11. Jealousy? Of course, I'm not

Alexa mulai bekerja selepas kuliah. James memberi kebebasan untuk Alexa dalam mengatur jadwal kerja, yang terpenting tidak mengganggu kuliah. James juga mengizinkan Ava untuk bekerja di sana dengan alasan melatih mandiri meskipun belum meminta izin dari orang tuanya Ava. Itu urusan belakangan. James yakin ayahnya Ava pasti mengizinkan.

Alexa juga mulai menyibukkan diri di kampus. Dia sering mendatangi perpustakaan kampus untuk sekedar membaca jurnal, buku atau menambah wawasan tentang gastronomi. Kadang, Ava ikut menemani. Kadang pula bersama teman yang lain atau bahkan sendirian.

Siang itu, Alexa di perpustakaan bersama Ava untuk mencari bahan tugas setelah mengikuti kuliah pagi. Sudah hampir dua jam mereka di sana dan Ava mulai gelisah. Matanya menyapu ruangan melihat orang-orang yang tengah sibuk dengan buku. Tak disangka matanya menangkap sosok yang sangat dikenali. Dia mengunci sosok itu dan memastikan sekali lagi bahwa penglihatannya tidak salah. "Lex, ada Mr. Dyer." Ava memberitahu Alexa saat melihat sosok lelaki itu di sana.

Alexa hanya melirik ke arah Ava sebentar lalu kembali ke buku. "Biarkan saja. Ini tempat umum."

"Maksudku, kau tidak mau bicara dengannya?" Ava mendekati wajahnya ke Alexa dan bicara agak berbisik.

"Untuk apa?"

"Pendekatan."

Alexa tidak merespon. Baginya, tujuan dia kuliah bukan untuk mencari pacar, melainkan untuk sekolah dan lulus secepat mungkin. Gadis itu kembali ke buku dan fokus. Sedangkan, Ava memandangi punggung Marcus yang berkeliling ke setiap rak di perpustakaan umum Universitas Boston.

Namun, ekspresi Ava berubah seketika saat melihat seseorang yang bersama lelaki itu. Seseorang itu tampak akrab. Kening Ava mengerut. "Siapa dia?" tanyanya entah pada siapa.

Alexa tak mengindahkan pertanyaan Ava. Dia masih sibuk dengan tugas dan buku.

"Lex, kau harus tahu." Ava menepuk punggung tangan Alexa berkali-kali.

Alexa mengangkat wajah dan memandangi Ava dengan kening berkerut. "Ava kau ke sini mau belajar atau ...?" Ucapan Alexa terhenti saat Ava menyuruhnya melihat sesuatu dan mengikuti arahan telunjuknya.

Alexa terdiam saat melihat Marcus bersama seorang wanita. Ava sudah menduga ekspresi temannya jika melihat ini. "Kau yakin tidak mau tahu?" Ava meyakinkan temannya lagi.

Alexa membuang pandangan sembarang lalu kembali ke buku.

"Jealousy?" tebak Ava.

"What? Who?" tanya Alexa berpura-pura.

"You."

"Jea-lou-sy?" Alexa mengulang kata itu dengan terbata-bata. "Of course, I'm not," jawabnya berbohong. Sebenarnya, Alexa tidak menyukai apa yang dilihatnya barusan. Dia menyesal sudah mengikuti arahan Ava. Kalau boleh mengulang waktu, lebih baik tidak tahu.

"Oh, really?" Ava tidak yakin.

"Yeah." Alexa salah tingkah.

Ava mengulum senyum melihat sikap Alexa yang seakan ingin menutupi dan berpura-pura. "Aku tidak masalah kalau kau mau membohongiku soal ini. Akan jadi masalah jika kau membohongi diri sendiri dan perasaanmu." Ava kembali membuka buku. "Penyesalan itu datang terakhir, Alexa. Jangan sampai kau menyesal nanti," nasihat Ava.

Alexa terdiam mendengar ucapan Ava. Entah kenapa ucapan itu sangat menohok dirinya. "Aku harus bekerja." Alexa merapikan buku dan memasukkan alat tulis ke dalam tas kemudian beranjak dari kursi.

Ava mengikutinya. Dia mempercepat langkah. "Aku juga bekerja paruh waktu. Memangnya kau saja?"

Saat mengembalikkan kunci loker, mereka berpapasan dengan Marcus yang juga baru saja keluar bersama seorang wanita bermata hazel.

"Hai, Mr. Dyer!" sapa Ava lebih dulu.

Lelaki itu hanya tersenyum dan mengangguk tanpa berkata apapun. Dia memandang Alexa cukup lama dan mereka sempat berpandangan. Sedangkan, wanita di sampingnya hanya tersenyum kepada mereka. "Sesuai dengan hasil penelitian beberapa waktu lalu ...." Wanita bermata hazel melanjutkan ucapannya ketika mereka meninggalkan perpustakaan.

Alexa mematung melihat punggung mereka. Ava jalan lebih dulu setelah menyikut lengan temannya. "Jealousy? Of course, I'm not." Ava mengulang ucapan Alexa beserta gaya bicaranya.

Alexa mendengar sindiran Ava dengan jelas dan menyusul temannya menuju kafe. Di gerbang kampus, mereka bertemu James dengan mobil Ford GT keluaran terbaru.

"James?" Ava mempercepat langkah. "Sedang apa kau di sini?"

"Menjemput kedua karyawanku," jawab James dengan senyum semringah.

"Bos yang baik." Ava menepuk pundak James lalu masuk ke dalam mobil Ford hitam begitu saja.

"Kau duduk di belakang, Ava!" perintah James.

Ava mendecak sebal. "Baru saja aku puji kau bos yang baik, sekarang kau menyuruhku duduk di belakang. Lalu, kau ingin kuanggap supir?"

"Ayo Alexa!" ajak James sambil membuka pintu mobil untuk Alexa. Dia tidak mengacuhkan omongan sepupunya.

Perlakuan James yang manis kepada Alexa membuat Ava semakin sebal. "Alexa kau bukakan pintu, sedangkan aku tidak. Kau tidak adil!" ujar Ava masygul.

James masuk ke mobil dan mengenakan sabuk pengaman. "Aku belum menyuruhmu masuk, Ava. Kau menyambar masuk sendiri." Dia melajukan mobil.

Alexa tertawa mendengar perdebatan mereka setiap bertemu. Meskipun perdebatan, namun terdengar menyenangkan dan menghibur. Malah, semakin terlihat akur. "Padahal coffee shop dekat sekali dari sini. Tanggung naik mobil. Kita bisa jalan kaki," ujar Alexa melerai perdebatan mereka.

Ava terkekeh sendiri. "Kau tidak tahu James. Dia ingin pamer mobil ke kampus. Aku tahu betul akal busuknya," sambar Ava.

James menoleh ke Ava dengan mata membesar. "Sok tahu!"

Alexa cukup beruntung mendapatkan pekerjaan di coffee shop ini dengan bos yang sangat baik dan pengertian. Apalagi dengan teman seperjuangan yang juga amat baik. Kehidupannya setelah menjadi mahasiswa Universitas Boston berubah menjadi lebih baik. Setidaknya, dia tidak melulu terperangkap dengan masalah keluarga yang memuakkan.

Siang itu coffee shop tidak terlalu ramai. Sebagai coffee shop baru dibuka, tempat ini terbilang lumayan ramai. Racikan Will mampu memikat pencinta kopi dengan taste yang nikmat bukan main. Sebagai barista yang berpengalaman, Will dapat diandalkan.

"Selamat datang," sapa Ava saat pintu coffee shop terbuka. Namun, air mukanya berubah saat mengetahui siapa yang datang. "Mr. Dyer?" lirihnya. Ava selalu terkesiap setiap melihat Marcus berada di dekatnya.

Marcus tidak datang sendiri. Dia bersama wanita yang ditemui di perpustakaan. Mereka terlihat akrab dengan disertai tawa dalam percakapannya. Wanita itupun nampak begitu bahagia bersama asisten dosen bermata biru itu.

Nampaknya Alexa juga menyadari kedatangan lelaki itu. Dia mencari Ava yang sudah menatapnya lebih dulu seakan berbicara lewat tatapan mata.

"Mau pesan apa?" Ava menyodorkan menu kepada kedua tamu ini.

Marcus menoleh. Dia terkesiap saat melihat wajah Ava di depannya. Wajah gadis itu tidak begitu asing di ingatannya. "Kau kerja di sini?" tanyanya.

"Iya," jawab Ava.

"Paruh waktu?" tanyanya lagi.

"Iya. Dengan Alexa juga." Ava menunjuk Alexa. Sebenarnya tanpa diberitahu pun tidak masalah. Ava spontan begitu saja menyebut nama Alexa di depan lelaki itu.

Marcus memutar badan mengarah ke bar. Di sana Alexa berdiri dan sudah memandangnya, entah sejak kapan. Mata mereka beradu. Wanita yang bersama Marcus melirik Ava, Marcus dan Alexa bergantian. Dia menjadi penasaran ada apa di antara mereka, seperti bukan antara dosen dan mahasiswa.

"Mau pesan apa?" Ava mengulang pertanyaan untuk memecah kecanggungan.

"Ah, saya mau fresh milk," pinta wanita itu dengan aksen New York. Ava sangat mengenali aksen itu.

"Mr. Dyer?"

Marcus menjadi kikuk dan membolak-balikkan menu sembarang. "Espresso." Dia memesan espresso dengan posisi menu pada halaman minuman frappe. Terlihat sekali salah tingkahnya.

Ava mengulum senyum melihat gerak-gerik Marcus. Ternyata orang pintar tidak menjamin bersikap keren. Ada kalanya dia bertindak kikuk dan terlihat bodoh. "Baik. Tunggu sebentar." Ava meninggalkan meja itu.

Dari bar, Alexa memandangi mereka yang kembali berincang-bincang. Ava menyikut lengan temannya disertai gerakan alis. "Mau kau yang antar?" goda Ava.

Alexa menggeleng. "Kau saja."

Will memperhatikan sikap kedua server yang terlihat aneh. Dia pun ikut memperhatikan Marcus dari balik bar. "Untung aku tidak suka laki-laki," ujarnya sambil menekan kopi yang ada di portafilter dengan tamper.

Ava dan Alexa tersenyum mendengar celotehan Will.

------
Terima kasih sudah membaca

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top