Hasil 7th Day part 2

OMEGAD 11k read and 1,1k vote!!
~~~~~~

DOMINAN C

Finn bukanlah anak yang bisa bersabar. Dia segera pergi menyusul ketika tahu kau dibawa pergi Gabriel. Untunglah ingatannya masih tajam, jadi dia bisa langsung mengejarmu.

Gerbangnya terbuka, kesempatan sekali bagi Finn. Ia segera masuk dan mendobrak pintu utama. "Gabriel! Dimana kau?! Cepat keluar!"

Sunyi.... Tidak ada orang.

"Aneh. Kemana orang-orang?" Tanpa ragu dia melangkah masuk. Sudah lama ia tidak masuk ke dalam rumah ini, aroma nostalgia pun memenuhi udara.

Lorong demi lorong ia tapaki tanpa ragu. "Cih...! Kemana anak itu...?!"

"Mencariku, Gregory?" Sebuah suara familiar terdengar. Di sudut sana Gabriel berdiri lengkap dengan senyuman khasnya.

"Hentikan panggilan aneh itu, Gab!" Finn menghampiri dan merenggut kerah sang mantan sahabat. Maniknya terbakar api kekesalan. "[y/n] kau sembunyiin, kan?! Dimana dia sekarang?" Finn berteriak tepat di wajah Gabriel, namun sang lawan bicaranya sama sekali tak menghiraukan.

Gabriel berkata lengkap dengan seringai di wajahnya, "Greg, jahat. Masa menuduhku yang gak, gak?" Perlahan ia mulai menyingkirkan tangan dingin dari kerahnya, hanya saja, sayang sekali Finn tak melepaskannya semudah itu.

"Halah, ngaku aja. Lagian siapa lagi kalau bukan kau? Anak-anak juga tahu, kok, kau pergi ninggalin sekolah bareng [y/n] tadi sore."

Gabriel mengangguk. "Iya, sih, emang betul. Aku pulang bareng sama [y/n] tadi sore. Dan emang betul [y/n] mampir ke sini tadi. Tapi... yang bikin bingung, kau bobol rumahku cuma buat nyari [y/n]. Eh?"

Perempatan muncul di pelipis Finn. "Aku juga bakalan hajar mukamu kalau kau gak ngasih tahu dimana [y/n]. Dan lebih parah jika kau yang nyembunyiin dia. Plus... Aku gak jamin apa-apa kalau tubuhmu masih bisa berfungsi dengan baik."

"Hey, hey, kau lupa satu hal. Di rumah ini aku gak tinggal sendirian. Jadi...." Seringai Gabriel hilang dari permukaan. "Jika sesuatu terjadi padaku, aku gak jamin kau bisa keluar dari sini." Ucapnya. Kemudian barulah Finn sadar jika sedari tadi satu tangan Gabriel bersembunyi di belakang punggung. Ia menggengam sebuah alat kecil dengan lampu merah kecil di ujungnya. Beberapa detik kemudian beberapa orang hadir menyergap di kedua sisi lorong sehingga Finn tidak dapat kabur.

Tanpa hitung waktu lagi Finn sudah dilumpuhkan ke lantai oleh dua orang. Memang, Finn selalu meronta dan sedikit membuat dua orang penjaga itu kesulitan. Hanya sedikit. "Lepasin!"

Sementara itu Gabriel tersenyum puas. Dia berjongkok di hadapan finn. "Well, alat ini selalu efisien. Sayang, aku gak bawa yang lainnya. Saa.. Gimana kalau ke ruang prakaryaku? Disana ada banyak benda menarik loh...!"

DOMINAN D

Alex tak langsung menyusulmu, ia malah menyuruh orang untuk menyusup ke rumah Gabriel. Malam itu sedikit berhujan dan tak ada tanda tanda kehidupan di jalanan. Bahkan sinar rembulan pun tak muncul. Tiga jam berlalu, tak ada kabar sejak mereka—kelompok penjaga yang Alex suruh—pergi. Apa mereka berhasil atau tidak? Yang jelas hal ini semakin membuat Alex cemas.

Beberapa saat kemudian ponsel Alex bergetar. Tepatnya di samping kanan Alex, ponsel itu berada. Alex meraih dan membuka kuncinya. Di sama terdapat email baru masuk. Isinya, yaitu foto orang-orang yang ia kirim sedang terkapar terluka di lantai. Disana juga ada wajah Gabriel terpampang tengah tersenyum ke kamera.

'Ini orang-orangmu, Alex? Mereka lemah juga, ya. Aduh-aduh! Enaknya diapain, ya?' Begitu bunyi isi emailnya.

Sontak Alex menekuk wajahnya. Ponselnya ia banting ke lantai, beruntung tidak pecah. Saat ini dia kesal, bahkan orang-orangnya pun tidak bisa membawamu pulang. Bergegas ia mengambil mantel dan melesat keluar.

Kemana lagi jika bukan ke tempat Gabriel? Menyelamatkanmu dan para manusia tak becus—suruhannya. Kalau begini lebih baik jika ia sendiri yang datang.

Dengan santai ia memasuki lahan rumah Gabriel. Di kediaman ini memang tak terlihat keamanannya. Meski begitu Alex tak boleh lengah.

Alex melompat melewati pagar. Kakinya tak gemetar sedikit pun. Terima kasih sebab kemampuan atletiknya. Ia menyusup ke dalam, menyusuri lorong-lorong dengan hati-hati. Dia tahu letak ruangan yang ada di foto tadi. Bawah tanah. Prediksinya, Gabriel masih ada di sana, menunggu kedatangan seorang Alexander Nightford.

Sebuah pintu mengarahkannya pada anak tangga menuju bawah tanah. Ruangan luas dengan bau menjijikkan, meski mungkin hanya bagi Alex. Udaranya lembab, dindingnya sedikit berlumut. Di sudut pandangannya terdapat beberapa orang tergeletak di lantai, tak beraturan.

"Tenang saja aku belum melakukan apapun pada mereka." Sebuah suara dari sudut lainnya memecah keheningan. Itu Gabriel, duduk di kursi empuk seraya memangku sebuah buku. Sepertinya dia baru saja selesai membaca. "Astaga, kau betulan datang, Alexander." Pria muda itu berdiri, menghampiri sosok alex.

"Gabriel. [y/n] gak ada hubungan apa-apa dengan masalah kita. Bebaskan dia!"

"Aduh, duh, duh! Dari mana kau tahu itu aku? Hihihi... Apa, sih? Pastilah [y/n] punya hubungan. Dia ngegantiin posisiku, bukan?"

BUGH!!

Sebuah kepalan tangan baru saja melayang ke wajah Gabriel. "Jangan samakan dirimu dengan [y/n], keparat! Gak ada satu pun yang sama antara kau dan dia." Alex benar benar marah. Pandangannya menajam, dia terbakar. Jijik, marah, kesal, sakit, semua perasaan itu bercampur aduk.

Gabriel terbanting ke lantai. Pukulan Alex adalah yang paling kuat. "Hehe...," memegangi wajahnya, Gabriel terkekeh. Ia mengadah menatap Alex. "Kau masih yang terkuat, kah? Saa saa, memang benar aku pelakunya. Tapi, [y/n] gak ada di sini. Astaga... pantas kalian menyukainya. [y/n]—"

BUGH!

Pukulan Alex melayang untuk yang kedua kalinya. Kini tubuhnya menduduki Gabriel. "Cukup katakan dimana [y/n]! Biar aku cepat pergi. Kau mau wajahmu lebih bonyok lagi? Atau ada yang mau aku patahin? Silahkan Gabriel!"

"Sayang sekali," sudut bibir Gabriel berdarah. Ia mengusapnya dengan punggung tangan. "Aku malas bermain denganmu." Ekspresinya berubah menjadi serius. "Tapi ya...."

STAB!

"Jika aku yang menjadi singanya, dan kau mangsanya, aku sih ga masalah."

Sebuah benda menusuk pinggang belakang Alex. Benda itu tajam, runcing, dingin dan sedikit berat. Ketika Alex mencabutnya, baru lah ia sadari jika benda itu merupakan peluru bius. Perlahan kesadarannya pun menghilang, ia terguling menyingkir dari tubuh Gabriel yang tersenyum ramah.

"Nah... sekarang, enaknya bagaimana, ya?"

DOMINAN E

Raven mengendap-endap sore itu. Ia menyusup masuk ke dalam rumah Gabriel. Gerakannya lincah bahkan bisa dikatakan lihai. Dia tak membuat suara gaduh sedikit pun —Dia pro.

Gabriel tengah membaca buku dengan manis di ruang belajarnya. Lembar demi lembar ia balik, tak sadar jika seseorang mengintainya. Merasa lelah ia berdiri untuk mengembalikan buku tersebut. Dan ketika ia tengah meletakkan bukunya...

"Oh! Ya Tuhan!" Tiba tiba dia berteriak. Rupanya ada sepasang tangan mendorong tubuhnya ke rak buku. Tangan tersebut juga mengunci alat gerak Gabriel sehingga tubuhnya tak dapat bergerak seinchi pun.

"Halo Gab..." Raven berbisik tepat di telinga Gabriel. "Jangan berisik. Nanti yang lain tahu," ucapnya.

Gabriel tak merespon apapun selain mengangguk. "Lalu... [y/n] mana? Kau gak nyimpen dia buat kepuasanmu seorang kan?" Raven pun menyeringai geli.

"Jahatnya." Gabriel mengembungkan sedikit pipinya. "Kami saja baru bertemu. Haha! Apa dia semenarik itu? Apa bagusnya aku simpan [y/n] untuk mainanku?"

BUGH!

Tanpa pandang bulu, Raven menubrukkan tubuh Gabriel lebih kuat ke rak. Yakin, tubuh Gabriel sangat kesakitan sekarang ini. Beberapa buku saja sampai jatuh akibat guncangan yang dibuatnya. "Benar, kan, kau yang menyembunyikannya?" Raven berkata penuh penekanan di setiap katanya.

"Raven... Raven.... Dari kalimatku aja udah keliatan, kan? Tapi ya, [y/n] gak ada di sini."

"Terus dimana?"

"Biarin aku lepas, nanti aku tunjukkin tempatnya. Ah, tapi ini udah gelap. Aku gak yakin bisa membimbingmu ke tempat yang benar."

BUGH!

Sekali lagi tubuh Gabriel menghantam rak buku. Well, kesabaran Gabriel telah habis. Dia menunduk, menyembunyikan ekspresinya. Raven sempat bingung, apa yang dilakukan mantan kawannya tersebut? Dalam kekosongan waktu itu, Gabriel sengaja mengambil kesempatan. Dengan kecepatan maksimal ia menubrukkan kepalanya ke belakang, sampai menubruk milik Raven. Tindakannya ini lumayan sukses memukul mundur Raven. Pegangan di tangannya melonggar, sebuah kesempatan bagi Gabriel untuk kabur.

Tiga detik kemudian Gabriel lolos. Raven berniat menangkapnya kembali, namun, Gabriel, dia jauh lebih gesit. Sebuah pistol yang tersembunyi di balik pakaiannya ia acungkan pada kepala Raven. "Ya ampun, Raven! Kau benar-benar membuatku kesal! Aku benci jika menjadi mangsa, bagaimana kalau kita gantian? Aku predator dan kau mangsanya," ucap Gabriel tersenyum miris.

Raven tak tahu apakah pistol itu betulan atau bohongan. Yang dia ketahui, Gabriel bisa melakukan apa saja padanya.

"Gab—"

"Tik-tok, tik-tok." Tanpa memberikan lawannya berbicara, Gabriel melepaskan peluru di dalamnya. Itu adalah peluru bius, biasanya digunakan untuk hewan buas. "Ada gunanya juga benda ini, kan?"

SEMENTARA

Kau meringkuk di atas kasur. Cuacanya dingin, tak ada selimut. Sedangkan pakaian yang kau gunakan hanya ada seadanya seperti ini. [pikirkan pakaian sekolahmu tapi bukan seragam]. Perutmu bergemuruh lapar sebab tak makan sejak tadi siang. Ada secangkir teh dan biskuit yang ditinggalkan untukmu namun kau enggan menyentuhnya. Hujan tidak terlalu deras namun cukup berbahaya jika kau kabur apa lagi dengan kondisi tanah yang licin. Memang tidak ada jalan keluar selain satu pintu. Namun kau bisa mencoba jika mau.

Baru saja pemikiran seperti itu memasuki pikiranmu, suara kenop pintu tergeser pun terdengar. Apakah itu Gabriel?

Perlahan pintu terbuka, namun tidak seluruhnya. "[y/n]...." Sebuah suara dari balik pintu membisikkan namamu. Itu... Kau tahu itu bukan suara Gabriel. Melainkan...

"Steve?"

Pintu kini terbuka lebar, dengan jelas kau melihat sosoknya berdiri di ambang pintu. Steve dengan mantel hujannya. "Syukurlah aku menemukanmu!" Ucapnya melepas ekspresi lega. Tanpa basa basi Steve segera melangkah masuk. Terburu-buru, namun, hati-hati, dia melepas dan menaruh mantelnya di pundakmu.

"Ayo pergi dari tempat ini, [y/n]."

~~~~~~~~~~~~~~~~~
Astaga setippp astaga holly nastar slow update *digampar*
Aku mau tengilin reader/qt di sini '-')/ Mueeehhhh... *digamparin*
Buat chapter ini belum ada kemajuan apa-apa. Gimana nasipmu dan para yandere? Lets see :3
Bye bye *kabur*

Love,

Alicia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top