32

Tidak banyak yang bisa di lakukan Edward setelah Ia selesai membahas dan memutuskan apa saja yang harus di lakukan untuk menyelesaikan masalah, kondisi tubuhnya memaksanya harus segera beristirahat, bagaimanapun dia butuh segera menyembuhkan semua luka-lukanya agar Ia bisa segera membantu menangani dan membereskan semua masalah. Untuk sementara semua hal-hal terkait yang harus di tangani secepatnya Ia serahkan kepada David dan Thomas, dua sahabatnya yang sudah sangat banyak membantunya. Sisa hari itu benar-benar Edward habiskan beristirahat di kamarnya di temani Pruistine. Jika saja Pruistine tidak bersikeras memaksa Edward beristirahat, maka bisa di pastikan Edward akan membenamkan diri ke dalam pekerjaannya.

Untuk mengusir kebosanan, bagi Edward dan bagi dirinya sendiri. Pruistine mengusulkan membaca novel agar bisa menghibur Edward. Saat Edward mengiyakan usulannya,  Pruistine segera mengambil novel secara acak di perpustakaan rumahnya, dia mengambil novel pertama yang dilihatnya. Lalu dia mulai membacakan novel tersebut sambil kembali duduk menemani Edward. Sesekali Edward mengomentari cerita yang tengah di bacakan Pruistine dengan suara merdunya, novel karangan Emily brontë berjudul 'Wuthering Heights' yang cukup populer di masyarakat. Dia mengeluhkan selera masyarakat yang cukup unik karna menyukai cerita dengan aura gelap seperti itu.
Kenapa kau memilihkan cerita seperti itu sebagai hiburan?

"Aku hanya mengambil novel pertama yang kutemui di perpustakaan Ed," ucap Pruistine menanggapi keluhan Edward, seringai muncul di wajahnya saat Ia memikirkan keluhan Edward. Hmm, benar juga, novel ini sedikit memberikan dampak emosi sedih bagi orang-orang yang mendengarnya, batin Pruistine. "Ya kurasa novel ini tidak cocok untuk dibaca pada kondisimu saat ini, jika kau tidak menyukainya Edward, aku akan mengambilkan novel lain sebagai bacaan?" tanya Pruistine beberapa saat kemudian.

"Oh tidak, tidak perlu... aku menyukainya," jawab Edward cepat. "Apapun yang kau bacakan sayangku, semua terdengar indah di telingaku," lanjut Edward dengan nada mesra.

Mendengar perkataan Edward, Pruistine menunduk malu dan semburat merah muncul di wajahnya.

"Kemarilah my dear," panggil Edward sambil menepuk sisi ranjang di sampingnya, "tolong bantu aku bangun dan bersandar di ranjang dan lanjut bacakan cerita itu di sisiku."

Menuruti permintaan Edward, Pruistine beringsut mendekat dan membantu Edward duduk bersandar di ranjang, lalu Ia duduk di samping Edward. Kembali membuka halaman terakhir yang di bacanya, Pruistine melanjutkan membaca cerita itu. Kali ini Edward tidak banyak mengeluh dan patuh mendengarkan, hanya sesekali Ia mengomentari karakter-karakter dalam cerita.

"Jadi siapa yang menurutmu penyebab masalah utama dalam cerita ini? Mr. Earnshawn? Hadley? atau heathcliff?" tanya Edward kembali menyela cerita Pruistine.

"Oh, stop Edward... kau berkali-kali menyelaku," ujar Pruistine sambil cemberut dan menutup buku itu, " jika  harus menyalahkan seseorang, aku memilih Emily brontë si pengarang ceritalah yang menjadi penyebab utama masalah dalam cerita ini," lanjutnya dengan sedikit nada merajuk.

Edward tertawa melihat Pruistine, Ia begitu menikmati momen kebersamaan seperti ini. Menyentuh wajah Pruistine yang cemberut, Edward memalingkannya ke arahnya, "jangan cemberut, aku hanya menggodamu sayang," ucap Edward, lantas Ia mencium mesra pipi Pruistine, "maafkan aku membuatmu kesal, oke?"

"Ya Edward," jawab Pruistine sambil menganggukkan kepala, Ia menatap wajah Edward dan menikmati debaran hangat dadanya berada sedekat ini dengan Edward. Pandangan keduanya saling terkunci, dan tanpa bisa di tahan perlahan bibir merela saling bertautan dan saling melumat, saling menyecap rasa masing-masing. Panggutan bibir mereka beradu dengan sangat lembut dan dalam, sedalam rasa cinta yang kian hari semakin merekat erat di hati keduanya. Dengan nafas tersenggal mereka melepaskan pangutan bibir masing-masing, saling menyandarkan dahi sambil menarik nafas. Keduanya saling menatap sambil tersenyum bahagia, mereka benar-benar menikmati kebersamaan yang ada.

I love you...

Bisik keduanya bersamaan.

Dengan hati-hati, mencoba menghindari menyenggol luka di pundak Edward, Pruistine melingkarkan tangannya memeluk Edward, dan Ia menghirup nafas dalam-dalam menikmati harum tubuh Edward yang khas, keharuman alami yang sangat disukainya karna selalu berhasil memberikan ketenangan baginya.

"Aku ingin selamanya seperti ini bersamamu Edward," ucap Pruistine tulus dari hati.

Tersenyum, Edward begitu terharu mendengar ucapan Pruistine. "Kita pasti akan selalu bersama selamanya, tidak ada orang yang bisa memisahkan kita, my dear... my love," jawab Edward sambil mengecup puncak kepala Pruistine, "kita akan menikah, dan membesarkan anak-anak kita bersama."

Kedua mata Pruistine berkaca-kaca mendengar perkataan Edward, pernikahan dan anak-anak, sungguh kedua hal itu terdengar begitu manis.

"Maukah kau menikah denganku Pruistine?"

Tersenyum lebar, Pruistine hanya bisa menganggukkan kepalanya dan keduanya kembali terpaut dalam ciuman panjang yang dalam dan penuh gairah.

Setelah beberapa saat, sunyi menyelinap kedalam ruangan, dan keduanya tenggelam dalam pemikiran masing-masing.

"Edward, kurasa aku tidak perlu mengikuti season tahun ini mengingat saat season tahun ini di mulai tepat bersamaan dengan setahun kepergian papa dan mama," ucap Pruistine memecah kesunyian. "Dan juga, aku merasa sangat puas hidup berdua saja denganmu di sini, sudah ada dirimu, jadi tidak perlu lagi bagiku mengikuti season demi mendapatkan calon suami."

Tergoda dengan ucapan Pruistine, Edward kembali bimbang akan keputusannya membawa Pruistine ke London dan mendampingi debut nya dalam season tahun ini. Jika harus jujur, dirinya tidak rela dunia melihat Pruistine nya, dia khawatir seseorang akan merebut Pruistine nya dari sisinya. Tidak, tidak boleh, aku harus memberikan semua hal yang di inginkan Pruistine, bukankah dia pernah berkata ingin melihat dunia? jangan sampai karna diriku Ia kehilangan kesempatan terbaiknya untuk melihat dan dilihat dunia, batin Edward. Lagi pula, ada hal baik lain dengan membawa Pruistine ke London guna menjauhkannya dari pelaku penguntitan dan penyerangan, ujarnya kemudian untuk menenangkan diri dalam hati.

"Aku juga ingin seperti itu sayang... tetapi apakah kau lupa dengan impianmu?" tanya Edward, "bukankah kau berkata ingin melihat dunia dengan normal? aku berjanji menepatinya, dan aku pasti akan menepati janji itu sayang."

"Segala hal yang kau inginkan, apapun itu, aku akan mewujudkan semuanya untukmu," tegas Edward kemudian.

"Benarkah Edward? Bisakah... bisakah aku meraih semua keinginanku tanpa harus kehilangan salah satunya?"

"Ya, pasti bisa cintaku, Pruistine..." jawab Edward tegas. Ia mendekap erat Pruistine dan mencium gadis itu. Di hatinya, Ia menguatkan diri, apapun Pruistine... apapun yang kau inginkan akan ku berikan sebelum semuanya terlambat. Saat kita bersatu dalam pernikahan nanti, akan sangat terlambat untuk mewujudkan mimpimu, karna ada badai cibiran dan hinaan yang mengintai, yang harus kita lewati setelah pernikahan kita. Saat hal itu terjadi, kumohon maafkan keegoisanku yang tidak bisa melepaskanmu untuk orang lain, pikir Edward dengan sedikit kesedihan di hatinya.

Di sisi lain, harapan dan kebahagiaan tumbuh dengan kuat dalam diri Pruistine. Terimakasih tuhan, engkau telah mengirimkan Edward ke dalam hidupku saat aku begitu terpuruk di terpa segala masalah, bisiknya penuh syukur.
Begitulah, sejak hari ini tanpa mereka sadari segala tingkah laku mereka tampak intim di mata orang lain yang melihatnya.

Orang-orang terdekat yang melihat kedekatan mereka diam-diam mendoakan dan berharap keduanya bisa bersatu dengan mudah. Walau terlihat salah, seorang wali yang menikahi anak perwaliannya, tetapi hal itu juga terlihat benar jika melihat cinta tulus yang terpancar dari keduanya.

___________________________________

Beberapa hari berlalu dengan tenang pasca penyerangan yang terjadi terakhir kali hingga tanpa terasa tibalah hari yang sudah di jadwalkan untuk keberangkatan Peregrine ke London. Selama di London nanti Peregrine akan di rawat di kediaman keluarga Thomas, Duke of Westmoreland.

Sesuai pembahasan yang sudah di sepakati, Peregrine akan pergi dengan di dampingi oleh dokter Milles dan Thomas, yang dengan sedikit berat hati akhirnya mau mendampingi Peregrine. Beberapa pelayan ikut dalam rombongan untuk melayani kebutuhan Thomas dan dokter Milles, mereka juga berperan membantu dokter Milles untuk merawat Peregrine dan bertugas memastikan selalu kenyamanan dan keamanan Peregrine selama di perjalanan.

Sebuah kereta kuda yang cukup besar di buat khusus oleh warga desa dari kayu, khusus untuk membawa Peregrine ke London, di dalam kereta itu cukup untuk menaruh dipan seukuran tubuh Peregrine di satu sisi dan di sisi lain yang dekat dengan pintu terdapat dua tempat duduk yang saling berhadapan, tempat duduk itu nantinya akan digunakan oleh siapapun orang yang mendapatkan tugas menjaga Peregrine saat dokter Milles beristirahat. Selain kereta kuda berukuran besar yang dibuat dengan sangat sederhana yang terparkir di halaman depan rumah, terdapat juga tiga kereta kuda lainnya, yang dengan sekali pandang orang bisa tau kereta itu masing-masing di peruntukkan bagi Thomas dan dokter milles saat ingin beristirahat, untuk para pelayan dan satu lagi kereta khusus untuk membawa segala keperluan dan bekal yang sudah mereka persiapkan.

Kesibukan terjadi pagi itu saat mereka mempersiapkan semua hal yang di perlukan, saat semuanya telah siap, beberapa pelayan saling membantu memindahkan Peregrine dari kamar  rawat dan membawanya masuk ke dalam kereta, mereka begitu berhati-hati membawa Peregrine agar tidak terjadi kesalahan sedikitpun. Semua orang bernafas lega saat Peregrine telah berhasil di baringkan di kereta dan pengecekan terakhirpun dilakukan, untuk memastikan lagi tidak ada sesuatu yang terlupakan, mengingat waktu tempuh perjalanan mereka yang memakan waktu berhari-hari.

Tibalah saat waktu keberangkatan, mereka saling mengucapkan salam perpisahan. Beberapa obrolan singkat Edward dan David bersama Thomas. Hingga akhirnya roda keretapun berjalan perlahan meninggalkan Stannage Park, lambaian tangan tiada berhenti sampai rombongan tersebut tidak lagi nampak di mata.

Tersenyum sedih, Pruistine mengusap sedikit tetes air mata di sudut matanya. Melihat hal itu Edward merangkulnya tanpa berbicara sepatah katapun. Ia hanya ingin menyampaikan pesan lewat tindakan bahwa Pruistine tak perlu bersedih, karna ada dia di sisinya.

David mendekat ke arah Edward dan membisikkan sesuatu di telinganya, Edward tampak kaget dan dia melihat ke arah David, "kau yakin itu?" tanyanya kemudian.

"Ya, kita butuh waktu berdua saja membicarakan hal ini di ruang kerjamu," jawab david.

"Oke, tunggu sebentar," jawab Edward. "My dear, ayo masuk ke dalam, ada hal yang harus aku bicarakan dengan david."

Pruistine memandang Edward, "bisakah aku tetap di sini sedikit lebih lama?" tanyanya

"Oh, kenapa My dear?"

"Tidak apa-apa Ed, aku hanya ingin saja."

"Baiklah, tidak apa-apa, tetapi kau harus segera masuk saat sudah merasa cukup berdiri di sini, oke?"

"Oke..." ucap Pruistine sambil tersenyum.

Kemudian Edward segera meninggalkan teras bersama David menuju ruang kerja. Kini hanya Pruistine dan Mary saja yang masih berada di teras, memandang lurus ke arah kepergian kereta.
Dari jauh terlihat seseorang berkuda dengan cepat ke arah Stannage Park, orang itu tidak lain adalah Edmunt, pagi-pagi sekali Ia pergi ke Truro di karnakan ada hal penting yang harus dia tangani.  Saat sampai di halaman Stannage Park, Edmunt turun dari kudanya dan berjalan ke arah Pruistine.

"Sepertinya aku terlambat untuk ikut mengantar kepergian rombongan ke London, My Lady... " ucapnya, "mohon maafkan saya," lanjutnya dengan penuh penyesalan.

"Oh ya, tidak apa-apa, kami bisa mengerti anda mempunyai urusan yang penting my Lord," jawab Pruistine, "bagaimana masalah di Truro? Apakah baik-baik saja?" tanya Pruistine kemudian menutupi kecanggungannya.

"Semua baik-baik saja, terimakasih atas perhatianmu my Lady," jawab Edmunt dengan sangat hormat.

"Well, itu bagus, senang mendengarnya," ucap Pruistine berbasa-basi. "Kurasa aku harus segera masuk ke dalam, izinkan aku undur diri My Lord," pungkas Pruistine kemudian, menutup basa-basi diantara mereka. Jika bisa jujur, sejakk hari penyerangan, Pruistine merasa tidak nyaman berada di sekitar Edmunt, maka tanpa menunggu lama Pruistine memberikan penghormatan kepada Edmunt dan berbalik badan, kembali melangkah masuk ke dalam rumah.

"Tunggu sebentar my Lady," seru Edmunt, Ia tanpa sadar memegang tangan Pruistine. Terkejut Pruistine refleks menarik tangannya, "oh maaf, ada yang bisa saya bantu, my Lord," ucap Pruistine tergagap.

"Tidak, tidak ada," ucap Edmunt, "maaf membuatmu terkejut, aku hanya ingin memberikanmu ini," lanjut Edmunt sambil menyodorkan benda di tangannya. Pruistine menerimanya, benda itu adalah sebuah boneka sederhana yang terbuat dari kumpulan rumput liar yang di ikat oleh jerami. "Saat kakakku sedih, dia senang memaikan boneka ini dan mengurangi kesedihannya, semoga boneka ini bisa membuatmu sedikit terhibur dengan memainkannya," ujar Edmunt dengan lambat, setiap katanya sarat akan emosi kesedihan.

Pruistine terkejut mendengarnya, dia hanya bisa terdiam dan dia menatap Edmunt dalam-dalam. "Baiklah, kurasa tidak ada hal lain, sebaiknya aku ke istal untuk mengembalilan kuda, selama tinggal my lady," ujar Edmunt akhirnya, lalu perlahan Ia melangkah pergi.

Masih tertegun di tempatnya, Pruistine terngiang-ngiang oleh perkataan Edmunt.

Saat kakakku sedih, dia senang memaikan boneka ini dan mengurangi kesedihannya, semoga boneka ini bisa membuatmu sedikit terhibur dengan memainkannya

Dan lagi-lagi Pruistine mendapatkan penglihatan masa kecilnya, berdiri di serambi tidak jauh dari dirinya berdiri, Ia melihat gadis kecil yang tak lain adalah dirinya tengah menerima pemberian dari remaja laki-laki.

Kakakku suka memainkan boneka ini saat Ia bersedih dulu, semoga boneka ini juga bisa membuatmu terhibur juga dengan memainkannya, sama seperti kakakku, ya tentu saja kakakku adalah mama mu, jadi jangan sedih lagi, oke?

Seakan darah surut dari kepalanya, Pruistine merasakn sakit kepala hebat, membuatnya terjatuh merosot ke lantai, dan Ia merasa seperti kehilangan semua tenaganya.

Paman, kenapa... kenapa kau melakukan semua ini?

___________________________________

My Lady... " pekik Mary, lantas Ia menopang tubuh Pruistine yang lemas.

Mendengar pekikan Mary, Edmunt menengok kebelakang dan melihat Pruistine yang sudah terduduk lemas di lantai sambil di topang Mary, boneka yang sesaat tadi Ia berikan, tergeletak begitu saja di samping Pruistine. Sekilas, sorot dingin tampak di mata Edmunt, tetapi dengan cepat tertutupi oleh sorot mata kaget. Melihat kondisi Pruistine, Edmunt mengurungkan niatnya mengembalikan kuda ke istal, Ia kembali ke Pruistine dan hendak menolongnya.

"Ada apa dengan Lady Atsley?" tanya Edmunt kepada Mary begitu sampai di sisi Pruistine.

"Saya tidak tahu my lord, my lady tiba-tiba saja terjatuh," jawab Mary. Ia berusaha untuk membangunkan dan memapah Pruistine, tetapi tenaganya tidak cukup kuat.

"Bisakah... bolehkah aku membantumu?" tanya Edmunt ragu-ragu, "biarkan aku bantu memapah Lady Atsley," ujarnya menawarkan bantuan.

"Ya, kumohon ,My Lord," jawab Mary ,"terimakash atas kebaikan anda."

Maju selangkah, Edmunt mengambil alih Puistine dan memapahnya masuk ke dalam rumah, begitu sampai di dekat ruang duduk utama, Edmunt hendak mendudukan Pruistine sementara sampai gadis itu sedikit kuat untuk pindah ke dalam kamarnya di lantai atas.

"Tolong, bawa aku langsung ke kamarku, My Lord," ucap Pruistine sambil menggelengkan kepala.

"Baiklah, semoga anda kuat berjalan sampai ke atas my lady."

Tidak ada jawaban, Pruistine hanya terdiam, sunyi. Dalam kesunyian itu keduanya terus melangkah, di ikuti Mary di belakangnya. Sesampainya di kamar, Pruistine merebahkan diri di ranjang dan bergulung di dalam selimut.

"Mary, bisakah kau membantuku untuk memanggil dokter di desa?" tanya Pruistine, "dan kumohon tidak perlu memberitahu Edward akan kondisiku, aku baik-baik saja, jadi tidak perlu membuatnya khawatir."

"Baik My Lady," berbalik keluar, Mary segera melaksanakan perintah Pruistine. Meninggalkan Pruistine berdua saja bersama Edmunt.

"Selamat beristirahat  My Lady, dan saya pamit undur diri," ujar Edmunt kemudian sesaat setelah Mary keluar dari ruangan. "Mohon maaf tidak bisa menemani anda lebih lama."

Saat Edmunt hendak melangkah Ia terdiam kaku di tempat mendengar panggilan Pruistine. "Tunggu dulu paman, tidakkah kau ingin menemani keponakanmu sedikit lebih lama?"

"Apa yang anda katakan, my lady?"

"Tolong jangan berpura-pura lagi, apa kau memanfaatkan kondisiku untuk mempermainkanku?" ucap Pruistine sedih. Dia kini benar-benar yakin bahwa Edmunt adalah pamannya. Walaupun dia kehilangan ingatannya, dia tidaklah kehilangan intuisi. Segala kejadian kebetulan dan kepingan ingatannya terasa begitu familier, semua hal itu tidak bisa membohonginya.

Tersenyum sedih, Edmunt memandang Pruistine.

"akhirnya kau mengingatku, ma cherí..."

TBC

_________________________________

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top