Hasil 4th Day
Ketika kamu tersadar, tanganmu sudah diikat ke belakang, ke sebuah meja di ruang PKK. Ya, meja itu tentunya berat. Setidaknya kamu tidak bisa bergerak banyak.
"Halo [y/n]," sapa seseorang yang berdiri di hadapanmu. Ia siswi yang nampaknya seumuran denganmu. "Apa tidurmu nyenyak?" Gadis itu tersenyum menyeramkan seraya meraba permukaan meja di sampingnya.
Meski kau meronta, sekuat tenaga berusaha melepaskan diri, hasilnya tetap nihil.
"Aah, kenapa, nih? [Y/n], jangan bilang kamu takut padaku?"
"Apa maumu?" Akhirnya kalimat itu keluar dari mulutmu. Setelah sebelumnya mungkin terasa mengganjal di tenggorokan. Keringat dingin bercucuran takut sesuatu yang buruk terjadi.
Gadis tadi sempat memasang wajah datar sebentar. Namun kemudian tergantikan oleh seringai yang mengerikkan. Ia berjongkok di hadapanmu mengatakan, "Aku ingin jadi temanmu."
Eh?
Ia bahkan tersenyum ramah. Ini halusinasimu atau apa? Tadi dia terlihat menakutkan tapi sekarang... Yang kau lihat malah gadis SMA biasa yang polos.
"[Y/n]...," Ia mengacungkan sebilah pisau padamu. "Kau mau jadi temanku, kan?"
Apa-apaan ini? Ia berbuat sejauh ini hanya karena ingin menjadi temanmu? Lagi pula, untuk apa pisau itu?
Gadis tadi memotong tali yang mengikat pergelangan tanganmu. "Nah! Sebagai teman, kau mau kan, membantuku?"
"Bantuan?"
"Ya... Kau tahu, selama ini kau berdiri menghalangi jalanku. Keberadaanmu terlalu berefek pada (yandere-kun)."
Aah... (Yandere-kun) toh...
Tunggu, maksudnya dia suka sama (yandere-kun)? Dan yang nulis surat juga SMS ancaman atau bahkan semua bully-an ini... pelakunya adalah dia?
"Kau yang menulis surat itu?"
Yandere-chan di hadapanmu kembali menyeringai. "Ya, memangnya siapa lagi?"
Kemudian pada saat itu, kau mendengar suara pintu terbuka. Disana Steve berdiri menatap kalian. "Ini sudah malam. Kalian sedang apa?" Sapanya tanpa dosa. Padahal dia baru saja memecahkan mood Yandere-chan.
Pandangan Steve turun pada pisau yang dipegang Yandere-chan. Tatapan tenangnya tergeming. Ditambah dengan posisimu yang terpojok oleh Yandere-chan semakin memperkuat hipotesanya.
Tanpa ragu Steve menghampirimu. Setiap langkahnya berat seperti ia sedang marah. Udara di sekelilingnya pun terasa mencekam.
"Um... Tidak. Kami sudah selesai kok." Yandere-chan mengibaskan tangannya di depan dada. Kemudian ia meletakkan kembali pisau yang ia ambil pada posisinya sebelum berlari melewati Steve—menuju pintu keluar.
Namun sebelum keluar, ia memberimu satu senyuman manisnya. "Sampai jumpa [y/n]!"
Tersisa kau dan Steve. Pemuda tegap itu membantumu berdiri. "Ayo. Aku antar pulang." Ucapnya.
DOMINAN A
Kau menolaknya dengan to-the-point. Tapi Steve malah tertawa.
"[Y/n], kau pikir aku tak bisa melihatnya?" Ujar Steve yang malah membingungkan.
"Kau itu sedang menjadi sasaran bullly," ucapnya ceplas ceplos. "Kau bisa mengabaikannya, tapi itu tak akan menyelesaikan masalah."
Jujur saja kau sedikit terkejut mendengar Steve memberimu saran seperti ini. "Aku bisa menangani in--"
BRAKK
Steve memojokkanmu di meja. Kedua tangannya menjaga kedua tanganmu diam di sisi kiri dan kanan meja, menjagamu agar tak kabur. Belum lagi tubuhnya yang ia condongkan semakin memojokkanmu. "Apa hal seperti ini kau bisa mengatasinya sendiri? Disini tak ada orang, hanya kau dan aku," bisiknya di telingamu.
Ah, kakimu bebas, kau bisa menendangnya, siapa bilang? Steve sudah mengapit salah satunya dengan kedua kakinya. Kau tak bisa kemana mana.
Akhirnya kau mendengus, lelah tak ingin lama-lama berdebat dengannya. "Kalau begitu... aku harus Bagaimana?"
Steve menghela napas, lalu tersenyum senang mendengar pertanyaanmu.
"Kau hanya cukup datang padaku."
Akhirnya Steve melepaskanmu.
"Ayo pulang!"
Steve mengantarmu pulang, tetapi perjalanan berlangsung sepi. Bagaimana menurutmu? Apa Steve menakutkan?
Seseorang yang nampaknya familiar muncul dari arah yang berlawanan denganmu. Dia Satomi. Maniknya membulat ketika menemukanmu berjalan bersama Steve.
"[Y/n], apa yang kau lakukan hingga larut malam?" Ia tahu kamu baru pulang dari sekolah.
Satomi melirik Steve. "Dan kau..."
"Aku hanya mengantarnya pulang," Steve tersenyum. Ia memberi isyarat agar kau melanjutkan berjalan dengannya.
Tapi, Satomi menghalanginya. "Cukup. Aku tetangganya. Kami bisa pulang bersama," ucapnya.
Steve mengalah. Setelah mengatakan selamat malam, ia pamit. Sekarang bersisa kau dan Satomi untuk berjalan berdampingan.
"Apa ada yang terjadi sepulang sekolah?"
Kau menggeleng, tapi setelahnya Satomi meyakinkanmu untuk cerita. Akhirnya kau mau berbicara sambil berjalan pulang. Hingga tanpa sadar kamu sudah ada di depan rumahmu.
Satomi menghela napas. "Tetaplah berada di rumah, jangan pergi ke mana-mana sampai masalah ini selesai."
"Maksudmu bolos sekolah? Lalu aku mau bilang apa ke bibiku? Lalu pelajaranku?"
"[Y/n]" Satomi menepuk pundakmu. "Satu hari saja. Aku pernah berada di posisi yang sama sepertimu. Aku punya petunjuk."
Menyerah, kau akhirnya angkat bicara. "Baiklah, akan kupikirkan."
Jawabanmu memang tak memuaskannya. Tapi setidaknya, ia bisa sedikit lega. "Baiklah. Selamat malam." Satomi mengecup keningmu singkat kemudian pamit, meninggalkanmu berdiri membeku.
DOMINAN B
Kamu menolaknya dengan caramu sendiri. Tapi Steve malah tertawa.
"[Y/n], kau pikir aku tak bisa melihatnya?" Ujar Steve yang malah membingungkan.
"Kau itu sedang menjadi sasaran bully. Kau bisa berpura-pura tetap biasa saja tapi itu tak akan berhasil."
"Tidak akan? Tapi kita ga tau kalau belum dicoba--"
"Percayalah. Aku sudah mengenal murid-murid di sini," ia berusaha meyakinkanmu.
"Tapi... aku rasa aku bisa menangani i--"
BRAKK
Steve memojokkanmu di meja. Kedua tangannya menjaga kedua tanganmu diam di sisi kiri dan kanan meja, menjagamu tak kabur. Belum lagi tubuhnya yang ia condongkan semakin memojokkanmu. "Apa hal seperti ini bisa kau atasi sendiri? Di sini tak ada orang, hanya kau dan aku," bisiknya di telingamu.
Ah, kakimu bebas, kau bisa menendangnya, siapa bilang? Steve sudah mengapit salah satunya dengan kedua kakinya. Kau tak bisa kemana mana.
Akhirnya kau mendengus, tak ingin lama lama berdebat dengannya. "Lalu... aku harus bagaimana?"
Steve tersenyum, senang mendengar pertanyaanmu.
"Kau hanya cukup datang padaku," tuturnya kemudian melepaskanmu.
"Ayo pulang!"
Akhirnya kau diantar pulang oleh Steve. Perjalanan berlangsung sepi. Bagaimana menurutmu? Apa Steve menakutkan?
Seseorang yang nampaknya familiar muncul dari arah yang berlawanan denganmu. Dia Raven. Maniknya membulat ketika menemukanmu berjalan bersama Steve.
"Raven!" Panggilmu menyambutnya riang.
"[Y/n], apa yang kau lakukan hingga larut malam?" Ia tahu kamu baru pulang dari sekolah.
Manik Raven melirik Steve. "Dan kau..."
"Aku hanya mengantarnya pulang." Steve tersenyum. Ia memberi isyarat agar kau melanjutkan berjalan dengannya.
Tapi Raven menghalangnya. "Aku rasa sudah cukup sampai sini."
Steve jadi melirik Raven kembali. "Oh, maksudmu aku pulang saja dan biarkan kau yang mengantarnya pulang?"
Raven sedikit diam. Ia menatap Steve risih, entah karena apa. "Ya. Bisa tinggalkan kami sekarang?"
Steve mengalah. Setelah mengatakan selamat malam, ia pamit. Sekarang sisa kau dan Raven.
"Kau gak habis bikin masalah kan, makanya sampai malam di sekolah?" Tanya si Pemuda Berekspresi flat padamu.
Sontak kamu mengibaskan kedua tanganmu di depan dada. "Tidak, kok. Hehe..."
Sayangnya Raven tak mempercayai jawabanmu. "Pasti ada apa-apa hingga pak Steve mau mengantarmu pulang. Aku tahu apa yang terjadi hari ini."
Kau tak punya pilihan. Jadi kau ceritakan apa yang terjadi sambil berjalan pulang. Tanpa sadar, kamu sudah sampai di depan rumahmu.
"Hmm..." Raven sepertinya sedang berpikir. "Aku mengerti sekarang."
"Mengerti?"
"Ya. Besok aku cari jalan keluarnya. Malam [y/n]."
"Raven, tunggu!" Raven baru saja hendak meninggalkanmu namun, kau segera mencegahnya.
"Kau gak bakal ngelakuin hal yang buruk kan, sama gadis itu?" Sungguh kau takut Raven berulah. Sejauh ini dia orang yang cukup diam, tak seperti Alex yang blak-blakan membela opininya. Kau takut jika Raven meledak, akan lebih buruk dari pada Alex jika meledak. Dia yang pendiam biasanya lebih ganas saat marah.
Raven tersenyum lembut padamu. "Jangan khawatir." Ucapnya mengecup keningmu singkat.
"Selamat malam, [y/n]."
DOMINAN C
Kamu menolak dengan sopan ajakan Steve. Tapi Steve malah tertawa.
"Kau pikir aku tak bisa melihatnya?" ucapnya malah membingungkan.
"Kamu itu sedang menjadi sasaran bullly." Ucapnya ceplas ceplos. "Kamu bisa bersikap itu semua tak terjadi tapi kau tau itu percuma kan? Tak perlu bertindak sok dewasa, lah."
Perkataan Steve barusan sedikit mengganggumu.
"Aku bukannya bersikap sok dewasa. Maaf saja kalau sifatku mengganggumu."
Steve kembali melepas tawanya. "Yaampun [y/n]. Oke, maafkan aku. Ini saran saja, sebaiknya lakukan hal yang berbeda dari yang telah kamu lakukan."
"Hal yang berbeda?" Keningmu berkerut. "Seperti apa?"
BRAKK
Steve tiba tiba memojokkanmu di meja. Kedua tangannya menjaga kedua tanganmu diam di sisi kiri dan kanan meja, menjagamu tak kabur. Belum lagi tubuhnya yang ia condongkan semakin memojokkanmu. "Seperti mendatangiku, " bisiknya di telingamu.
Ah, kakimu bebas, kau bisa menendangnya, siapa bilang? Steve sudah mengapit salah satunya dengan kedua kakinya. Kau tak bisa kemana mana.
Akhirnya kau mendesah lelah tak ingin lama lama berdebat dengannya. "S-Steve" jujur saja kau merasa tak nyaman dengan situasi ini, sebisa mungkin kau memalingkan wajahmu, agar tidak menatap pemuda itu.
"Kau hanya cukup datang padaku," ia tersenyum manis kemudian melepaskanmu.
"Ayo pulang!"
Akhirnya kamu diantar pulang oleh Steve. Perjalanan berlangsung sepi. Bagaimana menurutmu? Apa Steve menakutkan?
Seseorang yang nampaknya familiar muncul dari arah yang berlawanan denganmu. Dia Alex. Maniknya membulat ketika menemukanmu berjalan bersama Steve.
"[Y/n], apa yang kau lakukan hingga larut malam?" Ia tahu kamu baru pulang dari sekolah.
Alex melirik Steve. "Dan kau..."
"Aku hanya mengantarnya pulang." Steve tersenyum. Ia memberi isyarat agar kau melanjutkan berjalan dengannya.
Tapi Alex menghalangnya. "Cukup sampai disini." Ujarnya marah.
Hal tersebut membuat steve kembali menatap Alex. "Tapi ini belum sampai di rumahnya."
"Aku tahu. Dari sini aku yang urus. Terimakasih Steve Jefferson. Kami pamit," tanpa membiarkan kau melakukan perlawanan, Alex segera menarikmu pergi.
"Alex!" Kau coba panggili namanya beberapa kali sampai akhirnya ia memperlambat langkahnya.
"Apa yang kau lakukan sampai malam di sekolah?" Tanyanya tanpa menoleh kearahmu. Nada bicaranya melembut, seperti biasanya ia bicara padamu.
"Aku mengerjakan tugas tambahan dari guru PKK-ku," balasmu datar. Sayangnya bukan jawaban itu yang diharapkan Alex.
"Maksudku, Steve sampai mengantarmu pulang, tak mungkin kau tidak melakukan apa-apa. Pasti terjadi sesuatu."
Terdengar jelas dari nada bicaranya jika ia sedang kesal. Kau pun menghela napas. Sepertinya tak ada pilihan lagi. "Oke, tapi jangan marah ya."
Kau tak punya pilihan. Jadi kau ceritakan apa yang terjadi sambil berjalan pulang. Tanpa sadar, kamu sudah sampai di depan rumahmu.
"Kita sampai," Alex memberitahu. Sekarang kalian sedang berdiri di depan pintu rumahmu.
"Terima kasih untuk hari ini Alex," ucapmu memberi senyuman. Namun raut wajah lawan bicaramu masih menekuk.
"Hei," Ia membuka mulut, menghadapmu lurus. "Jangan terlalu dipikirkan soal ini. Pasti ada jalan keluarnya."
"Justru yang aku khawatirkan itu kau Alex," sselamu "Finn dan Alice saja bergidik ngeri terhadapmu. Aku tak mau kau sampai meledak."
Gantian Alex yang menghela napas. "Pasti Finn dan Alice, ya? Yang berkata demikian," tanyanya, tapi kau tak sedikitpun memberikan respon.
"Aku tidak brutal. Aku hanya tegas pada mereka berdua," tutur Alex lagi. Ia mencondongkan wajahnya ke arahmu, hingga bibirnya menyentuh keningmu, mengucap salam perpisaha.
"Selamat malam."
DOMINAN D
Kau menolak ajakan Steve blak-blakan dan mengatakan kalau kau bisa pulang sendiri. Namun, Steve malah tertawa mendengarnya.
"Kau pikir aku tak bisa melihatnya? Kau salah," ujar Steve yang malah membingungkan.
"Kau itu sedang menjadi sasaran bullly. Menjadi mendiri dan tangguh tak akan menyelesaikan masalah. Kau juga wanita, ada kalanya sesuatu tak bisa kau atasi sendirian."
Apa Steve baru saja meremehkanmu? Seringai muncul di bibirmu. "Jangan meremehkanku. Aku terbiasa menghadapi masalah--"
"Aku kenal mereka lebih lama darimu. Aku kenal setiap kasus yang ada," sela Steve.
"Dan aku memiliki caraku sendiri untuk menghadapi masalahku!" Selamu balik.
BRAKK
Steve memojokkanmu di meja. Kedua tangannya menjaga kedua tanganmu diam di sisi kiri dan kanan meja, menjagamu tak kabur. Belum lagi tubuhnya yang ia condongkan semakin memojokkanmu. "Apa hal seperti ini bisa kau atasi sendiri? Disini tak ada orang, hanya kau dan aku," bisiknya di telingamu.
Ah, kakimu bebas, kau bisa menendangnya, siapa bilang? Steve sudah mengapit salah satunya dengan kedua kakinya. Kau tak bisa kemana-mana.
Akhirnya kau mendesah lelah tak ingin lama lama berdebat dengannya. "Tck. Jadi menurutmu aku harus apa?" tanyamu seraya memalingkan wajah.
Steve tersenyum senang pertanyaaanmu.
"Kau hanya cukup datang padaku," balasnya kemudian melepaskanmu.
"Ayo pulang!"
Akhirnya kau diantar pulang oleh Steve. Perjalanan berlangsung sepi. Bagaimana menurutmu? Apa Steve menakutkan?
Seseorang yang nampaknya familiar muncul dari arah yang berlawanan dengan mu. Dia Finn. Maniknya membulat ketika menemukanmu berjalan bersama Steve.
"[Y/n]! Apa yang kau lakukan hingga larut malam?!" Ia tahu kamu baru pulang dari sekolah.
Finn melirik Steve. "Dan kau.. Kenapa kau bersama [y/n]?!"
"Aku hanya mengantarnya pulang." Steve tersenyum. Ia memberi isyarat agar kau melanjutkan berjalan dengannya. Tapi Finn menghalangnya. "[Y/n] bisa pulang bersamaku! Kami tinggal di satu kompleks!"
Steve akhirnya menyerah. "Baiklah, selama itu tak menyusahkan [y/n]" Steve pun pamit setelahnya, meninggalkanmu berdua dengan Finn.
Suasana sempat sunyi sejenak sampai Finn yang tengah cemberut membuka mulutnya. "Kenapa tuan sok tenar itu bisa sampai mengantarmu pulang, [y/n]? Kenapa gak telpon aku aja minta jemput?"
Bola matamu berputar mendengar kalimat kalimat Finn barusan. "Buat apa juga aku minta orang sepertimu menjemputku kalau aku bisa pulang sendiri?"
"Tapi tadi kau pulang sama Steve!"
"Itu lain cerita!" balasmu melawan. "Aku juga gak mau pulang bareng sama Steve... tapi aku terpaksa."
Finn diam sebentar, ia membayangkan cara Steve untuk memaksamu. Kau tak akan mau tahu isi pikirannya.
Tiba-tiba Finn mencengkram kedua tanganmu kuat-kuat. "Apa Steve si Tuan Sok Tenar itu memaksamu? Bagaimana? Seperti apa? Apa ancaman fisik? Beritahu aku! Ada yang--"
"Finn cukup!" Selamu sebelum Finn mengoceh lebih lama lagi. Akhirnya kau menceritakan apa yang sudah terjadi mengapa kau bisa berakhir pulang dengan Steve. Sampai tanpa sadar, kalian sudah sampai di depan rumahmu.
"Hm... Aku mengerti sekarang," gumam Finn.
"Mengerti apa?"
"Semua yang terjadi ini berhubungan, loh. Tak usah khawatir. Aku akan mencari cara agar masalah ini cepat selesai!"
"Hei, gak perl--"
"A, a, a, a! [Y/n] tinggal duduk manis saja dan biarkan Tuan Finn Stewarts mengurus semuanya!" Finn menepuk dadanya bangga. Kau ingin melawannya tapi kau tahu hasilnya akan sama saja.
Ketika penjagaanmu sedang turun, Finn memanfaatkannya untuk mencuri kesematan mengecup keningmu. "Semua akan baik baik saja. Sampai jumpa!"
DOMINAN E
Kamu menolak ajakan Steve dengan halus, namun Steve malah tertawa.
"Kau pikir aku tak bisa melihatnya? Kau salah," tutur Steve malah membingungkanmu.
"Kau itu sedang menjadi sasaran bully. Jangan biarkan orang-orang menindasmu dengan mudah. Jangan pernah."
"U-um... Makasih. Aku tak bermaksud membiarkan diriku jadi target bully. Ehh...."
"Kau berniat menghadapinya sendiri?"
"Ya...."
BRAKK
Steve tiba tiba memojokkanmu di meja. Kedua tangannya menjaga kedua tanganmu diam di sisi kiri dan kanan meja, menjagamu tak kabur. Belum lagi tubuhnya yang ia condongkan semakin memojokkanmu.
"Apa hal seperti ini bisa kau atasi sendiri? Disini tak ada orang, hanya kau dan aku," bisiknya di telingamu.
Ah, kakimu bebas, kau bisa menendangnya, siapa bilang? Steve sudah mengapit salah satunya dengan kedua kakinya. Kau tak bisa kemana mana.
Akhirnya kau mendengus, lelah, tak ingin lama-lama berdebat dengannya. Kau kehilangan kata katamu, jadi kau tutup kedua matamu kuat-kuat seraya memalingkan wajah.
Steve tersenyum senang melihat reaksimu. "Kau hanya cukup datang padaku," katanya kemudian melepaskanmu.
"Ayo pulang!"
Akhirnya kau diantar pulang oleh Steve. Perjalanan berlangsung sepi. Bagaimana menurutmu? Apa Steve menakutkan?
Seseorang yang nampaknya familiar muncul dari arah yang berlawanan dengan mu. Dia Leo. Maniknya membulat ketika menemukanmu berjalan bersama Steve.
"Apa yang kau lakukan hingga larut malam?" Tanyanya.
Leo melirik Steve. "Kau..."
"Aku hanya mengantarnya pulang." Steve tersenyum. Ia memberi isyarat agar kau melanjutkan berjalan dengannya. Tapi Leo menghalangnya.
"Ada apa?" Steve memberinya seringai.
"Pulanglah. [Y/n] bisa pulang denganku," sahut Leo.
Perhatian Steve beralih padamu. "Apa tak masalah?"
Kamu mengangguk memberi isyarat iya. Akhirnya Steve menyerah dan berpamitan. Tersisa kau dan Leo.
Suasana sempat menjadi hening akibat tak ada satu pun yang hendak berbicara duluan. Sampai suara Leo memecahkan es.
"[Y/n]"
"Y-ya?!" Kau sampai terkejut.
"Tck. Apa terjadi sesuatu sepulang sekolah?" Tanya Leo menatapmu dingin.
"Um... Tida--"
"Jangan coba-coba berbohong lagi [y/n]. Mood-ku sudah buruk sejak pagi, jangan membuatnya tambah parah."
Tunggu sebentar, dia tahu kau berbohong?
"L-Leo..."
"Ceritakan padaku. Semuanya." Leo menatapmu kesal. Akan sangat buruk jika kau tak memperbaiki mood-nya. Karena kau tahu, kan? Mood-nya buruk setelah kau berbohong pagi ini.
"Um... Baiklah...," akhinya kau menceritakan apa yang bisa Leo ketahui sambil berjalan pulang. Tentu Leo mengantarmu.
Hingga tanpa kau sadari, kalian sudah sampai di depan rumahmu. Leo tak banyak bicara. Ia hanya mengangguk dan sesekali menyahut jika diperlukan.
"Jadi...?" Tanyamu gugup menunggu reaksi dari Leo. Pemuda itu hanya menatapmu datar. Masih terasa jika kekesalan masih tersisa di benaknya.
"Masuklah. Ini semakin malam," akhirnya Leo membuka mulut.
Kau mengangguk pelan, tak berani menatapnya. Tahu-tahu jemari Leo sudah ada di dagumu, mengangkat wajahmu agar menatapnya.
"Tatap aku," titahnya. Memberanikan diri, kau menenggak demi menatapnya. Ia tersenyum lembut padamu.
"Maaf, ya." Hanya itu yang dikatakan Leo sebelum mengecup keningmu.
"Istirahatlah yang benar. Selamat malam, [y/n]."
~~~~~~~~~~~~
Chapter hasil terpanjang yang pernah aku tulis!!!!! Dan seharian ini aku nulis chapter buku ini dengan total 2 chapter!! Rekor ya rekor xD //tepar di pojok//
Aaaahhh aku cuma mau bilang kalau yandere-kun punya saingan '_'
Voment feed back follow ditungguuu!!
Love,
Alicia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top