26
Sesuai dengan apa yang sudah di sepakati terakhir kali tiga hari yang lalu, bahwa jika penyelidikan masih tidak membuahkan hasil apapun, maka kegiatan itu akan di hentikan. Maka di sinilah Pruistine sekarang, menikmati masa-masa tenang dan bersantai di rumahnya dengan sesekali mengobrol bersama dengan Edward dan bahkan Ia semakin dekat dengan David. Selama tiga hari tanpa kejadian apapun, membuat semua orang sedikit bersuka cita dan optimis bahwa sepertinya memang tidak ada masalah apapun yang perlu di khawatirkan.
Menghabiskan waktu petang yang damai, Pruistine duduk manis membaca buku di ruang perpustakaan keluarga ditemani oleh Edward, sesekali mereka berbincang ringan dan bercanda.
Tak berselang lama, David bergabung di tengah-tengah mereka, membuat suasana semakin hangat.
Beberapa waktu berlalu tanpa terasa sudah cukup larut untuk beristiraht, saat ketiganya hendak kebali ke kamar masing-masing, dengan tiba-tiba terdengar keributan dari arah depan. Keluar untuk melihat apa yang terjadi, ketiganya melihat Peregrine tampak tengah menunduk membereskan serpihan guci yang sebelumnya berada tepat di samping pintu. Ada seorang pria berpakaian mantel bepergian yang tengah berupaya membantu Peregrine membereskan serpihan guci itu sembari tampak tengah berbicara dengannya.
"Thomas, apa yang terjadi?" tanya Edward begitu melihat pemandangan aneh dimana Thomas yang hanya berdiri diam saja dan Ia lebih heran melihat orang asing dengan berpakaian mantel bepergian yang Edward tidak tahu siapa dia, karna hanya terlihat punggungnya saja, dikarnakan posisinya yang tengah membantu Peregrine membersihkan serpihan guci.
Mengendikkan bahu Thomas menjawab santai, " aku pergi ke Truro pagi ini, dan bertemu dengan Edmunt disana, saat akan kembali dia bertanya kepadaku apakah dia boleh menginap dimana aku menginap selama di Cornwall," jelas Thomas. "Dan saat sampai di rumah, kami di sambut oleh Peregrine yang tidak sengaja menyenggol guci di samping pintu."
Saat mendengar perkataan Edward, pria asing yang tidak lain adalah Edmunt Plantagened, Earl of Rutland. Pria yang secara kebetulan bertemu dengan Thomas dan David beberapa waktu yang lalu.
"Hai Edward, lama tidak berjumpa," sapa Edmunt dengan ceria, dia lantas menjabat tangan Edward dan memeluk bahunya. Lalu dia berganti menjabat tangan David dan memeluk bahunya, "hai David, kau masih tampak sama seperti dulu," sapa Edmunt kepada David.
"Ya, Hai Edmunt," sapa Edward dan David bersamaan.
"Oh well, aku sedang dalam perjalanan bisnis beberapa kota di Cornwall, secara kebetulan bisnis terdekatku berada di daerah sini, sepertinya akan menjadi hal yang sangat baik jika kau mengizinkanku menginap di rumahmu, Edward," dengan sopan Edmunt berbicara kepada Edward. "Aku membutuhkan tumpangan jika kau tidak keberatan."
"Oh, tentu saja tidak, silahkan masuk, rumahku terbuka kapan saja untuk semua teman" jawab Edward spontan, walau sejujurnya dia sedikit terkejut dengan kedatangan Edmunt yang bisa di bilang entah dari mana asalnya. Bagaimanapun setahu Edward mereka bukanlah kawan akrab, dan untuk Edmunt bertingkah seakan mereka kawan akrab yang lama tak bersua, baginya itu cukup aneh.
Terdengar bunyi nyaring vas bunga yang pecah sesaat kemudian, membuat perhatian orang di sekitar teralihkan ke asal suara itu. Lagi-lagi, kini di dekat tempat serpihan guci yang belum selesai di bersihkan, kini tampak bertambah serpihan vas bunga di sampingnya, di dekat kekacauan itu, Peregrine, ketua pelayan di rumah ini, yang terbiasa bersikap sempurna tampak terlihat berdiri dengan kaku, wajahnya terlihat pias dan canggung karna dua kali melakukan kesalahan yang sama di depan tuan-tuan mereka.
"Oh Peregrine, apa yang terjadi kepadamu?" seru Pruistine lembut, Ia menyadari bagaimana malunya Peregrine saat ini. Berjalan cepat ke arah Peregrine, Pruistine menggenggam tangan Peregrine dan menariknya menjauh dari serpihan vas dan guci. "Biarkan saja,biar pelayan lain yang mengurusnya, kau masuk saja ke dalam, Peregrine," paksa Pruistine sambil menarik Peregrine pergi, yang mau tidak mau terpaksa ditiruti oleh Peregrine. Begitu Peregrime sudah tidak nampak dalam jangkauan mata, Pruistine meminta tolong Mary, yang selalu berada di dekatnya dimanapun Ia berada, untuk memanggilkan dua pelayan wanita bagian kebersihan agar secepatnya datang dan membereskan semua kekacauan di depan pintu rumah.
Setelah menyelesaikan masalah dengan cekatan, didorong oleh rasa ingin melindungi martabat Peregrine dan martabat Stannage Park dari orang asing, Pruistine takjub akan hal yang baru saja dilakukan oleh dirinya sendiri. Dalam hati Ia berterimakasih kepada tuhan sudah menolongnya untuk menyelesaikan masalah saat ini dengan baik. Berjalan dengan kikuk kembali ke sisi Edward, Pruistine meminta maaf kepada tamu mereka yang datang malam ini yang mendapat sambutan kurang baik di rumahnya.
Sambil tersenyum pria itu berkata tidak apa-apa, terkadang pelayan kita bisa sangat kelelahan hingga melakukan sedikit kesalahan. Bukan hal yang perlu di permasalahkan.
Sambil menatap Edward, Edmunt bertanya, "dan bolehkah saya bertanya siapa gadis muda jelita ini, Edward? diakah anak perwalianmu? Sesuai kabar yang aku dapat dari gosip yang beredar di London akhir-akhir ini."
"Oh ya, ini Pruistine Atsley, anak satu-satunya dari mendiang Bastian Atsley, Lort Stannage sebelumnya," jawab Edward memperkenalkan Pruistine kepada Edmunt. Dengan sedikit menekuk lututnya Pruistine memberikan penghormatan yang anggun kepada Edmunt sebagai perkenalan kepada Edmunt.
"Edmunt Plantagened, Earl of Rutland," ucap Edmunt memperkenalkan dirinya, "senang dapat bertemu denganmu, my lady."
"Terimakasih, My lord," jawab Pruistine sambil tersenyum simpul.
"Oke, kurasa kita bisa melanjutkan reuni ini di ruang santai," ucap Edward pada akhirnya, "dan kembalilah kekamar untuk beristirahat Pruistine, my dear," perintah Edward dengan tegas kepada Pruistine, entah mengapa Edward merasa tidak suka melihat Pruistine berada di sekitar Pria asing manapun, bahkan Edmunt sekalipun, yang mana adalah teman masa remajanya.
"Ya, My lord... selamat malam semua," ucap Pruistine, setelah menundukkan sedikit lutut dan pundaknya dengan gerakan anggun sesuai dengan tata krama yang berlaku, Pruistine melangkah meninggalkan ruang depan menuju ke lantai atas diikuti dengan setia oleh Mary yang selalu berada di belakannya.
"Well, mari masuk, sambil menunggu pelayan mempersiapkan kamar tamu, kita bisa menikmati segelas brendi," ajak Edward kepada teman-temannya. "Ayo Thomas, David... kita sambut teman lama kita dengan baik."
Dengan santai keempat pria berjalan menuju ruang tengah dan menghabiskan beberapa saat waktu berbincang santai di ruangan tersebut.
_________________________________
Keesokan harinya sebuah berita datang dari London yang membuat Edward mengurung diri di dalam ruang kerja. Dengan sangat serius Edward membaca semua surat-surat yang dikirim oleh orang-orangnya yang dia tugaskan mencari tahu siapakah paman Pruistine yang pernah dekat dengannya saat masih kecil. Semua kabar yang dia terima sangat mengecewakan, belum ada satupun yang bisa melacak keberadaan paman tersebut.
Melepaskan penat karna kabar yang kurang memuaskannya, Edwars berjalan menuju ke arah jendela besar di ruang kerjanya yang menampakkan pemandangan langsung ke arah padang rumput sambil membawa segelas wine, Berdiri bersandar di ambang jendela, dengan perlahan Edwart meyesap wine tersebut. Tertangkap pandang di kejauhan, Pruistine, David, dan Mary yang tengah duduk bersama di bawah pohon rindang, entah apa yang sedang mereka lakukan.
"Bunga yang harus mengalami badai dan berjuang untuk tidak gugur jatuh dari pohonya," bisik Edward pada orang yang berdiri dengan acuh tak acuh di sampingnya, orang tersebut tidak lain adalah Thomas, yamg sedari tadi dengan anehnya diam saja bersandar di depan jendela sambil sesekali menyesap wine sambil melihat ke arah luar. Begitulah cara Thomas menemani Edward.
"Dia terlalu rapuh dan terlalu polos untuk London, jangan terlalu melindunginya, biarkan dia berkembang dan menyesuaikan dengan lingkungan, bagaimanapun bunga yang baik adalah bunga yang tumbuh di alam, bukan di dalam rumah kaca," gumam Thomas tampak sudah setengah mabuk, dilihat dari ucapannya yang sedikit tidak menyambung.
"Ck,ck.. jika tidak sedang marah, kerjaamu yang lain adalah mabuk, Thomas," seru Edward sambil merebut gelas wine di tangan Thomas, "kembalikan wine ku, kau sudah cukup mabuk."
"Duduklah... " perintah Edward kepada Thomas sambil merangkul bahunya dan menyeretnya ke sofa terdekat. Duduk di samping Thomas, Edward memandang sahabatnya itu dengan miris, sesulit itukah bagimu untuk melepaskan wanita itu dari hidupmu Thomas?
"Berhentilah bersikap frustasi seperti itu, maafkan semua hal yang sudah terlanjur terjadi," Edward membuka percakapan tentang topik masalah pribadi Thomas, "ceritakanlah semua beban fikiranmu, my bro... "
Tidak ada respon apapun dari Thomas, Ia hanya duduk diam di sofa sambil memegang kepalanya dengan kedua tangan, seakan-akan dia tak sanggup menopang beban pikirannya sendiri.
Ketukan keras di pintu menyela momen diskusi Edward dan Thomas, sambil menepuk lembut pundak Thomas, Edward melangkah menuju pintu dan membukanya.
Peregrine berdiri dengan wajah kusut dan menundukkan kepada berdiri di hadapannya kini, "My Lord, ada hal penting yang ingin saya bicarakan, bolehkah saya meminta waktu anda, My Lord," ucap Peregrine dengan lirih yang anehnya ada sedikit getar suara dalam setiap kata yang di ucapkannya.
Heran, satu hal yang dirasakan Edward melihat sikap Peregrine yang tidak seperti biasanya. Teringat akan kejadian semalam, Edward menyimpulkan sikap Peregrine ini disebabkan kejadian semalam dan dia ingin meminta maaf karna sudah bersikap tidak profesional. "Ya tentu saja," jawab Edward, "tetapi saat ini aku sedang ada sedikit kesibukan, mungkin kau bisa kembali menghadapku setelah membantuku mengantarkan surat kepada pengurus tambang di utara," ucap Edward dengan tangkas, dia tidak bisa menyudahi pembahasannya dengan Thomas saat ini, dan dia tidak bisa menolak Peregrine karna bisa saja membuatnya semakin malu. Dengan tugas yang di berikannya, setidaknya bisa mengulur waktu dan sebagai bentuk respec nya kepada Peregrine, secara tidak langsung dia menyampaikan makna bahwa tidak ada masalah apapun yang terjadi karna sikapnya semalam.
Sedikit terkejut dan kebimbangan terlihat di wajah Peregrine, seakan ingin mengucapkan sesuatu, Ia membuka sedikit mulutnya, tetapi tidak terucap kata apapun.
Menundukkan kepala akhirnya Peregrine hanya bisa mengiyakan perintah Edward. Setelah menerima surat yang ditugaskan Edward untuk di antarkan ke tambang olehnya, Peregrine mengundurkan diri dari hadapan Edward dan melangkah pergi menjalankan tugas yang di embannya, dia ingin sesegera mungkin menyelesaikan tugas mengantar surat itu dan secepatnya kembali ke rumah untuk menyampaikan hal penting yang Ia ketahui.
__________________________________
Sore harinya, Edward berdiri di taman bunga yang ada di halaman depan rumah, Ia menemani Pruistine yang tengah merawat bunga. Sesekali Edward melihat ke arah gerbang pintu masuk, sejujurnya Ia merasa sedikit aneh kenapa sejak tadi siang sampai sesore ini Peregrine tidak kunjung jua kembali dari tugas yang di berikannya untuk mengirimkan surat. Mungkinkah dia sedang berbincang dengan kenalannya di tambang? Tetapi bukankah tadi tampaknya ada suatu hal mendesak yang ingin disampaikannya kepadanya? dan begitu menerima surat yang Ia tugaskan, tampak Peregrine begitu tergesa-gesa pergi seakan ingin segera menyelesaikan tugas yang di embannya. Sedikit kekhawatiran hinggap di hati Edward, tetapi segera Ia tepis perasaan itu. Sudahlah, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.
Baru saja selesai mengucapkan harapan akan keselamatan Peregrine dalam hatinya, tak berselang lama dari arah kejauhan tampak beberapa pekerja tambang yang dengan tergesa-gesa mendorong sebuah gerobak. Firasat buruk entah bagaimana menghampiri Edward melihat rombongan itu.
"My dear Pruistine, kau tunggu sebentar di sini, sepertinya ada beberapa pekerja tambang yang sedang tergesa-gesa menuju ke sini," ucap Edward kepada Pruistine yang tengah serius merawat bunga, "aku akan menghampiri mereka, kau tetaplah disini, oke? aku akan segera kembali," tegas Edward , lalu Ia segera berjalan keluar dari taman bunga.
Pruistine tidak bisa banyak bereaksi, dia hanya bisa menganggukkan kepala dan melihat kepergian Edward yang tergesa-gesa. Karna terdorong rasa penasaran, dengan perlahan Pruistine mengikuti Edward keluar dari taman bunga. Tampak Edward sudah jauh di luar gerbang Stannage Park dan berada di tengah-tengah rombongan orang-orang tambang yang sedang mengarah ke rumahnya. Dengan terus melangkahkah kakinya, tibalah Pruistine di depan pintu gerbang, dia berdiri dengan penuh penasaran kepada hal apa yang tengah terjadi. Saat melihat rombongan pekerja dan Edward melangkah lagi ke arah Stannage Park dengan perlahan, Pruistine melihat apa yang sedang mereka bawa, sebuah gerobak dorong? Seketika seakan ada hantaman keras di dadanya, Pruistine teringat kejadian buruk saat meninggalnya kedua orang tuanya, dimana kejadian itu hampir sama dengan kejadian saat ini, beberapa warga yang tergopoh-gopoh datang ke Stannage Park sambil mendorong kereta.
Tidak lama kemudian rombongan tiba di depan pintu gerbang, sorot mata Pruistine nanar dan tanpa berkata-kata dia menatap Edward. Tatapan matanya sudah cukup meyampaikan pertanyaan apa yang tidak terucap dari bibir Pruistine.
Menghela nafas berat Edward mendekat ke Pruistine dan mendekap gadis itu.
"Tabahkan hatimu, my dear..."
TBC
__________________________________
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top