih dekat.

Baik dari hubunganku dengan para foreman seperti saat ini, hubunganku dengan cezka kala kecil bermain di bawah rintikan hujan, maupun hubunganku dengan yogi kala sma dan saat kami kembali dekat.

hujan memperdekat segala sesuatu yang jauh, sebuah komunikasi dari hati : kejujuran.

___

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top