:: Empat
Masih tidak habis pikir kalau ternyata ia bertetangga dengan orang yang ia suka. Bukan suka sih, Lana hanya naksir pada Ghi dan bagaimana cara cowok itu memainkan drumnya. Tapi fakta yang baru saja ia ketahui memang cukup membuatnya terkejut.
Bahkan Lana baru bisa menetralkan degub jantungnya setelah lima menit ia berada di rumah. Sungguh sesuatu yang bukan Lana sekali.
Sekarang ia tidak tahu harus bagaimana. Memang sih, harusnya ia biasa saja dan menganggap kalau itu bukan apa-apa. Toh, Ghi juga tidak mungkin tiba-tiba akrab dengannya dan ia juga tidak mungkin bisa dekat dengan cowok friendly itu.
Namun memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi membuat Lana akhirnya merasa geli sendiri. Bagaimana kalau tiba-tiba Ghi ada di depan rumah dan menawari dirinya berangkat bersama, Lana harus bagaimana?
Cukup, sudah cukup. Sepertinya Lana memang harus beristirahat dari pemikirannya yang semakin lama semakin gila.
***
Pagi hari tiba. Lana sudah berhenti dari pemikiran tidak jelasnya semalam. Dan pagi ini juga Lana kebingungan sebab sepeda motor yang ia pakai tiba-tiba raib dari garasi rumahnya. Lana yang kebingungan, kemudian ibunya menjelaskan.
"Sepedamu dibawa Ayah tuh tadi, keluar nggak tahu ke mana. Katanya sih, sebentar. Tapi nggak tau kenapa sampe sekarang nggak datang-datang."
Lana menghela napas. Pasti ayahnya sedang bercengkrama dengan bapak-bapak entah siapa dan kenal atau tidak. Kebiasaan lama ayahnya yang terbawa hingga sekarang. Sehingga mau tidak mau Lana harus keluar dan berjalan ke gapura komplek untuk kemudian menggunakan ojek.
Memang, zaman semakin berkembang dan sekarang sedang marak-maraknya ojek online. Berhubung menggunakan ojek online jatuhnya lebih lama dibanding ia jalan kaki ke depan, jadi akhirnya Lana memutuskan untuk jalan ke depan. Siapa tahu ketika jalan ia bertemu ayahnya dan kemudian bisa menggunakan motor ke sekolah seperti biasa.
Lana tidak lagi memikirkan apa-apa dan fokus berjalan sembari melihat jam. Masih lama, namun kalau ia tetap bersantai tetap saja ada kemungkinan Lana terlambat datang ke sekolah. Apalagi ayahnya yang sejak tadi ia tunggu tidak kunjung datang juga. Alamat ia benar-benar menggunakan ojek ke sekolah. Lana menghela napas dan mengembuskannya kasar. Ia ingin marah tapi juga tidak baik marah pada ayahnya.
Lagian memang pada dasarnya ia dan ayahnya yang apes. Motor yang biasa ayahnya pakai sedang berada di bengkel dan mau tidak mau Lana harus berbagi motor dengan sang ayah.
Di tengah semrawutnya pikiran Lana, tiba-tiba seseorang menyolek bahunya dan membuat Lana terkejut hingga melompat.
"Astaga!" katanya.
"Maaf, maaf buat kaget. Saya nggak bermaksud. Tapi ... mau bareng nggak? Soalnya saya lihat kamu lagi jalan dan pasti mau naik ojek di depan, kan? Daripada keluar uang mending ikut saya, kebetulan saya juga sendiri nih, berangkatnya."
Itu Ghi. Orang itu Ghi.
Dan seperti yang sempat Lana pikirkan, ia tidak sanggup lagi berkata-kata ketika Ghi datang dengan motor maticnya dan menggunakan hodie berwarna hitam yang membuat cowok itu semakin terlihat keren.
"Ee, anu, Kak--" Belum sempat Lana membalas ajakan cowok itu, Ghi segera menyela. Paham kalau lawan bicaranya pasti enggan.
"Nggak pa-pa. Naik aja. Nggak bakal ada yang marah, kok. Saya juga nggak seterkenal teman-teman saya. Tenang aja. Kamu nggak bakal diserang." Cowok itu menyela dengan wajah tenang. Seolah paham betul apa yang sedang Lana pikirkan dan alasan mengapa gadis itu ingin menolaknya.
"Beneran nggak pa-pa, Kak?"
"Saya yang pastikan kamu nggak kenapa-kenapa setelah ini, kalau kamu masih takut."
Dan akhirnya Lana memutuskan untuk ikut. Meski dengan degub jantung yang terasa dua kali lebih cepat, juga dengan telapak tangan yang dingin karena gugup.
Mama! Bisa-bisa Lana beneran suka dengan Ghi. Bagaimana ini?
30/04/2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top