Part 18. Lelah


-

-

"Kamu marah?"

Ladin menoleh ketika suara Rai terdengar dari arah pintu. Rai memasuki kamar dan menutup pintu di belakangnya.

"Aku enggak marah," bohong Ladin.

"I know you. Enggak usah bohong."

Ladin menghela napas lelah sembari menghadapkan tubuhnya ke arah Rai. "Lantas kalau aku bilang marah, aku bisa apa?"

Rai duduk berlutut di depan Ladin. Dia memindahkan anak rambut Ladin ke belakang telinga. "Kan kamu yang minta aku cari asisten, dan aku udah kenal dekat sama Jovi. Aku tahu gimana kemampuan Alexa. Menurut aku dia bahkan lebih kompeten ketimbang Reza."

"Bukan soal kemampuannya, Ay. Tapi aku enggak suka sama attitude mereka," adu Ladin.

"Di proyek ini bukan attitude yang penting, Ay. Tapi skill. Aku enggak bisa ngapa-ngapain kalau skill mereka jelek," sahut Rai tidak terima. "Atau jangan-jangan kamu jealous sama Alexa?"

Ladin membisu. Rahangnya mengeras sedangkan tatapannya dia alihkan dari Rai.

"Jangan kayak anak kecil dong, Ay. Kita semua di sini profesional kok."

"Profesional? Apa minum juga termasuk ke ranah profesional kamu?" todong Ladin dengan tatapan tajam kepada Rai. "Kamu janji kan buat enggak lagi minum."

"Kenapa jadi ke situ sih?"

"See. Bukannya aku enggak suka sama Jovi atau jealous sama Alexa. Aku cuma enggak mau kamu malah ikutan kayak mereka," tekan Ladin sambil mengusap pipi Rai. "Kamu kan bilang ke aku mau buktiin ke orang-orang soal kemampuan kamu. Tapi kalau fokus kamu enggak ke sana. Gimana kamu bisa buktiin ke mereka."

"Aku minum juga justru buat bersosialisasi Ay, enggak selalu kok," balas Rai.

"Bersosialisasi kan bisa dengan cara lain."

Rai mendengkus. Tiba-tiba Rai bangkit. Amarah tampak nyata dari sorot mata lelaki itu. Mukanya memerah siap untuk meledak. 

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Read More at : Karyakarsa.com/mooseboo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top