Part 11. Penting Bilang Cinta

-

-

Sejak kemarin Kemal tidak pernah bisa lepas dari data-data milik perusahaan Drajat. Entah itu berkas yang dia kumpulkan dari beberapa rekan kerjanya di pengadilan sampai berita-berita yang ada di media.

Dari semua data itu, kecurigaan Kemal semakin menumpuk. Lebih-lebih ditambah ucapan Ladin kemarin, tentang beberapa kasus Drajat yang selalu berhenti di tahap penyidikan ataupun selalu mendapatkan putusan bebas. Terlalu mencurigakan dan terlalu bersih bagi sebuah perusahaan yang sering kali terkena kasus, apalagi kasus yang menjerat perusahaan Drajat kebanyakan bukan perkara enteng.

Kemal mendesah lelah dan membenturkan keningnya ke atas meja kerja ketika semuanya terasa buntu, sementara layar laptop dan komputernya masih penuh dengan profil PT. Textama. Sudah semalaman dia berkutat dengan semua berkas itu. Beberapa pekerjaannya pagi ini sampai rela terbengkalai di sudut meja.

"Tapi kenapa Pak Mahesa mau ambil kasus ini. Aneh," gumam Kemal penuh curiga. Pasalnya hampir tujuh tahun mengenal dekat Mahesa, Kemal tidak pernah menemukan pria paruh baya itu memihak pada perusahaan yang bermasalah.

Kemal mendongak. Dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan tisu bekas yang berisi nomor ponsel seorang informan dari Ladin. Perempuan itu bilang, orang ini tahu banyak mengenai kasus PT. Textama di Samarinda dan Kemal bisa langsung bertanya kepada orang ini.

Namun, sejak kemarin nomor yang Ladin berikan tidak merespons semua pesan dan teleponnya. Padahal dia sudah membawa-bawa nama Ladin. Kemal bertopang dagu, mungkin akan lebih mudah bila dia bisa mendapatkan nomor Ladin kemarin. Sayangnya, sulit untuk mendapatkan nomor ponsel dari singa betina seperti Ladin.

Penat makin membuat kepalanya berat. Kemal bangkit lantas merenggangkan tubuhnya, hendak membuat kopi dan bersantai sejenak pada balkon di lantai paling atas. Balkon yang sering kali dijadikan tempat istirahat ataupun merokok para karyawan kantor hukum ini.

Angin pagi menyambut Kemal ketika tubuhnya keluar dari pintu pantry. Aroma kopi dari gelas yang dia bawa terendus kuat. Kemal menguap lebar dan membiarkan pnadangannya menatap lurus ke arah pagar depan dan jalanan yang mulai macet.

Tiba-tiba notifikasi pesan masuk membuyarkan lamunan Kemal. Senyum masam muncul membaca nama di layar. Anak Kesayangan Baba.

Anak Kesayangan Baba :

Mal, kata Bunda lo enggak jadi kawin sama Agni?

Kemal mendengkus sebal kala membaca pesan dari Keysha, adiknya. Adik perempuan yang berbeda hanya dua tahun darinya itu, memang kadang kala ucapannya terlalu frontal. Segera, dia membalas pesan itu.

Kemal :

Gue diputusin sama Agni

Selang beberapa menit tidak ada balasan lagi dari Keysha, Kemal memutuskan untuk menyesap kopinya. Namun, kali ini ponselnya yang berteriak membuat Kemal berdecak kesal.

"Kenapa?" tanya Kemal membuka video call adik semata wayangnya itu.

"Serius lo diputusin lagi sama Agni?!! Ini udah kali keempat loh, kalian betah banget ribut sih? Heran gue."

Kemal makin suntuk menemukan mimik penasaran perempuan berambut pendek yang memenuhi layar ponselnya. "Ngapain juga sih gue bohong,"

"Alasannya?"

"Emang Agni enggak hubungin lo?"

"Gue aja tahu dari Bunda. Hp lo kenapa sih?! Kata Bunda ditelepon enggak diangkat. Di-chat juga enggak dibales. Lo kan tahu Bunda kalau ngamuk seremnya kayak gimana."

Kemal bertopang dagu pada pembatas balkon sambil memandangi wajah Keysha malas. "Key masih pagi Key... bisa enggak bawel dulu enggak?"

"Terus... alasan sebenarnya kenapa?" tanya Keysha dengan nada lebih tenang.

"Gue dibilang enggak peduli sama dia."

"Basi. Kemarin juga masalahnya kayak gitu kan."

Kemal mengedik.

"Elo sih udah gue bilang jangan kebanyakan kerja, masih untung ada cewek yang mau sama lo. Gue juga kalau jadi Agni kesel kali lo cuekin melulu."

Kemal memijit pelipisnya yang makin pening mendengar ocehan panjang lebar Keysha. "Emang Abang lo seenggak laku itu apa, Key? Most Eligible Bachelor loh."

"Bodo amat. Lo itu bukan enggak laku. Tapi enggak peka. Terus lo udah hubungin dia?"

"Udah. Om Mahesa juga udah bantu buat jadi penengah."

"Terus dia bilang apa?"

Kemal menatap Keysha dengan muka merana. "Gue dicuekin. Nomor gue di-block."

Keysha tertawa terpingkal-pingkal, wajah merahnya memenuhi layar ponsel Kemal. Air muka Kemal ditekuk sebal.

"Lo berdua kayak bocah amat sih, masa masalah begini aja main putus, main cancel. Persiapan lo kan udah mau beres. Undangan juga udah lo pesan kan?"

"Habis mau gimana lagi. Dia yang mendadak ngambek. Gue bisa apa," gumam Kemal sebal.

"Gue bisa apa?! Lo gila! Itu semua kan pakai uang. Emang lo enggak sayang duit puluhan juta lo cancel gitu aja, mending buat gue traveling."

"Ya... terus gue mesti ngapain? Dia aja enggak mau nerima telepon gue."

"Emang lo udah samperin ke rumahnya?"

"Belum. Belum sempat, Key. Gue masih banyak kerjaan minggu ini. Mungkin weekend, gue coba temuin dia," cerita Kemal dengan nada lelah. Namun, Kemal seketika beringsut kala Keysha memelotot kesal di layar ponsel.

"KEMAL! Kenapa mesti nunggu weekend sih? Gue jadi curiga, lo sebenarnya cinta enggak sih sama dia?"

"Key, berisik. Maksud lo apa sih?"

"Gue tanya, lo cinta enggak sama dia?" tanya Keysha. Kali ini, nada bicaranya terdengar serius.

Kemal mendesis dan melarikan tatapannya pada kopi pekat di dalam gelas. "Omongan lo kenapa sama kayak dia sih? Emang penting bilang cinta?"

"Penting bangetlah Mal. Banyak orang yang modal saling cinta aja cerai tengah jalan, apalagi elo yang enggak modal apa-apa."

"Terus apa hubungannya gue cinta sama dia atau enggak, dengan samperin ke rumahnya?" gumam Kemal dengan mimik tanpa dosa.

Dari layar ponsel Kemal, Keysha menepuk jidatnya lelah. "Kalau lo beneran cinta sama dia. Sejak malam pertama kalian ribut, lo pasti udah susulin ke rumahnya. Bukan malah biarin hal kayak gini berlarut-larut sampai berhari-hari. Untung loh, ada Pak Mahesa yang bisa yakinin keluarga Agni. Kalau enggak, lo pasti kena sidang Bokapnya Agni."

Kemal tertegun, kala menyadari bila ucapan Keysha ada benarnya.

"Kenapa diem? Baru sadar kalau lo juga kayak bocah?"

"Nanti malam gue ke tempat Agni."

"Bener ya," ancam Keysha. "Pokoknya gue enggak mau tahu, lo kudu beresin semuanya. Pantes aja Bunda ngamuk-ngamuk. Jangan lupa, angkat telepon Bunda kalau lo enggak mau jadi Malin Kundang."

"Iya," jawab Kemal malas."Klien gue telepon, Key. Nanti gue hubungin lo lagi."

"Mal, Kemal! Gue belum kelar ngomong loh."

"Berisik," gumam Kemal menutup teleponnya.

Kemal lantas menarik napas dalam-dalam sembari memandangi gedung-gedung tinggi di depannya. Sementara kopi yang sempat dia letakan di pagar pembatas balkon sudah semakin dingin ketika dia menyesapnya.

Agnia Atmaja. Perempuan yang terpaut hampir enam tahun lebih muda darinya itu tampak menyenangkan saat pertama kali Mahesa mengenalkan dia kepadanya. Celotehan cerdasnya, muka ceria, dan senyum manis Agni yang membuat Kemal tertarik. Apalagi ketika dengan cepat Agni bisa dekat dengan keluarganya. Namun, setelah lamaran, tingkah Agni berubah aneh. Ada saja yang membuat calon istrinya itu uring-uringan. Kepala Kemal terasa ingin pecah rasanya.

"Pak Kemal!"

Teriakan Chika dari arah belakang sukses membuat air kopi pada gelas di tangan Kemal terciprat ke kemejanya. Sontak, dia menoleh dengan mata memelotot kesal.

"Kamu ngapain sih Chika ngagetin saya?!"

"Maaf-maaf-maaf, Pak," pinta Chika mendekat dan hendak mengelap kemeja Kemal dengan ujung kemejanya.

"Enggak usah pegang-pegang," seru Kemal jengkel. "Biarin saya yang bersihin sendiri. Kenapa?"

"Bapak tadi cari saya? Bapak pasti tunggu laporan dari saya, kan?" cerocos Chika tersenyum canggung. "Sori ya Pak. Saya semalam begadang makanya hari ini datang telat."

"Terus?" sahut Kemal sambil menahan emosi.

"Terus... Saya udah bawa laporannya," kata Chika mengeluarkan beberapa lembar A4 dari tasnya. "Saya memang enggak nemuin data mencurigakan terkait perusahaan Drajat yang ada di Samarinda, Pak. Tapi, soal cabang di Samarinda, saya temuin ada tujuh perusahaan mencurigakan yang menjadi vendor PT. Textama, di mana tujuh perusahaan ini tidak terdaftar secara hukum. Saya enggak tahu informasi ini penting atau enggak, tapi saya taruh laporan keuangan kerja sama proyeknya di ruangan Bapak dan ini catatannya."

"PT fiktif kemungkinan proyek fiktif. Bukan faktur pajak yang dimanipulasi," gumam Kemal sembari menerima kertas di tangan Chika. "Kok saya bisa kelewatan data ini ya."

"Enggak cuma itu, barusan saya dengar gosipan sekilas dari anak-anak magang di bawah. Bapak mau tahu?" cerita Chika berapi-api.

"Chika jangan bercanda sama saya," gerutu Kemal.

"Gitu aja ngomel sih Pak. Cepet tua loh," gumam Chika takut-takut kala melihat mata Kemal hampir keluar di depannya. "Pak Wibowo lagi bentuk tim hukum buat urus kasus PT. Textama yang di Samarinda. Ternyata setelah beberapa tahun, proses penyelesaian kasus pencemaran lingkungan di sana enggak berjalan lancar. Saya belum tahu pasti alasannya, tapi rencananya dalam waktu dekat masyarakat di sana akan melakukan demo di depan perusahaan."

"Tapi kok enggak ada media yang berani blow up?"

"Menurut saya, mungkin karena ada yang nutupin biar media enggak sampai tahu hal ini. Dan gosipnya lagi, LSM yang bantu proses damai justru ada di pihak PT. Textama."

Kemal terdiam. Mukanya langsung berang. Dia kesal karena selama ini dia selalu tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Kemal merasa dibohongi timnya sendiri.

"Pak. Bapak enggak apa-apa, kan?"

"Saya enggak apa-apa. Pastiin semua yang kamu bilang tadi enggak cuma gosip. Cari tahu sebanyak mungkin soal perkembangan kasusnya. Biar saya yang cari tahu soal ini," terang Kemal sambil menunjuk laporan Chika.

"Siap Pak."

Sepeninggal Chika, Kemal termenung. Dia mengamati papan nama Mahesa & Partners dari atas balkon dengan kecewa. Emosinya semakin menumpuk melihat nama besar di sana.

Sampai tiba-tiba ponselnya berbunyi. Sekarang bukan Keysha yang mengganggu waktu istirahatnya, tetapi hanya sebuah nomor tanpa nama. Kedua alis Kemal naik tinggi-tinggi, lantas tanpa peduli dia menolak panggilan itu secara sepihak.

Akan tetapi, lagi-lagi nomor itu terus menghubungi Kemal, meskipun selalu Kemal tolak. Hingga di panggilan kelima, Kemal terpaksa mengangkat telepon itu. Air mukanya yang lesu perlahan-lahan mulai semringah. Suara bernada datar seorang perempuan di balik telepon yang membuat suasana hatinya berubah.

***

Tepat pukul enam, Kemal kembali ke apartemen dengan membawa setumpuk dokumen di pelukannya. Setelah susah payah membuka kunci pintu, dia segera masuk dan meletakan dokumen itu ke atas meja. Kaku dan kram melanda bahunya.

Bila bukan karena janjinya dengan Ladin untuk berdiskusi mengenai kasus Drajat jam tujuh nanti, dokumen penting yang harus dia bawa pulang mungkin tidak akan sebanyak ini. Total ada dua kasus klien dan satu dokumen PT. Textama yang harus Kemal kerjakan di apartemen malam ini.

Setelah meletakan kunci mobil dan tas pada tempatnya, Kemal beranjak ke dapur untuk menghilangkan dahaga. Keringat membasahi pakaiannya, membuat Kemal dengan segera melepaskan celana panjang, dasi, dan membuka kancing kemeja dengan noda kopi akibat ulah Chika pagi tadi. Sampai menyisakan kemeja berantakan dan celana pendek jauh di atas lutut.

Akan tetapi, baru satu teguk air putih meluncur di tenggorokannya, suara bel dari pintu depan terdengar. Kemal memiringkan kepalanya dan menatap pintu depan apartemen dengan wajah bingung. Belum ada satu menit, bel apartemen kembali berbunyi. Kali ini terdengar beberapa kali. Seolah-olah orang di luar sana sudah tidak sabar ingin bertemu Kemal.

Tanpa curiga, Kemal berjalan santai ke depan sambil bersenandung pelan. Sementara di luar bel kembali berbunyi.

"Iya sebentar," teriak Kemal berjalan cepat ke pintu depan. "Astaga enggak sabaran amat sih. Kena—pa?"

Kemal termenung. Mimiknya terlihat bingung ketika menemukan Ladin sudah berdiri di depannya dengan wajah syok. Bola mata perempuan itu bergerak dari atas, berhenti sebentar ke dada Kemal yang mengintip dari balik kemeja berantakannya, lantas turun ke bawah dan berhenti tepat di antara kedua paha Kemal.

Kemal terkesiap. Matanya membelalak panik ketika dia sadar hanya mengenakan celana pendek sekarang. Kemal spontan menutupi area di antara paha dan dadanya dengan kedua tangan.

Ladin buru-buru membuang pandangan ke lorong kosong apartemen. "Saya bakal pencet bel lagi kalau urusan kamu udah beres."

Kemal bergeming dengan ekspresi kaget masih kentara jelas. Ladin berdecak dan berinisiatif menutup pintu apartemen Kemal di depannya.

"Sial!" umpat Kemal apalagi ketika dia melihat pantulan dirinya yang sangat memprovokasi dari cermin pada dinding di belakang pintu.

***

TBC

Acuy's Note :

SURPRISE!

Astaga Mal... malu-maluin banget sih. Kelakuan lu ah. Kagak cocok lu jadi eligible eligible an. Malu ah sama title. Untung cuma Ladin yang lihat. Kalau yang lain juga lihat gimana? Langsung ditarik itu title lu Mal...

Tapi ngomong-ngomong... kayaknya bakalan seru nih Kemal sama Ladin colab. Moga lancar ya Mal... Din... udeh jangan berantem-berantem. Oke! Akur.

Btw kalau kalian bakalan pilih couple yang mana nih...

NiKe

LaRa

LaMa

Coba komen! Sampai ketemu lagi... see ya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top