30

Peringatan : ada gambaran dari adegan berdarah-darah. Bagi yang memiliki fobia, harap skip atau menyiapkan diri sebelum membaca part ini ya teman-teman

Oke.. selamat membaca <3
__________________________________





"My dear, kumohon... "

Pruistine mengangguk mengiyakan apapun yang di minta Edward darinya.

Mendesah lega atas persetujuan Pruistine, Edward menarik nafas panjang terakhir kalinya sebelum mendorong miliknya kekelembutan Pruistine.

Prang...

Tiba-tiba terdengar bunyi botol pecah yang menghantam sesuatu dengan keras, merusak momen penyatuan mereka.

Bersamaan dengan hantaman keras itu, Edward merasakan rasa sakit yang hebat di kepala bagian belakangnya. Kejutan itu membuat gairah panas Pruistine dan Edward ke titik beku gairah mereka. Menarik kembali mereka ke realitas.

Membuka kedua matanya kembali, Pruistine melihat serpihan kaca berhamburan di sertai darah menetes ke bawah, Ia refleks memekik keras melihat keadaan yang terjadi. Di tengah kesakitannya, Edward refleks merunduk melindungi wajah Pruistine dari serpihan kaca tersebut, dan karna insting pengalamannya bertahan hidup dari keadaan berbahaya, Edward berguling di bawah selimut dan membawa Pruistine bersamanya ke sisi ranjang yang lain.

Merasakan bahaya mendekat di belakangnya, Edward lantas menangkis tangannya ke belakang dan berhasil menghindar dari pukulan kedua yang di arahkan ke arahnya. Ia menoleh ke belakang tubuhnya, dan Edward akhirnya mendapati sesosok pria yang berpakaian serba hitam dan mengenakan penutup wajah. Pria itu lantas menerkam Edward dan mengarahkan ujung runcing dari botol yang pecah.

Berusaha menangkis serangan pria tersebut dalam posisinya yang sulit karna mempertahankan posisinya dan Pruistne agar tetap tertutup selimut membuat Edward begitu kewalahan dan tidak bisa memberikan serangan balik. Beberapa kali Ia tergores sisi tajam botol dan mendapatkan luka yang cukup dalam.
Syok melihat apa yang tengah terjadi, beberapa saat Pruistne hanya bergelung kaku di dalam selimut, dan berlindung di balik tubuh Edward. Hingga pada suatu ketika Pruistine melihat Edward sudah tidak mampu menangkis serangan-serangan dari penyerang itu. Saat penyerang itu mengarakan senjata botolnya ke arah perut Edward, Pruistine mendapatkan firasat bahwa Edward tidak akan bisa menangkis serangan itu, dan jika serangan itu mengenai Edward, maka Ia bisa terluka parah.

"Tidak..." teriak Pruistine ngeri, sontak Ia tanpa berpikir panjang menerjang ke arah tubuh Edward dan menerima serangan itu dengan tangannya. Nyeri tajam menghantam tangannya saat botol tajam itu menghunus telapak tangannya dan menorehkan luka yang sangat dalam.
Di tengah kondisi antara sadar dan tidak sadar karna kondisi dirinya yang terluka parah, Edward merasa marah dengan sikap Pruistine yang dengan cerobohnya masuk ke tengah-tengah perkelahian, sekuat tenaga Ia mencoba menarik kembali Pruistine ke belakang tubuhnya, dan saat menyentuh tangan Pruistine, Edward melihat luka di tangannya.
"Oh tuhan, sayangku... kau terluka," serunya dengan ngeri.
Perasaan marah membuncah di dadanya kepada penyerang di hadapannya. Tidak apa-apa jika dia terluka, asal Pruistine nya baik-baik saja.

Dalam momen singkat sesaat setelah Pruistine terluka oleh penyerang, dengan mengerahkan seluruh tenaganya Edward memukul keras wajah penyerang itu, beberapa kali Ia berhasil memukul wajahnya  dan anehnya tanpa ada perlawanan apapun dari si penyerang. Seakan-akan si penyerang kehilangan keganasannya setelah Ia memukul Pruistine. Melihat momen bagus seperti itu, Edward tidak menyianyiakan kesempatan merenggut penutup wajah si penyerang untuk mengetahui siapa dia sebenarnya. Dengan sekali sentakan, Edward menarik lepas kain yang menutupi wajah si penyerah, akan tetapi belum sempat Edward melihat wajah si penyerang, dengan sangat cepat penyerang itu berbalik pergi dan melarikan diri.

Penyerang itu berlari ke arah pintu kecil yang hanya seukuran selebar tubuh manusia yang berada di salah satu pojok kamarnya dan segera menghilang dari pandangan.

Kejutan demi kejutan Pruistine rasakan. Sebelum malam ini, tidak ada pintu tersebut di sudut kamarnya. Dan selama beberapa waktu tinggal di kamar ini, Pruistine sama sekali tidak tahu ada sebuah pintu tersembunyi di kamarnya.

Melihat penyerang itu melarikan diri, Edward dengan susah payah berusaha mengejarnya.
Turun dari ranjang, Edward menyambar celananya di lantai dan dengan kilat memakainya, Ia lantas mengejar si penguntit  ke arah dia melarikan diri, tidak lupa dengan sangat tegas Edward memerintahkan Pruistine untuk tetap di kamar.

Di depan pintu kecil seukuran tubuh manusia, Edward melihat ruangan sempit gelap di balik pintu itu. Memasuki ruangan tersebut yang benar-benar hanya pas untuk satu orang, Edward langsung di hadapkan pada tangga kayu sederhana yang mengarah ke bawah. Sekelebat Edward melihat si penyerang sudah sampai di posisi tangga terbawah dan langsung berlari di lorong sempit menjauh dari tangga. Edward mencoba mengejar penyerang itu dengan menuruni tangga secepatnya, begitu sampai di bawah tangga Ia berlari secepat yang Ia mampu di lorong sempit itu. Rasa nyeri menghantamnya setiap kali tangannya tersenggol tembok di kanan kiri lorong karna begitu sempitnya. Setelah beberapa saat menelusuri lorong, sampailah Edward di pintu keluar yang hanya berupa pintu kecil seukuran setengah tubuh manusia dan memaksanya harus merunduk untuk keluar lewat pintu tersebut. Setelah berhasil keluar, Edward memandang sekeliling dan tidak mememukan siapapun, dia telah kehilangan jejak si penyerang. Tidak berputus asa, Edward menyisir daerah sekitar pintu keluar tempat penyerang melarikan diri, tetapi setelah beberapa saat dengan terpaksa Edward harus menyerah, mengingat dia sudah kehilangan jejak dan kondisi tubuhnya yang terluka parah. Edward juga teringat kondisi Pruistine yang ditinggalkan sendirian olehnya di kamar. Dengan cemas Edward bergegas kembali ke kamar Pruisitne, dan untuk mempersingkat waktu dengan terpaksa Edward kembali melewati lorong rahasia yang tembus ke kamar Pruistine. Sesampainya didepan pintu rahasia di kamar Pruistine, Edward bertubrukan dengan Thomas dan David yang tengah berdiri di depan pintu, terkejut lantas Edward mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Edward melihat orang rumah yang sudah berkumpul di ruang kamar. Tampak Pruistine yang sudah kembali mengenakan baju tidurnya tengah terduduk di sofa dan tengah mendapatkan  perawatan pada lukanya oleh dokter Milles. Beruntung malam ini Ia memaksa dokter Milles untuk bermalam di rumahnya. Ia juga melihat Mary dan di bantu oleh Robert tengah membereskan ranjang yang berlumuran darah.

"Apa kau berhasil mengejar si penyerang," tanya David sesaat setelah bertemu Edward. Menanggapi pertanyaan David, Edward hanya menggelengkan kepala dan terus berjalan memasuki ruangan ke arah dimana Pruistine tengah duduk. Mengikuti di belakang Edward , David dan Thomas berkata bahwa samar-samar keduanya mendengar teriakan dari arah kamar Pruistine, karna khawatir keduanya bergegas keluar kamar dan mengecek ke arah datangnya suara teriakan. Tetapi saat sampai di depan kamar ini, tiba-tiba bunyi berisik yang dari jauh mereka dengar tidak lagi ada. Tidak berani mengetuk pintu karna takut mengganggu Pruistine, David dan Thomas hendak berbalik pergi dan tepat pada saat itu pintu kamar terbuka dan nampak Pruistine yang berpenampilan kacau dan tampak percikan darah di bajunya dan di wajahnya.
"Tolong... tolong Edward, ada penyerang yang datang ke kamar ini," ucap Pruistine kepada David dan Thomas, Ia sama sekali tidak menyangka akan bertemu mereka di depan kamar begitu Ia membuka pintu.

Mendengar penuturan Pruistine dan melihat kondisi Pruistine, hawa dingin merasuk ke diri kedua pria itu. Dengan tanggap mereka berbagi tugas menolong Pruistine terlebih dahulu. Thomas bergegas mengambil inisiatif membagunkan Mary dan Robert, cukup mereka berdua saja pelayan yang Ia percayakan untuk merapihkan ruangan. Lalu Ia membangunkan dokter Milles agar merawat luka di tangan Pruistine. Sementara David, Ia mendampingi Pruistine kembali ke kamar dan mendudukkannya di sofa. Ia dengan tenang mendengarkan penjelasan Pruistine. Pruistine tidak menjelaskan dengan detail tentang bagaimana penyerangan di mulai. Tetapi dengan melihat sekilas kepada beberapa tanda merah di leher Pruistine dan beberapa tanda merah di dada Pruistine yang mengintip dari sela-sela leher gaun tidur Pruistine yang rendah, David langsung bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Yah jika bukan dalam kondisi itu, David yakin si penyerang tidak akan mempunyai kesempatan untuk melukai Pruistine yang tengah bersama Edward. Memandang sekeliling, David melihat sebuah syal yang tergeletak di sandaran kursi depan perapian, Ia langsung mengambilnya dan memakaikannya di leher Pruistine untuk menutupi bekas-bekas karya dari sahabatnya itu.

Semakin dekat dengan Pruistine, Edward lega melihat Ia baik-baik saja, dan lukanya sudah di balut perban oleh Dokter Milles.

"Edward," seru Pruistine lega begitu melihatnya kembali, bangkit dari tempat duduk, Pruistine langsung masuk ke pelukan Edward, sama sekali tidak peduli dengan kondisi badan Edward yang masih berlumuran darah.

"Maafkan aku my dear, aku tidak berhasil..."

"Shhtt, cukup jangan membahas apapun dulu," bisik Pruistine memotong ucapan Edward, "sebaiknya kita obati dulu luka- lukamu," ucap Pruistine kemudian.

"Dokter, kumohon periksa kondisi luka-luka Edward... " pinta Pruistine kepada dokter Milles sambil mendorong Edward duduk ke sofa yang sesaat lalu di dudukinya.

Setelah di perhatikan dengan seksama, kondisi luka-luka Edward terlihat cukup parah, sayatan-sayatan dari botol tajam itu hampir mengenai semua sisi di kedua tangannya. Dan bahkan ada luka sobekan parah di bagian pundaknya yang mengeluarkan banyak sekali darah. Semua orang ngeri melihat luka-luka di tubuh Edward, untung saja luka itu tidak mengenai bagian fital, jadi bisa di bilang hanya luka luar yang tidak terlalu membahayakan nyawa Edward.

Selama dokter Milles merawat luka-luka Edward, dengan tanpa memikiran kondisinya sendiri Edward membahas tindakan lanjut yang harus mereka lakukan atas serangan langsung yang mereka dapatkan malam ini. Ia meminta bantuan Thomas dan David untuk meyelidiki hingga tuntas dan dengan satu kesepakatan, mereka yakin pelaku penyerangan ini dan pelaku penguntitan Pruistine, mereka adalah orang yang sama. Tetapi motif apakah yang membuat orang ini melakukan hal-hal menyeramkan ini? Siapakah dia sebenarnya?

Sambil mendengarkan diskusi Edward dan teman-temannya, Pruistine duduk dengan tenang di sisi Edward. Entah karna dorongan apa, Pruistine melihat kembali ke arah pintu rahasia di dalam kamarnya.

Sekelebat bayangan tertangkap matanya, seorang gadis kecil berambut platinum tengah di seret menuju pintu itu oleh seorang remaja Pria. Tampak gadis itu mencoba memberontak dan memohon agar tidak di perlakukan seperti itu, Ia tidak ingin pergi keluar lewat pintu rahasia itu.

Tidak paman, aku tidak mau lagi keluar lewat pintu rahasia itu... aku takut Papa akan marah kepada kita...

Suara gadis kecil itu terngiang di kepalanya.

Begitu mencapai pintu bayangan itu memudar hilang dari pandangan Pruistine.
Terduduk kaku di kursinya, semua rona di wajah Pruistine hilang berganti dengan wajah pias, seribu pikiran berkecamuk dalam benaknya

Paman... mungkinkah? mungkinkah itu dirimu?

Tbc

__________________________________

Catatan: setelah membaca part kali ini secara keseluruhan, aku memutuskan bahwa part ini adalah part paling awkward yang pernah aku buat dalam pengalaman menulisku yang masih sedikit.. hehe

Kebayang gak sih, lagi romantis2an ternyata sedang di intip sama seseorang trus di serang deh...

Tapi ya sudahlah ya, mau tak rubah lagi sudah kepalang tanggung dan takutnya ngerubah alur cerita, mohon di maklumi yah teman-teman atas kekacauam khayalanku...

Salam sayang dariku @Soetba

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top