7
Selepas kepergian Edward dari kamar Pruistine, kedua gadis itu, Pruistine dan Mary, tampak hanya bisa terdiam di tempat masing-masing. Pruistine yang terduduk kaku, dengan pandangan mata menerawang, dan Mary tampak berdiri mematung menatap Lady nya.
Mereka berdua sibuk dengan fikirannya masing-masing. Pruistine dengan fikirannya tentang kunjugan Edward ke kamarnya, yang berhasil membujuknya untuk membuka tudung wajahny, bahkan sekarang memintanya untuk tidak lagi menutup diri. Sedangkan Mary sibuk dengan fikirannya akan Lady nya. Setelah Lord Blackwater melihat penampilan fisik Lady nya yang sangat jelita. Akankah Lord nya itu masih mampu bersikap layaknya seorang gentelman, dan tidak memanfaatkan Lady nya.
Kekhawatiran Mary bukanlah tanpa alasan, itu semua terjadi karna Mary baru tahu alasan kenapa selama ini mendiang Lord Stannage selalu menyembunyikan Lady nya di dalam menara, Peregrine mengatakan kepadanya dalam keadaan mabuk di suatu petang seminggu yang lalu. Saat itu Peregrine sedang berada di dekat padang rumput, dan Mary tidak sengaja melewati tempat itu, saat Peregrine sedang menikmati minumannya.
Mary merasa khawatir karna melihat kondisi Peregrine yang terlihat sangat mabuk. Dengan sedikit jengkel, Mary merutuki kelakuan Peregrine. Bagaimana bisa seorang kepala pelayan yang seharusnya bisa setiap saat di andalkan, justru menghabiskan waktunya untuk mabuk-mabukan seperti ini? batin Mary pada saat itu.
Mary akhirnya memutuskan untuk menghampiri Peregrine, dan mencoba untuk membawanya pulang, jika dia mampu memapah tubuh pria itu.
"Mr. Peregrine," Mary mencoba sedikit menyadarkan pria itu dengan memanggil namanya. Ia menepuk-nepuk pipi Peregrine, dan saat hal itu tidak ada hasilnya, Mary berusaha mengguncang bahu Peregrine.
Perlahan Peregrine menatap Mary, dia menggumamkan sesuatu yang baru Mary sadari, setelah Peregrine menatap matanya. "Kenapa kau disini, kembalilah, jaga Lady Atsley," ujar Peregrine di sela-sela gumaman tidak jelasnya.
"Ya, tentu saja Mr. Peregrine, aku sedang dalam perjalanan kembali ke My Lady, tapi aku tidak bisa meninggalkanmu di sini dalam kondisi seperti ini," jawab Mary. "Mari, ikutlah pulang bersamaku, biar kubantu kau berjalan."
Mary mencoba memapah tubuh berat Peregrine, yang ternyata hal itu cukup mudah. Peregrine memudahkan dirinya dengan tidak terlalu menumpukan berat badannya kepada Mary, setidaknya Peregrine masih memiliki sisa tenaga untuk sedikit menopang tubuhnya sendiri.
Di sepanjang perjalanan, tidak henti-hentinya Peregrine berguman. Sepertinya Ia sedang mencurahkan kerisauannya akan kehadiran Lord Blackwater, pengganti mendiang Lord Stannage, yang ternyata Ia masih muda, dan terkenal akan sikap brengseknya.
Mary sedikit mengernyit, bukankah Peregrine sendiri yang mengatakan kepadanya seminggu yang lalu, setelah penilaian sekilasnya kepada Lord Blackwater, bahwa Lord pengganti itu adalah orang yang baik?
Apakah ini bentuk kecemasan yang ada di alam bawah sadar Peregrine? kecemasan yang di pendam untuk dirinya sendiri? dan saat ini Ia tidak mampu memendam, karna alkohol membuat kontrol dirinya lepas? tanya Mary di dalam hatinya.
Peregrine tidak henti-hentinya mengatakan tentang kecemasanya akan Lady Atsley, yang membuat Mary terkejut, Peregrine menceritakan kepadanya tentang kejadian buruk yang menimpa Lady nya saat sang Lady berusia enam tahun.
Begitu terkejutnya Mary sampai ia tersandung batu dan jatuh terjerembab, beberapa saat Ia hanya bisa menatap tubuh Peregrine yang tergeletak di tanah di sebelahnya, dan dia sendiri hanya bisa duduk sambil menapakkan kedua tangannya di tanah. Peregrine terlihat sudah diam, tidak lagi bergumam seperti sesaat yang lalu, Ia meninggalkan Mary yang tercenung sendiri dengan fikiran-fikirannya. Memikirkan rahasia yang baru Ia ketahui sekarang, rahasia yang menjawab segala pertanyaan Mary tentang Lady nya selama ini. Kenapa Lady nya yang sangat jelita harus di kurung sang ayah di dalam menara sendirian? kenapa Lord Stannage membiarkan rumor yang mengatakan putrinya sangat buruk rupa menyebar begitu saja? tetapi tentu saja Mary tidak pernah berani untuk mengungkapkan pertanyaannya kepada siapapun.
Berjam-jam setelah kejadian di padang rumput itu, Mary terbujur lemas di ranjangnya dan menyadari sebuah fakta, bahwa selama ini ketakutan yang diemban mendiang Lord Stannage dan istrinya. Yang sebagian juga diemban oleh Peregrine, karna dia adalah orang kepercayaan Lord Stannage di rumah ini, dan hampir seluruh hidupnya dihabiskan di rumah ini. Dia menjadi satu-satunya saksi kejadian yang menimpa Lady nya pada saat itu. Mereka bertiga menyimpan ketakutan akan adanya pria-pria brengsek lainnya yang bisa jadi akan nekat melakukan hal keji kepada Lady nya.
Anugrah kecantikan yang di miliki Lady nya mampu membuat pria manapun kehilangan kewarasanya seketika, dan akan sulit bagi mereka untuk tidak terobsesi dengan pesonanya.
Kengerian menyusup ke dalam hati Pruistine dengan perlahan tapi pasti, melingkupi hatinya dengan kegelapan pekat. Mary menyadarinya, ini adalah bentuk ketakutan dan beban yang di tanggung Lord nya dan juga Peregrine akan Lady nya. Menghembuskan nafas, Mary mencoba menenangkan diri malam itu dan dia bertekad untuk bersikap seperti biasanya seolah-olah dia tidak tau akan fakta yang baru di ketahuinya.
Mary kembali dari lamunannya saat Ia mendengar suara Lady nya. "Mary, apa kau mendengarku?" tanya suara merdu itu. Mary mengerjapkan kedua matanya, "Ya, My Lady, apa? Maafkan aku tidak mendengarkan pertanyaan anda tadi,My Lady," ujar Mary meminta maaf.
Pruistine tersenyum, senyum yang cantik di atas bibir merah alami yang ranum. Mary tidak pernah bisa berhenti untuk tidak mengagumi Lady nya, saat Ia mempunyai kesempatan melihat sang Lady tanpa tudung yang menutupinya.
"Apa yang harus ku lakukan sekarang, Mary? Lord Blackwater menginginkanku untuk tidak lagi memakai jubah dan tudung rambut," Pruistine terdiam sejenak untuk menelan ludahnya, "apakah tidak apa-apa Mary?"
"Tidak apa-apa, My Lady," Mary berusaha menjawab dengan meyakinkan, tidak boleh ada keraguan darinya, agar Lady nya tidak merasa takut.
"Tapi aku takut, Mary," ucap Lady nya merengek seperti seorang anak kecil. "Aku tidak tahu apa yang menjadi sumber ketakutanku, hal itu seperti tersimpan dalam di memori ingatanku," bisik Pruistine sendu. Ia berdiri dan menggenggam tangan Mary, "Bantu aku, Mary, bantu aku menghadapi ketakutanku."
Binar mata hijau yang bersorot penuh pengharapan menghangatkan hati Mary. Mary mengangguk. "Pasti, My Lady," jawab Mary, "apakah anda tidak mengingat ucapanku? aku pernah memberitahu anda bahwa kecemasan yang dialami mendiang Lord Stannage untuk anda hanya berlebihan, tidak akan terjadi hal buruk apapun, hanya karna anda menunjukkan sosok anda di hadapan orang lain." dalam hati Mary meminta maaf kepada mendiang Lord Stannage, Ia merasa bersalah karna harus mengatakan hal itu, setelah Ia tahu kebenarannya.
Sang Lady benar-benar tidak mengingat kejadian buruk yang menimpanya, tapi Mary yakin, kejadian itu membekas di suatu tempat di ingatan sang Lady, yang suatu waktu bisa muncul kembali ke permukaan. Mary hanya berharap semoga kedatangan Lord Blackwater dan keinginan nya mendorong Pruistine tampil di muka umum, tidak akan memancing ingatan Pruistine akan kejadian itu.
Saat dalam keadaan tidak mengingat kejadian itu saja, Lady nya masih bisa merasakan ketakutan akibat kejadian itu, apalagi jika ingatan itu kembali? sanggupkah Lady nya menghadapi ketakutannya? pikir Mary getir.
"Ya, Mary, aku ingat," jawab Pruistine singkat, tampak kecemasan masih di rasakannya.
"Aku harus segera merapikan jubah dan tudung rambut anda sesuai dengan permintaan Lord Blackwater, My Lady," ujar Mary saat mengingat tugas yang di berikan Lord nya tadi, "sebaiknya anda duduk dan menenangkan diri sambil menungguku merapikan semuanya," pinta Mary kepada Pruistine.
Pruistine menganggukkan kepala, dan dia duduk dengan diam di kursi goyangnya, Ia menggoyangkan kursi itu pelan, berusaha untuk mendapatkan ketenangan dari kenyamanan yang di dapatkannya.
Mary bergegas menyelesaikan tugasnya, dengan cepat Ia meraih semua jubah-jubah dan tudung rambut dari tempat pakaian Pruistine. Bolak balik keluar kamar sampai empat kali, untuk membawa keluar semua pakaian itu dari kamar Lady nya. Dengan ketangkasan Mary dalam mengerjakan tugas, hanya dalam waktu setengah jam semua jubah dan tudung rambut sudah raib dari kamar Pruistine.
Mary menghela nafas lega, kini tinggal satu lagi tugas nya. Membantu Lady nya bersiap untuk bertemu dengan Lord Stannage.
"My Lady, kurasa kita hanya perlu menata rambutmu saja," sahut Mary sambil mendekati Lady nya yang sedang duduk. "anda pasti tidak ingin Lord Blackwater melihat rambut anda yang tergerai kan,My Lady?" tanya Mary yang hanya di jawab Pruistine dengan mengendikkan bahu. "Terserah kau saja Mary."
"Ya, My Lady," jawab Mary, "dan saya rasa kita tidak perlu mengganti gaun anda, mengingat anda baru saja selesai mandi dan berganti gaun sesaat lalu, sebelum Lord Blackwater berkunjung ke kamar ini." Lanjut Mary.
Mary teringat, saat ini Lady nya tidak mengenakan korset, apakah tidak apa-apa bagi Lady nya berpenampilan seperti itu? Tapi ini di rumah nya sendiri, pasti tidak apa-apa, batin Mary.
Saat ini Lady nya belum membutuhkan benda itu, karna untuk setahun kedepan tidak akan ada acara sosial apapun yang boleh diikutinya selama masa berduka. Begitu mereka membutuhkannya nanti, Mary rasa mereka akan menghabiskan waktu untuk membeli banyak korset, karna sejujurnya, Lady nya tidak mempunyai satu pun korset di lemarinya.
Dengan cara berpakaian Lady nya yang selalu tertutup jubah dan tudung rambut, dan kebiasaan Lady nya yang selalu menyembunyikan diri di kamar, sang Lady tidak pernah membutuhkan korset untuk dipakainya.
Dengan cekatan Mary memulai tugasnya menata rambut Pruistine, sedikit kesenangan Ia rasakan saat melakukan hal itu. Mary menyanggul ke atas rambut Pruistine, dan tidak membiarkan ada sehelai rambut pun yang terlepas dari sanggul tinggi yang di buatnya.
Walau kemungkinan tidak sesuai gaya saat ini, penataan rambut seperti itu terlihat sangat cocok di wajah Pruistine, terlihat sederhana tetapi tidak mengurangi pesona Pruistine. Tatanan rambut itu justru menunjang penampilan Pruistine, menonjolkan tulang pipi tinggi Pruistine dan menampilkan leher jenjang nya.
"Sudah selesai, My Lady," ujar Mary.
Pruistine bangkit dari duduknya, dia merapikan sedikit keliman pada rok di gaunnya. Tanpa jubah dan tudung rambut, dia merasa seperti sedang tidak berpakaian. Segera Ia menepis fikira itu.
Pruistine menghela nafas, "Bagaimana penampilanku, apa aku terlihat sudah cukup rapih, dan terlihat seperti Lady pada umumnya, Mary?" tanya Pruistine.
"Ya, My Lady, penampilan anda sudah sempurna," jawab Mary dengan lembut.
"Baiklah, terimakasih, Mary," ucap Pruistine sambil melangkahkan kakinya, "kurasa aku akan ke ruang kerja Lord Blackwater sekarang."
"Biar ku antar, My Lady," sahut Mary, Ia melangkah mendahului Pruistine untuk membukakan pintu.
Mary melangkah di belakang Lady nya saat menuruni tangga, dan dia mendengar Lady nya bergumam, "aku merasa sangat aneh berpenampilan seperti ini," dan berkali-kali Lady nya tampak menghembuskan nafas dengan keras. Membuat Mary tersenyum melihat tingkah lucu Lady nya itu.
Tbc.
------------------------------------------------------
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top